INFOKU, BLORA - Dari pertimbangan, ternyata Upah minimum kabupaten (UMK) Rp 2,1 juta dirasa belum bisa menyejahterakan buruh di Blora.
Hal itui diungkapkan ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok, Tembakau, Makanan, dan
Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Blora Subandi menilai, besaran UMK tersebut hanya
cukup bagi buruh lajang.
“Sedangkan untuk yang sudah berkeluarga, jumlah UMK tahun ini (Rp 2,1
juta) tidak cukupi kebutuhan,” ungkapnya.
Pasalnya, lanjut dia, penghitungan UMK tidak melihat kebutuhan buruh di daerah.
Subandi menjelaskan, hitung-hitungan yang ditetapkan pemerintah pusat perlu direvisi. Dengan cara menghitung UMK berdasar kondisi kebutuhan buruh yang ada di daerah.
Baca juga : Pembenahan Tirtonadi Makin Tak Jelas, Belum Ada Titik Temu antara Pemkab dan Investor
“Harapan kami, Pemkab (Pemerintah Kabupaten)
Blora jadi penjembatan agar kenaikan tidak hanya berdasar hitungan yang
diterapkan pemerintah pusat,” katanya.
Selain itu, menurut Subandi, Dinas Perindustrian dan Ketenagakerjaan
(Dinperinaker) Blora perlu memasifkan monitoring upah di setiap perusahaan.
Hal itu dirasa perlu untuk mengetahui buruh mana saja yang masih dibayar
di bawah UMK.
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Blora Agung Pujo
membenarkan, bahwa UMK saat ini dirasa belum sejahterakan buruh.
Menurutnya, hal itu terganjal dengan aturan baru yang diberlakukan pemerintah pusat.
Baca juga : Menurut PHE Randugunting, Sumur Minyak di Plantungan Ilegal
Termasuk, UU Cipta Kerja yang ditolak oleh para buruh.
“Saat ini, kami sedang melakukan demonstrasi di Semarang,” katanya kemarin (1/5). (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment