INFOKU, BLORA - Dugaan kredit fiktif
mencuat di BKK Blora. Dari penelusuran wartawan, korbannya lebih dari 10 orang.
Salah satunya Suparjo
(SP), warga Desa Tamanrejo, Tunjungan. Dia lima kali tercatat pinjam uang.
Padahal, SP hanya sekali mengajukan pinjaman.
Pertama kali SP meminjam uang ke BKK Blora senilai Rp 10 juta dan cair pada 21 Desember 2018 dengan jangka waktu enam bulan. Lunas pada 25 Juni 2019. Setelah itu Suparjo mengaku tak pernah ambil hutang.
Namun dari dokumen
hasil penelusuran, nama Suparjo tercatat mengambil kredit lagi pada 25 Juni
2019.
Dengan nominal Rp 8
juta dan jangka waktu enam bulan. Lalu pada 17 Desember 2019, namanya kembali tercatat meminjam uang Rp 8
juta dan jangka waktu enam bulan.
Kemudian pada 19 Juni
2020, nama korban kembali dicatut untuk kredit di BKK Rp 7 juta. Dengan jangka
waktu 36 bulan. Terakhir pada 30 September 2020 juga tercatat pinjam Rp 8 juta.
Juga dengan jangka waktu 36 bulan.
Suparjo mengaku sudah
memberi pernyataan di atas materai. Yang menyatakan tidak pernah ambil pinjaman
setelah utangnya Rp 10 juta lunas.
Namun bulan
berikutnya kembali tercatat lagi di bank. Bahwa namanya tercatat sebagai
peminjam uang.
”Tahu saya ya saat
didatangi petugas. Padahal saya tidak meminjam,” ucap SP, salah satu warga yang
menjadi korban pinjaman bodong.
Dia menduga, namanya
dipakai orang yang tak bertanggungjawab untuk pinjam uang di BKK Ngawen tanpa
sepengetahuannya.
Dia juga menyesalkan
tindakan pihak bank yang tidak konfirmasi terlebih dahulu kepada dirinya selaku
nama nasabah yang di catut.
”Ada Bank yang
mencairkan uang atas nama saya, tapi saya sendiri tidak tahu. Tiba-tiba ditagih dan didatangi ke rumah
saya. Bahkan setelah saya memberikan surat pernyataan tidak pinjam uang, nama
saya kembali muncul. Ini banknya bagaimana?. Apa seperti ini proses dan
prosedur di BKK Blora,” tambahnya.
Direktur Utama
Perusahaan Daerah Bank PT BPR BKK Blora Puguh Haryono dalam keterangan kepada
wartawaan mengatakan, pihaknya segera mengusut tuntas persoalan tersebut. Kalau
kejadian itu benar adanya, berarti petugas telah melanggar SOP yang ada.
Pihaknya juga belum
bisa memastikan ada dugaan kongkalikong antara petugas dengan si oknum
peminjam.
”Semua petugas harus patuh SOP. Kami akan segera selesaikan ini dan jadi bahan evaluasi ke depan,” tambahnya. (Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment