INFOKU, BLORA - Zaman kerajaan
Hindu-Budha di Nusantara, khususnya di Jawa meninggalkan beragam jejak, salah
satunya adalah peninggalan benda-benda artefak hingga perhiasan emas kuno
sehingga dianggap sebagai harta karun yang bernilai besar seperti di Blora,
Jawa Tengah.
Dilansir dari beberapa media, Selasa (2/11/2021), harta karun ini salah satunya berada di sekitar Desa Kutukan, Kecamatan Randublantung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Dulunya desa tersebut
adalah daerah Bedede Kutukan di era Kerajaan Hindu-Budha dan hingga saat ini,
masih diyakini bahwa ada harta karun tersimpan di wilayah-wilayah hunian kuno
tersebut.
Selain itu, di
wilayah itu juga terdapat banyak makam kuno yang kondisinya sudah tidak
berwujud, lantaran usianya sudah ratusan tahun.
Kondisinya kini rata
dengan tanah sekitarnya. Keberadaan makam kuno itu banyak diburu orang, dari
warga Kabupaten Blora sendiri maupun dari luar Blora, seperti Grobogan dan
sekitarnya.
Motifnya sama, yaitu
berburu benda-benda purbakala, perhiasan emas dan harta karun yang memiliki
nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi.
Salah satu pemerhati
sejarah Kabupaten Blora, Bambang Suprianto menjelaskan bahwa Kabupaten Blora
bagian selatan, seperti Kecamatan Kradengan, Randublatung dan Jati banyak
didapati bekas permukiman manusia masa lampau.
Warga setempat sering
mendapati adanya benda-benda bersejarah era Hindu-Budha, seperti pedang taplek
di kubur kuno dan jika beruntung, warga juga ada yang mendapatkan emas dari
kedalaman tanah kubur.
Sementara itu, salah
satu tokoh masyarakat Blora selatan, Supardi Surodijoyo mengungkapkan bahwa
para pemburu benda-benda peninggalan era Hindu-Budha berpatokan pada titik
kubur kuno dengan menemukan serpihan gerabah kuno, kemungkinan besar di bawahnya
ada makam kuno era Hindu-Budha di mana saat itu setiap ada penguburan, jenazah
selalu dirias dengan perhiasan.
Supardi juga
mengatakan bahwa peninggalan makam kuno memiliki jenis yang berbeda,
dipengaruhi dengan tingkat sosial yang dimiliki oleh seseorang di masa
hidupnya.
Supardi merupakan
salah satu pemburu peninggalan beda-benda kuno tersebut. Biasanya, dia
mendapatkan perhiasan yang didapati ada di bagian telinga, hidung, kemaluan,
lengan dan kaki pada jenazah tersebut.
Meskipun banyak
diburu, namun banyak warga Blora yang memburu harta karun tersebut untuk
dimanfaatkan sebagai media edukasi sejarah di museum swadaya.
Harta Karun Wong Kalang
Pengamat Sejarah Edy
Tegoeh Joelijanto (51) yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Yogyakarta dan
Universitas Putra Bangsa Surabaya, mengatakan, dari beberapa referensi, kata
"kalang" berasal dari bahasa Jawa yang artinya "batas".
Lingkup sosial
orang-orang ini sengaja dibatasi (dikalang) oleh masyarakat mayoritas waktu
itu.
Orang Kalang sengaja
diasingkan dalam kehidupan masyarakat luas, karenaada anggapan bahwa mereka
liar dan berbahaya.
Jejak Wong Kalang
salah satunya ditemukan dalam prasasti Kuburan Candi di Desa Tegalsari,
Kawedanan Tegalharjo, Kabupaten Magelang, yang berangka tahun 753 Saka (831 Masehi).
Diperkirakan, Suku
Kalang telah ada sejak Jawa belum mengenal agama Hindu-Budha.
Menurut mitos, Suku
Kalang adalah maestro pembuat candi yang secara fisik berbadan kuat dan tegap.
Suku Kalang juga
disebut sakti mandraguna dan pada era Majapahit, mereka ditugaskan untuk
menjaga hutan agar tidak kemasukan penyusup yang membahayakan kerajaan.
"Ada mitologi
Suku Kalang itu dianggap sakti sehingga ditugaskan menjaga hutan dan
dipekerjakan sebagai pembuat candi saat itu," kata Tegoeh saat dalam
keterangan persnya, Kamis lalu.
Suku kalang semakin
tersisih oleh sistem pengastaan di masa Hindu-Budha, karena ketidakjelasan
nenek moyang mereka.
Suku Kalang pun
mengasingkan diri hingga hidup nomaden dari hutan ke hutan.
Sementara itu,
sambung Tegoeh, disebutkan dalam buku Javaansch Nederduitsch Woordenboek bahwa
Kalang adalah nama sebuah etnis di Jawa yang dulu hidup di sekitar hutan.
Suku Kalang memang
memiliki fisik yang lain dengan penduduk setempat.
Mereka berkulit legam
dan berambut keriting. Orang Kalang juga sempat dianggap pendatang dari Kedah,
Kelang, dan Pegu pada tahun 800 Masehi.
Dengan sejumlah
perbedaan fisik dan latar belakang tersebut, orang Kalang memilih hidup
memisahkan diri dari pemukiman warga lainnya.
Akhirnya, oleh
otoritas Kerajaan Hindu saat itu, mereka dicap tidak memiliki kasta (kaum
paria).
Semakin besarlah
jarak di antara mereka dan masyarakat umum. Sebab dalam sistem kasta, orang
yang tidak berkasta tidak boleh berhubungan dengan orang yang berkasta,
sekalipun itu orang dari kasta terendah (Sudra).
"Banyak
literatur tentang suku kalang," ujar Tegoeh
Peran Dinporabudpar Blora
Saat ini, benda-benda
artefak dan perhiasan dari era Kerajaan Hindu-Budha berada pada pengawasan
Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten
Blora.
Setiap ada penemuan artefak, benda-benda dan perhiasan yang berasal dari zaman kerajaan tersebut, diharuskan melapor ke Dinporabudpar Blora sebagai upaya untuk melestarikan sejarah dan cagar budaya sebagai aset yang dimiliki suatu daerah.
Dinporabudpar Blora
dalam hal ini berwenang menghentikan segala
aktivitas perburuan liar terhadap benda-benda peninggalan sejarah
tersebut.
Data yang didapat
INFOKU beberapa waktu lalu (https://www.tabloidinfoku.com/2020/07/misteri-pencarian-harta-karun-makam.html),
pada Juli 2020 lalu, sebanyak 18 orang diamankan Dinporabudpar Blora beserta
kepolisian Blora karena diduga melakukan penggalian luar benda-benda cagar
budaya.
Aktivitas perburuan
ini dilakukan di Hutan Turut Tanah, Dukuh Nglawungan, Desa Tunjungan, Kecamatan
Tunjungan, guna mencari harta karun Wong Kalang.
Sebanyak 18 orang
yang diamankan itu diamankan saat sedang melakukan aktivitas pencarian dan
penggalain harta karun di Blora. Dalam penangkapan itu, sejumlah alat
penggalian, seperti puluhan pendeteksi baja diamankan oleh petugas dan 18 orang
tersebut juga dimintai keterangan oleh petugas Polsek Tunjungan.
Pihaknya mengimbau
kepada seluruh masyarakat, terutama di Kecamatan Tunjungan khususnya untuk
berperan aktif melindungi potensi cagar budaya Blora. Bila melihat ada kegiatan
penggalian tanpa izin, warga diminta untuk melapor kepada kepolisian setempat.
Para pelaku disinyalir warga Desa Ngawenombo Kecamatan Kunduran. Mereka diberikan pembinaan dan penjelasan tentang peraturan dalam pelestarian cagar budaya.(Mughnii/Agung)
0 Comments
Post a Comment