INFOKU – Saat ini perlua adanya rasionalisasi biaya haji dan masa tunggu yang panjang, menjadi dua rintangan utama bagi umat Islam di Indonesia untuk menunaikan ibadah haji.
Revisi
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji pun dinilai
menjadi solusi dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Anggota Badan Pelaksana
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Acep R Jayaprawira, menjelaskan adanya
kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang ditetapkan pemerintah
Arab Saudi.
“Biaya di Arab Saudi meningkat karena adanya berbagai faktor. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dan negosiasi yang intensif dengan pihak Arab Saudi untuk mengendalikan kenaikan biaya ini," ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji', Senin (10/6)/2024).
Baca juga : Berangkat ke Tanah Suci, Sebanyak 635 Jemaah Calhaj Blora 2024 Dilepas Bupati
Acep mengatakan, UU
34/2014 sebagai regulasi yang mengatur pengelolaan dana haji perlu diperbaiki
untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pengelolaan dana,
termasuk pembentukan pencadangan kerugian.
Biaya
Haji
“Sebagai contoh
kalau di industri keuangan lainnya, ada yang namanya pencadangan dana sebagai
mitigasi risiko, namun saat ini tidak diatur oleh regulasi yang ada. Reformasi
regulasi haji menjadi langkah awal yang penting. Perubahan dalam undang-undang
dapat memberikan BPKH lebih banyak keleluasaan dalam mengelola risiko dan
memperluas pilihan investasi," papar dia.
Meski meyakinkan
perlunya revisi UU 34 Tahun 2014 Acep meyakinkan Umat Islam khususnya calon
jemaah haji bahwa pengelolaan dana haji oleh BPKH saat ini aman, transparan,
efisien dan likuid.
Diaa pun mengusulkan agar calon jemaah haji yang akan berangkat beberapa tahun sebelumnya sudah diinformasikan, sehingga bisa mempersiapkan dananya dengan mengangsur, sehingga lebih ringan.
Pengelolaan dana
haji yang efektif dan efisien merupakan kunci untuk mewujudkan haji yang lebih
terjangkau dan berkualitas.
BPKH terus berupaya
untuk meningkatkan kinerja dan pelayanannya, dengan harapan dapat memberikan
pengalaman haji yang terbaik bagi umat Islam di Indonesia.
Masa Tunggu Haji
Selain persoalan
regulasi, biaya tinggi, dan tidak adanya pencadangan keuangan haji, masa tunggu
haji di Indonesia juga menjadi tantangan lain.
Masa tunggu haji di
Indonesia bisa mencapai lebih dari 40 tahun, karena kuota haji yang diberikan
oleh pemerintah Arab Saudi sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah
pendaftar.
Untuk mengatasi
masalah ini, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, menekankan
pentingnya efisiensi dalam pengelolaan kuota haji.
“Pemerintah harus
lebih optimal dalam menjalankan instrumen keuangan yang ada. Banyak instrumen
yang bisa memberikan nilai manfaat lebih tinggi, namun belum dimanfaatkan
dengan baik," tegasnya.
Dia juga
menyarankan adanya transparansi dan edukasi bagi calon jemaah tentang kondisi
ekonomi dan perubahan biaya yang mungkin terjadi.
Hal ini penting
agar calon jemaah dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik, baik dari segi
finansial maupun mental, untuk menjalani masa tunggu yang panjang.
Kemudian, Mustolih mengusulkan perlunya kampanye literasi haji yang masif agar masyarakat memahami bahwa haji hanya wajib bagi yang mampu secara finansial dan fisik.
Baca juga : Untuk DBH Blora, MAKI Siap Bantu Blora Ajukan JR UU HKPD
“Haji adalah
kewajiban bagi yang mampu. Harus ada edukasi bahwa yang tidak mampu secara
ekonomi tidak wajib untuk melaksanakan haji," tegasnya.
Pengelolaan masa tunggu ibadah haji membutuhkan strategi yang komprehensif dan kolaborasi berbagai pihak.
Dengan pengelolaan dana yang efisien, kampanye literasi yang tepat, dan kerjasama antara lembaga terkait, diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji dan memangkas waktu tunggu bagi jemaah. (Agung/ZOOMFMB9/IST)
0 Comments
Post a Comment