INFOKU, BLORA - Program Agroforestri Tebu Mandiri (ATM) di kawasan hutan Blora dirasa merugikan petani hutan (pesanggem).
Sebab, rencana
lokasi penanaman merupakan lahan yang sudah digarap warga sejak lama. Otomatis
memutus mata pencaharian petani.
Koordinator
Kelompok Tani Hutan Blora (KTHB) Mulgiyanto mengungkapkan,
para petani hutan yang tergabung dalam kelompoknya menolak adanya
program ATM dari Perhutani.
Sebab, pemilihan
lahan dirasa kurang tepat. Secara tidak langsung menghilangkan mata
pencaharian pesanggem.
Baca juga : Berpihak Petani Kecil, KHDPK jangan sampai dicabut
“Sangat
merugikan petani, karena di lahan itu para petani sudah digarap
bertahun-tahun menghidupi keluarganya,” ungkapnya Kepada pers kemarin (4/10).
Mulgiyanto
menjelaskan, apabila program ATM ingin menyejahterakan petani seharusnya
tidak menggunakan lahan yang sudah digarap. Melainkan menggunakan lahan hutan
yang belum digarap petani.
“Kalau perhutani ingin
menggarap ATM, kenapa kok di lahan petani yang sudah
digarap? Kenapa tidak menggunakan lahan yang belum digarap,” ungkapnya.
Pihaknya
memaparkan, ada beberapa titik wilayah hutan yang bakal digunakan program ATM,
para petani diajak berunding minggu lalu.
Namun, tetap
menolak walaupun terdapat ganti rugi. Menurut para petani, yang dibutuhkan
pesanggem adalah akses lahan berkelanjutan.
Baca juga : Masalah Masih Ada di Program Perhutanan Sosial
“Kalau ganti
rugi hanya berapa juta nanti habis, sedangkan kebutuhan petani terus
menerus,” ujarnya.
Kelompoknya
mengaku, saat ini sedang menginventarisasi luasan lahan dan jumlah petani yang
terkena program tersebut.
Dia mencontohkan
seperti di kawasan hutan Todanan, para petani juga menolak program
tersebut.
“Kami baru mulai
menata, berapa jumlah yang terdampak,” tegasnya.
Baca juga : Petani Ajukan Lima Tuntutan Kepada Pemkab Blora
Terkait kepemilikan lahan hutan, menurut Mulgiyanto, Perhutani sebagai pengelola di bawah kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK).
Di lain sisi, pihaknya saat ini juga sedang mengajukan pengelolaan lahan melalui program kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) melalui perhutanan sosial kepada KLHK. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment