INFOKU, JAKARTA -
Pandemi COVID-19 tengah melanda dunia dalam 1,5 tahun terakhir.
Berdasarkan
data dari worldometers.info, hingga minggu total kasus COVID-19 seluruh dunia
mencapai 204.105.357 kasus dengan angka kematian mencapai 4.315.655 jiwa dan
sembuh 184.281.846 orang.
Ada 5 negara
dengan kasus total terbanyak yaitu Amerika Serikat dengan jumlah kasus Covid-19
sebanyak 36.780.480, disusul India (31.997.017), Brasil (20.178.143), Rusia (6.469.910),
dan Prancis (6.310.933).
Adapun 10 negara dengan penambahan kasus harian Covid-19 tertinggi adalah Amerika Serikat (102.375), Iran (40.808), India (27.429), Inggris (25.161), dan Turki (23.731). Kemudian Rusia (22.160), Indonesia (20.709), Thailand (19.603), Malaysia (17.236), dan Jepang (14.472).
dr. Vito A.
Damay dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Junior Doctor Network (JDN) Indonesia
mengatakan, setiap negara memiliki caranya masing-masing. Hal tersebut amat ditentukan
dari persoalan yang dihadapi, kondisi, hingga jumlah penduduk.
"Tidak
mungkin membandingkan apple to apple tantangan apa yang dihadapi Indonesia saat
pandemi seperti saat ini. Tentu berbeda dengan negara lain. Dengan kondisi
negara dan jumlah penduduk yang bervariasi tentu berbeda dengan negara
lain," paparnya.
dr. Vito
berpendapat, yang bisa menjadi perbandingan adalah dengan penanganan pandemi di
Indonesia dalam 1,5 tahun terakhir ini. Ada capaian yang patut diakui dalam
penanganan pandemi.
Dia mencontohkan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) jauh lebih baikdaripada awal pandemi. Begitu juga obat-obatan yang diusahakan untuk terus dipenuhi.
Dia yakin
yang dilakukan bangsa ini saat ini lebih baik daripada setahun yang lalu dalam menangani
pandemi.
Tentu harus diakui masih banyak hal yang bisa diperbaiki yang perlukolaborasi, koordinasi lebih lanjut.
"Namun
hal yang tetap perlu diingat ada juga pencapaiannya," ujar dr. Vito.
Di lain sisi,
dia juga berpendapat, kritik memang perlu dilakukan. Selain itu yang tak kalah penting
adalah kontribusi. Kalau kritik tanpa kontribusi, dia menganggap kurang adil.
"Kritik
tentu boleh tapi juga berikanlah kontribusi dalam menangani pandemi,"
tegas dr. Vito.
Dia juga
menyinggung soal kontribusi media massa dalam penanganan pandemi.
dr. Vito mengapresiasi
media yang ikut melakukan edukasi masyarakat dan memberikan informasi terkait
pandemi COVID-19.
"Saat
ini juga ada usaha media untuk berkolaborasi dengan para ahli, agar dokter bisa
melakukan edukasi kepada masyarakat. Karena edukasi itu amat penting,"
ujarnya.
Jika tidak,
lanjut dr. Vito, maka masyarakat tidak memahami pandemi yang saat ini terjadi.
Dia
menceritakan, dalam pandemi Flu Spanyol 100 tahun yang lalu, karena masih
minimnya edukasi menyebabkan jatuh korban yang amat banyak. Orang tidak
mengetahui bagaimana bisa ada yang terkena flu, jatuh langsung meninggal dunia.
"Pandemi
saat itu (juga) terjadi di seluruh dunia, diperkirakan sepertiga populasi
manusia di dunia meninggal dunia (akibat flu Spanyol),” tambah dr. Vito.
Berkaca
dengan kondisi pandemi di beberapa negara, seperti di India, jumlah kematian yang
tercatat secara resmi akibat COVID-19 pada akhir Juni lalu mencapai 400.000.
Meski menurut
Riset Center for Global Development (CGD) diperkirakan jumlah kematian akibat COVID-19
di India bisa “10 kali lipat lebih tinggi” dari jumlah resmi yang tercatat
dalam data Pemerintah.
India juga menempati peringkat kedua, Negara dengan kasus COVID-19tertinggi kedua di dunia.
Sementara
Thailand, pada akhir Juli lalu, kembali menghadapi lonjakan kasus dengan penambahan
kasus harian lebih dari 17,5 ribu. Dengan angka kematian lebih dari 4,5 ribu.
Thailand
sempat menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang bisa mengendalikan pandemi
COVID-19 dengan sangat baik pada awal-awal masa pandemi.
Namun menghadapi
masalah saat program vaksinasi. Pemerintah Thailand memiliki kendala pada stok
dan pengelolaan program vaksinasi.
Pemerintah Thailand juga dinilai terlambat dalam memesan vaksin dibandingkan dengan negara-negara seperti Brunei, Vietnam, Indonesiahingga Malaysia. (Agung/IST/DARING)
0 Comments
Post a Comment