INFOKU, BLORA - Air di Sungai
Bengawan Solo yang tercemar limbah ciu berdampak pada operasional PDAM Blora.
Mereka menghentikan
pasokan air untuk 12 ribu pelanggan. Tersebar di lima kecamatan. Yakni Cepu,
Sambong, Jiken, Blora, dan Jepon.
Direktur PDAM Blora Yan Riyan Pramono mengaku, untuk mengolah kembali pihaknya harus menunggu kondisi air baku normal.
”Air sangat lambat
dan hitam pekat. Tidak bisa diolah,” bebernya.
Pihaknya juga belum
bisa memastikan kapan bisa kembali beroperasi. Sebab saat ini masih ada limbah
susulan. Tercemarnyaair Bengawan Solo yang diduga akibat limbah ciu dari
wilayah hulu.
Dengan adanya
pemberhentian pasokan air bersih tersebut, Yan meminta maaf kepada para
pelanggan.
Agar tidak
terus-menerus merugikan pelanggannya, pihaknya berharap ada tindakan dari
pemerintah agar tercemarnya air Bengawan Solo tidak terulang kembali.
”Harapan kita kepada
pelaku industri untuk bisa memproses melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dulu. Enggak langsung dibuang ke sungai,” harapnya.
Plt Kepala DLHK
Provinsi Jateng Widi Artanto mengaku, pencemaran itu terjadi sejak Senin (6/9).
”Kita cek mulai dari
Sukoharjo hingga Karanganyar sudah dipantau semua. Memang kondisi sedang
memburuk. Tidak bagus. Begitu juga dengan Blora,” jelasnya.
Dia mengaku sudah
melakukan pengawasan. Akhir 2020 juga gencar pengawasan terhadap 63 industri
besar. Sudah pengecekan lapangan. Sudah patroli juga. ”Tiba-tiba Senin muncul.
Cukup parah. Kita sudah tegur industri tersebut,” bebernya.
Sumber limbah berasal
dari air bahan ciu dan pembatik. Widi
mengaku untuk industri besar sudah ditangani dan diawasi DLH. Industri
kecil juga sudah diberi pembinaan.
Dengan adanya patroli
dan kembali ke kelompok-kelompok, pembuangan saat ini sudah berhenti.
Harapannya dalam dua hari ke depan bisa membaik.
”Tim masih di
lapangan. Tiap kecamatan ada penyuluhnya,” tegasnya.
Bahaya limbah sendiri
salah satunya bikin ikan mabuk. Untuk itu, pengolahan harus yang baik.
Betul-betul sempurna.
”Soal IPAL saat ini
masih terkendala karena pandemi. Kita sudah memberi pelatihan untuk memanfaatan
limbahnya. Misalnya untuk pupuk,” jelasnya.
Dia sendiri tidak
bisa memberi jaminan limbah itu tidak
mencemari sungai lagi. Sebab, namanya limbah bisa kapan saja terjadi.
”Bisa saja tiba-tiba IPAL yang rusak. Dan lainnya.
“Namanya pencemaran
lingkungan bisa fluktuatif. Namun, paling tidak bisa mengurangi,” ungkapnya.
Widi Artanto
menegaskan, kondisi saat ini memnag diperparah sungai yang kering. Aliran
airnya lambat.
”Tiba-tiba ada pembuangan langsung. Kalau yang besar kita berikan sanksi administratif. Namun belum sampai ada pencabutan izin. Tidak sampai ke sana. Pendekatan pemerintah untuk menutup saluran limbah ke sungai. Ini lebih efektif,” tambahnya. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment