INFOKU, BLORA - Dari data yang dihimpun, laju pertumbuhan penduduk Blora selama empat tahun terakhir sekitar 2,68 persen.
Rerata setiap tahunnya laju pertumbuhan sebesar 0,25 persen.
Angka tersebut diklaim menunjukkan kondisi populasi masyarakat kategori
normal.
Program Keluarga Berencana (KB) yang dilakukan cukup efektif untuk mengontrol populasi
penduduk. Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Dinas
Pengendalian Penduduk dan KB (Dalduk KB) Blora Anton Yuwono menjelaskan,
persentase laju pertumbuhan penduduk dalam kondisi normal.
Indikatornya, setiap tahun pertumbuhannya di bawah 1,0 persen. Pada 2021 tercatat 0,27 persen, 2022 tercatat 0,25 persen dan 2023 tercatat 0,76 persen.
Baca juga : Inilah Aksi Bupati Blora Usai Warga Kritik Jalan Rusak dengan Menanam Ratusan Pohon
“Laju pertumbuhan penduduk sudah di bawah 1,00 persen. Artinya, bisa
dikatakan normal,” ungkapnya.
Anton menegaskan, sementara pada Sensus Penduduk 2020
lalu, terdapat 884.330 jiwa, sedangkan pada 2024 pihaknya mengaku belum
menerima laporan.
Data yang masuk pada tahun 2023 lalu sebanyak 901.621 jiwa atau dalam
tiga tahun terakhir bertambah 17.295 jiwa.
“Angka yang 2023 ini istilahnya proyeksi, kalau sensus penduduk hanya
bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, mengetahui kondisi jumlah riil penduduk,”
katanya.
Sementara, data BPS pada 2024 lalu, jumlah penduduk sudah mencapai 907.993.
Baca juga : DP4 Blora Ajukan Bantuan Combine dan Dua Traktor Per Kecamatan Meski Anggaran Minim
Jika disandingkan dengan data yang dimiliki Dalduk KB, maka jumlah laju
pertumbuhan penduduk selama setahun lalu sebanyak 6.368 jiwa.
Dia mengungkapkan, kondisi tersebut tidak terlepas dari intervensi
sosialisasi masyarakat untuk ber-KB.
Dari data jumlah rerata anak yang dilahirkan oleh perempuan pada masa
reproduksinya setiap tahunnya juga cukup baik. Sesuai dengan yang diharapkan
program KB yakni 2,0 poin.
“Rerata perempuan subur jumlah anaknya dua anak,” jelasnya.
Pihaknya berharap, angka tersebut tetap bertahan, bahkan diharapkan bisa
mencapai 2,1 poin.
Penyesuain poin tersebut cukup penting karena turun di angka 1 poin,
artinya pertumbuhan penduduk di daerah tergolong pertumbuhan minus.
“Jika jumlah kelahiran rendah nanti dampaknya akan kekurangan usia produktif antara penduduk berusia 15 samapi 64
tahun. Berdampak pada bonus demografi,” jelasnya. Anton
menegaskan, program KB dengan dua anak cukup tersebut berpengaruh kepada
kesehatan pasangan dan keturunan.
Pemerintah juga ingin pertumbuhan penduduk seimbang antara jumlah kematian
dan kelahiran seimbang.
Menurutnya, beberapa hal yang bisa memengaruhi pertumbuhan penduduk negatif karena orang tua hanya ingin anak satu.
Menurutnya, fenomena tersebut mulai merebak, kemungkinan karena faktor
ekonomi.
“Bahkan, mereka menikah tidak ingin anak karena ada sebagian yang menganggap menjadi beban, kami tidak ingin seperti di Korea Selatan dan Jepang,” katanya. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment