INFOKU - Suku Ogan merupakan komunitas masyarakat yang hidup di sepanjang pinggiran Sungai Ogan, Sumatera Selatan yang sehari-hari menggunakan bahasa Melayu.
Suku Ogan dan sejumlah suku di Sumatera Selatan ini diperkirakan berasal dari masyarakat yang mendiami Gunung Dempo, yang berada di dataran tinggi Basemah. Berdasarkan temuan arkeologis, telah ada masyarakat yang hidup disekitar dataran tinggi Basemah, pada masa 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM).
Leluhur Suku Ogan,
dari dataran tinggi Basemah “turun gunung” kemudian menyelusuri Sungai Ogan,
untuk mencari lahan pemukiman yang baru. Keberadaan mereka dipinggiran Sungai
Ogan, pada akhirnya berinteraksi dengan masyarakat yang telah ada sebelumnya.
Dari temuan
arkeologis di Goa Harimau, menunjukkan bahwa peradaban di sekitar Sungai Ogan
sudah berumur puluhan ribu tahun, bahkan diperkirakan telah ada sejak masa
zaman es.
Penghuni goa-goa
purba ini, awalnya merupakan komunitas Ras Australomelanesia dan sesudah
kedatangan Ras Mongoloid. Kedua Ras ini kemudian menyatu dalam satu masyarakat
yang baru, yaitu suku Ogan dan beberapa suku lain di Sumatera Selatan.
Suku Ogan, suku
Komering dan beberapa suku lainnya itu kemudian bersatu dan membentuk atau
melahirkan Kerajaan Sriwijaya seperti yang tercatat dalam sejarah sebagai
kerajaan terbesar zaman itu yang dapat menguasai sebagian besar wilayah
Nusantara.
Misteri Arya Penangsang
Pada masa
kekuasaannya, ia memindahkan pusat pemerintahan kerajaan Demak ke daerah
Jipang, sehingga pada masa itu dikenal dengan sebutan Demak Jipang.
Ada sejarah yang
mencatat bahwa Arya Penangsang tewas dibunuh oleh pasukan pemberontak kiriman
Hadiwijaya, penguasa Pajang.
Riwayat mengenai Arya
Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada
periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti
Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.
Bagaimana kisah unik selanjutnya tentang Arya Penangsang ini adalah bahwa di Ogan Ilir, yaitu ditemukannya makam Ratu Sahibul atau Pangeran Arya Penangsang di daerah tersebut.
Ada Fakta menarik di
Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Provinsi Sumatera Selatan, yaitu
ditemukannya makam Ratu Sahibul atau Pangeran Arya Penangsang di daerah ini.
Menurut cerita
masyarakat Ogan dan Komering, Arya Penangsang tidak terbunuh di Tanah Jawa,
tetapi mengungsi ke Pulau Sumatera, dan makamnya sekarang berada di Inderalaya,
Ogan Ilir.
Arya Penangsang atau
Arya Jipang atau Adipati Jipang yang memerintah pertengahan abad ke-15.
Menurut Serat Kanda,
Ayah dari Arya Penangsang adalah Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering
disebut juga sebagai Pangeran Sekar, putra Raden Patah raja Demak pertama.
Arya Penangsang
diperkirakan hijrah dari Kadipaten Jipang sekitar tahun 1549 Masehi, singgah di
Kerajaan Banten, lalu menuju Skala Brak (Lampung) dan melanjutkan perjalanan
serta sempat menetap di Desa Tanjung Kemala (Abung di Lampung).
Dari Lampung, ia
bersama pengikutnya sampai di Ogan Komering Ulu (OKU) dan sempat menetap cukup
lama di Desa Surabaya Nikan dan membuat perkampuangan yang dikenal dengan nama
Desa Gunung Batu. Anak keturunan Arya Penangsang, banyak berada di wilayah ini.
Perjalanan Arya
Penangsang kemudian berlanjut ke Inderalaya (daerah Kabupaten Ogan Ilir,
Provinsi Sumatera Selatan sekarang) dan di wilayah inilah Arya Penangsang wafat
pada tahun 1611 Masehi.
Di daerah Ogan Ilir,
nama Arya Penangsang lebih dikenal dengan nama Sariman Raden Kuning. Di sekitar
makamnya, terdapat juga makam puterinya bernama Siti Rukiah yang wafat saat
masih remaja karena sakit.
Sampai saat ini makamnya
masih terawat dan terjaga oleh masyarakat disana.
Makam Arya Penangsang
Berbeda dengan kisah dari sumber lain yang mengatakan bahwa Arya Penangsang tewas di Tanah Jawa dalam peperangan perebutan Kerajaan Demak. Kematiannya disebabkan oleh pertempuran yang dilakukan dalam rangka sayembara pembunuhannya.
Dalam sebuah
perjalanan pulang ke Pajang, rombongan
Adipati Pajang Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat
bertapa.
Ratu Kalinyamat
mendesak Hadiwijaya agar segera membunuh Arya Penangsang. Ia yang merupakan
pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika
Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan
memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai
mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh
Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat
Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara itu.
Demikian juga putra kandung Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya ikut
pula mendaftar dalam sayembara.
Oleh karena itu,
Hadiwijaya mengerahkan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered, untuk
membantu Ki Ageng Pemanahan dan putra
kandungnya, yaitu Sutawijaya untuk mengalahkan Sutan Demak ke-5, Arya
Penangsang.
Kuda Gagak Rimang
dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati
bengawan. Perang antara Pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan
Sore (Bengawan Solo).
Dalam perang itu
perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya.
Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuatnya tetap
bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip
di pinggang.
Arya Penangsang
berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh
Sutawijaya, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan
kematiannya.
Setelah meninggal,
konon jasadnya dimakamkan dekat dengan aliran Bengawan Solo, di desa Jipang,
Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Komplek pemakaman itu bernama
Gedong Ageng Jipang.
Jadi, di manakah sebenarnya makam Arya Penangsang? Apakah di Ogan Ilir atau di Blora? Apakah Arya Penangsang di Sumatera sama dengan yang di Jawa? (Agung/IST/IST)
0 Comments
Post a Comment