INFOKU, BLORA - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI),
Indraza Marzuki Rais, telah mendengar adanya kabar tentang banyaknya elektronik
warung gotong royong (E-Warong) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang dianggap
fiktif.
Kabar tersebut awalnya mencuat setelah seorang pedagang telur ayam di daerah setempat berupaya membongkar 'bisnis kemiskinan' dalam menjadi agen penyalur Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Sebelumnya, yang
bersangkutan mengaku sempat 'dipingpong' ketika meminta penjelasan dengan
sejumlah pihak.
"Ini saya bawa
ke tim untuk dibahas," ujar Indraza Marzuki Rais dalam keterangan Pers,
Jumat (10/9/2021).
Salah satu dari 9
pimpinan ORI ini mengatakan, pihaknya akan melihat dan mempelajari secara
detail terlebih dahulu tentang permasalahan yang menjadi sorotan masyarakat
Blora ini. Alasannya karena permasalahan yang muncul dari berbagai penjuru
daerah, tidaklah sama.
"Nanti ini kita
akan lihat dan telaah dulu. Apakah ini kewenangan Ombudsman atau tidak. Kalau
sudah baru materi laporannya kita pelajari, terus perlu ada waktu
pemeriksaan," ungkap Indraza, sapaannya.
Jika masyarakat di
Blora ataupun daerah lain merasa tidak puas tentang agen E-Warong, ORI juga
menyarankan agar menanyakan langsung kepada dinas sosial ataupun pihak lain
yang berkaitan. Semata-mata tidak lain dan tidak bukan, untuk meminta jawaban
secara gamblang.
"Jika dinas
tidak memberikan tanggapan, barulah mungkin jika masyarakat tidak puas, juga
bisa ngobrol sama kepala daerah Bupati atau Walikota-nya," kata Indraza.
Jika masyarakat sudah
berupaya tetapi tidak ada tanggapan untuk segera ditindak lanjuti, ORI sendiri
juga mempersilahkan atau welcome jika masyarakat ingin melaporkan keberadaan
E-Warong yang dianggap fiktif itu.
Menurut Indraza,
munculnya kasus di lapangan kadang-kadang malah karena komunikasi yang tidak
sinkron antara penyelenggara dan layanan publik. Oleh karena itu, ia mendorong
agar masyarakat menjalin komunikasi kepada pihak-pihak terkait.
"Minta penjelasan, jangan sampai ada pengumuman yang salah oleh masyarakat ataupun penyelenggaranya tidak memberikan pengumuman atau penjelasan yang cukup kepada masyarakat, sehingga pelayanan publiknya kurang," jelasnya.
Indraza menjelaskan
pentingnya di daerah yaitu pihak Dinas Sosial, pihak Himpunan Bank Negara
(Himbara), maupun pihak DPRD, untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan dalam
penyaluran BPNT. Selain itu, penting juga untuk terus mengawasi E-Warong.
"Misalnya itu
sudah benar, lalu bagaimana mekanisme pelaksanaan dan pengawasannya. Karena
mungkin ada yang cuman punya alat Electronik Data Capture (EDC), tapi mungkin
ada juga warung yang tidak mau terima EDC," jelasnya.
Lebih lanjut, Indraza
mengakui sudah mengetahui E-Warong adanya karena ditunjuk pihak Himbara yang
ditugasi sebagai penyalur bantuan pemerintah untuk KPM oleh Kementerian Sosial
(Kemensos).
"Karena itu
perlu didalami lagi, aturan pembentukan dan penunjukkan E-Warong itu,"
katanya.
Berdasarkan informasi
awal dari seorang pedagang telur bernama Muhammad Fuad Mushofa, setidaknya
sudah ada sebanyak 14 E-Warong yang dianggapnya fiktif karena tidak memiliki
toko sembako serta malah dipakai bisnis oleh pejabat tingkat desa sendiri.
"Itu yang saya
tahu, yang belum terinventarisir masih banyak," kata Shofa, sapaannya.
Jebolan santri Pondok
Pesantren Khozinatul Ulum Blora ini mendapati belasan E-Warong itu dari
sejumlah kecamatan yang ada di Blora.
Yakni, meliputi dari
Kecamatan Todanan, Kecamatan Japah, Kecamatan Banjarejo, Kecamatan Tunjungan,
dan Kecamatan Blora kota.
Sebelumnya diwartakan bahwa pihak Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Blora mengungkap total adanya E-Warong sebanyak 504 yang menyalurkan BPNT untuk sekitar 80 ribuan KPM di Blora.(Endah/IST)
0 Comments
Post a Comment