Misteri : Jaya Dipa Bupati Pertama Blora (Mataram)

INFOKU - Untuk saat ini yang diakui sebagai Bupati Pertama Blora yakni Tumenggung Wilatikto.

   Tapi tahukah Anda apa kaitan Blora dengan Makam Sunan Pojok terletak di jantung Kota Blora, tempatnya di sebelah Selatan alon-alon Kota Blora.

Dari data-data yang diperoleh bahwa makam Sunan Pojok adalah makam SUROBAHU ABDUL ROHIM, ia adalah seorang Perwira di Mataram yang telah berhasil memadamkan kerusuhan di pesisir utara ( Tuban).

Sekembalinya dari Tuban jatuh sakit dan meninggal dunia di Desa POJOK ( Blora ).

Pangeran SUROBAHU ABDUL ROHIM dikenal pula dengan sebutan Pangeran Pojok, makam tersebut sampai sekarang masih dipelihara dan dihormati oleh masyarakat.

Kemudian karen jasanya , maka puteranya yang bernama JAYA DIPA diangkat menjadi Bupati Blora yang pertama ( dinasti Surobahu Abdul Rohim ), setelah wafat digantikan putranya JAYA WIRYA, kemudian JAYA KUSUMA yang keduanya setelah wafat dimakamkan di lokasi makam Pangeran Pojok Kauman.

Bila ini diakui maka memungkinkan berdirinya kota Blora dapat berubah seiring banyaknya penemuan sejarah dan kemajuan tehnologi.

Baca juga : Refleksi Hari Jadi Blora “Jangan Kaburkan Sejarah Blora”

Makam ini sering dikunjungi oleh masyarakat dalam dan luar kota terutama malam Jumat Pon, dan pada Bulan Suro diadakan Khol yang dihadiri peziarah dari berbagai wilayah di Blora.

Siapakah sebenarnya Sunan Pojok? Pertanyaan itu bisa muncul, nebgingat makamnya oleh Pemkab sangat diperhatikan kelestariannya.

Dari cerita yang berkembang di masyarakat, konon makam Sunan Pojok masih menunjukan kharismanya hingga saat ini.

Bahkan tidak jarang orang luar daerah yang akan memegang pangembating praja di Blora, hampir dipastikan akan ziarah ke makam ini untuk minta doa restu atau semacam kulonuwun.

Jika prosesi itu tidak dilakukan, diyakini pejabat tersebut akan mendapat hambatan dalam karirnya.

Mengenai kebenarannya, Wallahua'lam. Yang jelas, dalam ritual peringatan hari jadi, ziarah ke kompleks makam yang terletak di Jl Mr Iskandar Lorong I No 1 itu selalu dilakukan oleh Bupati bersama Muspida.

Pada hari-hari tertentu, makam tersebut juga didatangi oleh orang yang mempunyai tujuan tertentu. Mereka berdoa di makam dengan maksud mendapat restu.

Sehingga apa yang menjadi keinginan bisa tercapai. Dari sejumlah literatur yang ada, Mbah Benun Wali Pojok Blora mempunyai tiga nama sebutan lain.

Yakni, Syeh Abdurrohim, Pangeran Sedah, dan Pangeran Surobahu. Beliau dikenal sebagai salah seorang Sayid.

Mbah Benun inilah yang diyakini mempunyai kaitan erat dengan asal usul Blora.

Pangeran Surobahu, begitu salah satu nama sebutannya, pernah menumpas keraman di Kabupaten Tuban pada tahun 1625.

Keraman yang dimaksud adalah beberapa Adipati di tanah Jawa yang sudah tidak loyal kepada pemerintahan Sultan Agung.

Disebutkan, di antaranya Kadipaten Tuban, Lasem, Pasuruhan, Suroboyo, Sumenep, Wirosobo.

Waktu itu Sultan Agung sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Dua masalah besar tengah menghadangnya.

Baca Juga : Mengenal Sejarah Sunan Pojok Blora dan Silsilahnya

Di satu sisi VOC terus mengembangkan daaerah perdagangan dan jajahannya.

Di sisi lain banyak Adipati yang mbalelo, termasuk banyak keraman atau kerusuhan.

Menumpas Keraman Kadipaten Tuban, yang waktu itu belum menjadi wilayah jajahan VOC, merupakan salah satu kabupaten yang terjadi keraman dan mbalelo dari Mataram.

Untuk menumpas keraman tersebut, Sultan Agung memerintah Pangeran Surobahu yang juga Syek Abdurrohim Mbah Benun Wali Pojok Blora, yang dibantu Bahurekso dan Pangeran Agul-agul untuk menumpasnya.

Setelah memegang kekancing (perintah) dari Sultan Agung Hanyokro Kusumo Panembahan Agung Senopati ing Ngalogo Kalifatullah Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Mbah Benun melaksanakan perintah tersebut. Dia disertai 500 prajurit Mataram.

Dan alhamdulillah berkat pertolongan Allah, Pangeran Surobahu dapat menaklukkan Tuban dan segera kembali ke Mataram untuk melapor kepada Sultan Agung.

Dalam perjalanan pulang ke Mataram, rombongan Surobahu melewati Desa Jurangjero, sekarang Sidomulyo, masuk wilayah Kecamatan Banjarejo, untuk shalat dan beristirahat.

Karena wilayahnya masih hutan lebat, maka para prajurit nasak-nasak atau membabat hutan agar dapat dipergunakan untuk shalat dan istirahat.

Lokasi prajurit nasak-nasak itu, saat ini diberi nama Desa Sasak. Setelah melihat tempat yang bersih, kebetulan di sebuah pojok tempat tersebut ada pohon Nangka, Surobahu beristirahat di bawah pohon itu. Saat ini lokasi tersebut disebut Desa Karangnongko.

Tidak berapa lama di Desa Karangnongko ini, Pangeran Surobahu menderita sakit sampai akhirnya wafat.

Oleh para prajurit dimakamkan di pojok tempat beliau beristirahat. Sepeninggal Surobahu, sebagian prajurit menetap di Sasak, namun sebagian pulang ke Mataram untuk melapor ke Sultan Agung.

Setelah Sultan Agung menerima laporan kemudian memerintah putra pangeran Surobahu Raden Tumenggung Joyodipo untuk menetap, dan dianugerahi wilayah sekaligus menjadi Bupati Blora yang pertama.

Waktu itu dia dibantu seorang adiknya yang bernama Kyai Toh Bahu yang sekarang dimamakamkan di Makam Krapyak, Desa Kajangan, Kecamatan Blora Kota.

Baca Juga : Kirab Budaya Peringatan Hari Jadi ke-273 Blora, Tradisi yang Terpelihara

 Raden Tumenggung Joyodipo, setelah meninjau makam ayahnya, kemudian berjalan ke arah Timur menyeberang sungai yang sekarang bernama Kaliwangan.

Terus naik ke wilayah yang lebih tinggi dengan berjalan perlahan-lahan, ke tempat yang sekarang disebut alun-alun Blora.

Dalam perjalanan itu beliau bertemu dengam Mbah Balora yang ditemani tujuh pemuda. Raden Tumenggung Joyodipo bersama Mbah Balora serta teman-temannya itu membangun perkampungan, persawahan, dan memindahkan makam Gedong atau makam Sunan Pojok ke lokasi yang hingga sekarang selalu menjadi tempat pelaksanaan haul setiap tahunnya. 

kegiatan haul biasanya tanggal 27 Suro ( Tahun Jawa ), serta pada saat Hari jadi Kab. Blora.(Agung/Diolah dari Berbagai Sumber)

Post a Comment

0 Comments