Harta Karun Suku “Wong Kalang” di Blora Masih Menjanjikan

 

INFOKU, BLORA - Zaman kerajaan Hindu-Budha di Nusantara, khususnya di Jawa meninggalkan beragam jejak, salah satunya adalah peninggalan benda-benda artefak hingga perhiasan emas kuno sehingga dianggap sebagai harta karun yang bernilai besar seperti di Blora, Jawa Tengah.

Dilansir dari beberapa media, harta karun ini salah satunya berada di sekitar Desa Kutukan, Kecamatan Randublantung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Dulunya desa tersebut adalah daerah Bedede Kutukan di era Kerajaan Hindu-Budha dan hingga saat ini, masih diyakini bahwa ada harta karun tersimpan di wilayah-wilayah hunian kuno tersebut.

Selain itu, di wilayah itu juga terdapat banyak makam kuno yang kondisinya sudah tidak berwujud, lantaran usianya sudah ratusan tahun.

Baca juga :Misteri Pencarian Harta Karun Makam Kuno "Wong Kalang" di Hutan Blora

Kondisinya kini rata dengan tanah sekitarnya. Keberadaan makam kuno itu banyak diburu orang, dari warga Kabupaten Blora sendiri maupun dari luar Blora, seperti Grobogan dan sekitarnya.

Motifnya sama, yaitu berburu benda-benda purbakala, perhiasan emas dan harta karun yang memiliki nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi.

Salah satu pemerhati sejarah Kabupaten Blora, Bambang Suprianto menjelaskan bahwa Kabupaten Blora bagian selatan, seperti Kecamatan Kradengan, Randublatung dan Jati banyak didapati bekas permukiman manusia masa lampau.

Warga setempat sering mendapati adanya benda-benda bersejarah era Hindu-Budha, seperti pedang taplek di kubur kuno dan jika beruntung, warga juga ada yang mendapatkan emas dari kedalaman tanah kubur.

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Blora selatan, Supardi Surodijoyo mengungkapkan bahwa para pemburu benda-benda peninggalan era Hindu-Budha berpatokan pada titik kubur kuno dengan menemukan serpihan gerabah kuno.

Kemungkinan besar di bawahnya ada makam kuno era Hindu-Budha di mana saat itu setiap ada penguburan, jenazah selalu dirias dengan perhiasan.

Peninggalan makam kuno memiliki jenis yang berbeda, dipengaruhi dengan tingkat sosial yang dimiliki oleh seseorang di masa hidupnya.

Baca juga : Situs “Kubur Orang Kalang” Nglawungan Akan Jadi Paket Wisata Pemdes Tunjungan Blora

Biasanya mereka mendapatkan perhiasan yang didapati ada di bagian telinga, hidung, kemaluan, lengan dan kaki pada jenazah tersebut.

Meskipun banyak diburu, namun banyak warga Blora yang memburu harta karun tersebut untuk dimanfaatkan sebagai media edukasi sejarah di museum swadaya.

Harta Karun "Wong Kalang"

Sementara itu Pengamat Sejarah Edy Tegoeh Joelijanto (51) yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Yogyakarta dan Universitas Putra Bangsa Surabaya, mengatakan, dari beberapa referensi, kata "kalang" berasal dari bahasa Jawa yang artinya "batas".

Lingkup sosial orang-orang ini sengaja dibatasi (dikalang) oleh masyarakat mayoritas waktu itu.

Orang Kalang sengaja diasingkan dalam kehidupan masyarakat luas, karenaada anggapan bahwa mereka liar dan berbahaya.

Jejak Wong Kalang salah satunya ditemukan dalam prasasti Kuburan Candi di Desa Tegalsari, Kawedanan Tegalharjo, Kabupaten Magelang, yang berangka tahun 753 Saka (831 Masehi).

Diperkirakan, Suku Kalang telah ada sejak Jawa belum mengenal agama Hindu-Budha.

Menurut mitos, Suku Kalang adalah maestro pembuat candi yang secara fisik berbadan kuat dan tegap.

Suku Kalang juga disebut sakti mandraguna dan pada era Majapahit, mereka ditugaskan untuk menjaga hutan agar tidak kemasukan penyusup yang membahayakan kerajaan.

"Ada mitologi Suku Kalang itu dianggap sakti sehingga ditugaskan menjaga hutan dan dipekerjakan sebagai pembuat candi saat itu," kata Tegoeh saat dalam keterangan persnya, Kamis lalu.

Suku kalang semakin tersisih oleh sistem pengastaan di masa Hindu-Budha, karena ketidakjelasan nenek moyang mereka.

Suku Kalang pun mengasingkan diri hingga hidup nomaden dari hutan ke hutan. 

Termasuk Dikawasan Hutan Nglawungan Tunjungan dan Randublatung Blora, yang kala itu sangat lebat sekali.

Baca juga : Mengapa Harta Karun di Blora Jadi Buruan, Inilah Fakta Sejarahnya

Sementara itu, sambung Tegoeh, disebutkan dalam buku Javaansch Nederduitsch Woordenboek bahwa Kalang adalah nama sebuah etnis di Jawa yang dulu hidup di sekitar hutan.

Suku Kalang memang memiliki fisik yang lain dengan penduduk setempat.

Mereka berkulit legam dan berambut keriting. Orang Kalang juga sempat dianggap pendatang dari Kedah, Kelang, dan Pegu pada tahun 800 Masehi.

Dengan sejumlah perbedaan fisik dan latar belakang tersebut, orang Kalang memilih hidup memisahkan diri dari pemukiman warga lainnya.

Akhirnya, oleh otoritas Kerajaan Hindu saat itu, mereka dicap tidak memiliki kasta (kaum paria).

Semakin besarlah jarak di antara mereka dan masyarakat umum. Sebab dalam sistem kasta, orang yang tidak berkasta tidak boleh berhubungan dengan orang yang berkasta, sekalipun itu orang dari kasta terendah (Sudra).

"Banyak literatur tentang suku kalang," pungkasnya (Roes) 

Post a Comment

0 Comments