INFOKU, BLORA - Adanya dampak yang nyata terkait Kenaikan harga kedelai di pasaran bagi produsen tempe.
Di Blora, ada
produsen yang memilih mengurangi porsi, agar bisa bertahan di pasaran.
Kartini, salah satu produsen yang mengeluhkan adanya dampak kenaikan ini. Meski bahan baku melambung, ia memilih untuk tidak berhenti memproduksi. Di rumahnya Desa Purworejo, Kecamatam Blora, masih ada aktivitas pembuatam tempe.
Di dapur tampak ada
satu ember kedelai yang direndam. Di bagian lain, juga berjajar tempe-tempe
setengah matang. Dibungkus menggunakan plastik ukuran seperempat kilogram.
Ya, memang ada
beberapa tahapan untuk mengolah makanan berbahan kedelai itu. Mulai perebusan,
penirisan, hingga diberi ragi.
”Kedelai direbus
sampai mengembang. Mininal perebusan 8 jam. Paginya direbus kembali. Kemudian
ditiriskan sampai memadat. Kalau sudah dingin nanti dikasih ragi. Kalau belum
dingin tidak bisa,” jelasnya.
Baca Juga : 3 Pelaku Penyelewengan Pupuk Bersubsidi di Blora Diringkus Polisi
Produksi itu, memang
berdampak setelah ada kenaikan harga kedelai. Ia mengaku resah.
Sebab, tempe yang ia
produksi dipasarkan di desa. Hendak ikut menaikkan harga, tapi tak bisa. Sebab,
menurutnya bisa ada keluhan dari konsumen apabila harganya ikut naik. ”Orang
desa kalau dinaikkan (harganya) sulit,” ujarnya.
Baca Juga : Palsuan SK untuk Syarat Tes Perades, Kades Beganjing KASNO Ditangkap Polisi
Biasanya ia membeli
satu sak kedelai berisi 50 kilogram. Sebelumnya, berada di harga Rp 500 ribu.
Kini mencapai Rp 555 ribu.
Untuk menyesuaikan harga bahan baku, ia pun memilih untuk mengurangi porsi dalam satu bungkus tempe. Satu kilogram kedelai, untuk satu kilogram tempe. Biasanya menjadi sekitar 20 bungkus tempe. Harga satu tempe sendiri sekitar Rp 800. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment