INFOKU, BLORA – Kepala desa (Kades) se Kabupaten Blora menuntut revisi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014. Petinggi desa itu berangkat ke Jakarta kemarin (17/1).
Salah satunya tentang masa
jabatan 6 tahun tiga kali pencalonan menjadi 9 tahun dua kali pencalonan.
Kades mengklaim ingin kembalikan kedaulatan desa, sebab Undang-Undang Desa saat ini masih ada Peraturan Presiden dan menteri dalam musyawarah desa (Musdes).
Dengan memasukkan prolegnas di
DPR RI 2023 diharapkan desa semakin berdaulat.
“Untuk kebijakan-kebijakan desa
kami minta dikembalikan kepada kedaulatan desa, artinya musdes adalah suara
tertinggi, jadi tidak dititipi dengan keputusan-keputusan menteri dan keputusan
presiden,” ujar Kepala Desa Buloh, Kecamatan Kunduran Joko Priyanto kemarin
(17/1).
Joko menjelaskan, beberapa
keputusan yang dirasa membatasi undang-undang desa seperti Peraturan Presiden
Nomor 104 Tahun 2021 mengenai pengaturan penggunaan dana desa.
Sebab pada aturan tersebut
terdapat pembatasan penggunaan dana desa seperti 40 persen untuk BLT DD.
Menurutnya, peraturan itu membatasi kedaulatan desa.
Baca juga : Silpa Rp 195 Miliar, Penyerapan Anggaran OPD Di Blora Rendah
“Kades-kades di wilayah kunduran
sepakat jika ada revisi UU Desa,” terangnya.
Ia mengungkapkan, sekitar 90
persen kades di Kecamatan Kunduran hadir dalam unjuk rasa di Jakarta kemarin
(17/1). Hanya tiga kades yang izin tidak bisa ikut berangkat, namun tetap
mendukung revisi.
Tuntut 9 tahun
Kades Jipang, Kecamatan Cepu
Ngadi menambahkan, juga mendukung revisi UU Desa, salah satu poin yang
dicanangkan ialah perubahan masa jabatan dari 6 tahun satu periode, maksimal
menjabat tiga periode. Diubah satu periodes menjadi 9 tahun. Namun, maksimal
dua periode.
“Semua kades Blora sepakat, ada
sekitar 90 persen kades di Blora datang ke jakarta,” klaimnya.
Menurutnya, periodes kades 6 tahun dirasa belum cukup untuk menstabilkan pemerintahan desa, pemulihan masyarakat yang terbelah butuh waktu lama.
Hal itu berdampak pada rencana
jangka menengah desa (RPJM Des).
Ketua Komisi A DPRD Blora Pardi
menerangkan, tuntutan kades terkait masa jabatan dirasa wajar.
Sebab ketegangan di desa usai
pilkades sulit diurai, dibanding ketegangan pada pemilihan kepala daerah
(Pilkada). “Itu (Perubahan) masih terukur, resistensi di masyarakat kalau enam
tahun masih tinggi,” katanya.
Ia menjelaskan, untuk mewujudkan
revisi undang-undang memang perlu dimasukan kedalam prolegnas tahun ini.
Baca juga : Serapan Anggaran Masih 80,8 Persen, Pelayanan Pencairan sampai 31 Des Pk 00.00
Namun, ketika sudah diubah
menjadi 9 tahun dalam dua kali pencalonan menurut Pardi, kades seharusnya tidak
bisa mencalonkan lagi pada pilkades ketiga kalinya.
Sebab, 18 tahun akan berubah
menjadi 27 tahun jika terpilih selama tiga periode.
“Kalau 9 tahun dua kali masih
wajar, tiga kali terlalu banyak,” terangnya.
Baca juga : Tidak Sesuai Target, Kotraktor RPHU Kena Denda
Sebelumnya, Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Blora Yayuk Windrati mengungkapkan,
sekitar Agustus dan Oktober tahun ini terdapat 27 kades masa jabatan habis.
Namun, pihaknya belum bisa memastikan pemilihan bisa dilangsungkan tahun ini, karena tahun politik. Sebelumnya pihaknya telah menganggarkan pilkades 2023 sebanyak Rp 700 juta. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment