INFOKU, BLORA -
Tradisi Kupatan yang biasanya dirayakan H+7 Idulfitri membawa berkah bagi
penjual janur kelapa pada masa pandemi di kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Beberapa penjual janur mulai bermunculan di sejumlah pasar tradisional
Kabupaten Blora.
Sebagian besar
janur dipasok pedagang dari luar daerah karena di wilayah Blora minim pohon
kelapa akibat serangan hama wangwung (kumbang kelapa) sejak puluhan tahun
terakhir.
Aminah, salah satu pedagang janur asli Blora mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan janur menjelang Idulfitri 1442 Hijriah dan tradisi kupatan, dirinya membeli (kulak) dari wilayah Kabupaten Rembang dan Cilacap.
“Saya kulakan janur
dari Rembang dan Cilacap, tapi gak berani banyak, khawatir tidak laku dan layu.
Soalnya ini masih pandemi, tidak semua warga butuh janur,” katanya, di Blora,
Sabtu (15/5/2021).
Harga eceren janur
kelapa di pasar rakyat Sido Makmur Blora pada H+3 Lebaran 2021, satu ikat Rp20
ribu, berisi 50 helai janur.
“Sudah ada warga
yang membeli untuk selongsong ketupat dan lepet, sehari rata-rata laku 5 ikat,”
kata Sarpi, penjual janur eceran di pasar Blora.
Selain itu,
sejumlah penjual menyediakan selongsong ketupat.
"Selonsongnya
baru dibuat di tempat, sambil menunggu pembeli, saya menganyam. Ada yang pilih
beli janur, ada yang pilih beli selongsongnya,” kata Hartini penjual selongsong
ketupat di Pasar Blora.
Harga seikat
selongsong ketupat, kata dia, Rp7.000 berisi 10 buah selongsong.
Selongsong ketupat
membantu warga khususnya ibu rumah tangga sehingga tidak repot membuat lagi
untuk merayakan kupatan. “Tinggal diisi beras kemudian dimasak, tidak
perlu repot buat lagi. Agar tidak layu, diperciki air atau ditaruh di tempat
yang agak lembab,” kata Indah, seorang ibu rumah tangga.
Selain selongsong
ketupat, ada juga penjual ikatan untuk membuat lepet. Ikatan lepet dibuat dari
bambu yang sudah disayat tipis. “Saya jual tali lepet, satu ikatan saya
jual Rp2.000,” kata Windarti.
Lepet adalah
makanan terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa, kemudian dibungkus
janur dan diikat dengan tali sayatan bambu.
Sementara itu,
beberapa penjual di pasar Blora juga menjual ketupat, lontong dan lepet siap
saji untuk hidangan keluarga.
“Yang ingin makan
ketupat, lontong dan lepet, saya jualan yang sudah matang dan siap dimakan
dengan sayur,” kata Karyati, penjual ketupat siap saji.
Harga seikat
ketupat siap saji Rp15.000 berisi lima buah ketupat. Demikan pula harga lepet.
Kupatan di Blora merupakan tradisi yang berlangsung setiap H+7 Idulfitri. Warga Blora menyebut bodo kupat (hari raya ketupat).
Mereka bersuka cita
membuat ketupat dan lepet, kemudian dibuat sebagai tumpeng dan didoakan bersama
di rumah salah satu warga atau perangkat desa oleh pemuka agama, untuk memohon
keselamatan kepada Tuhan dan dimaafkan kesalahannya.
Beberapa warga
memilih membuat dan memasak ketupat lebih awal untuk bekal saudara yang balik
mudik ke luar daerah. Ketupat dan lepet juga diantarkan ke kerabat yang lebih
tua, sebagai lambang kebersamaan.
Dari berbagai
sumber menyebutkan, dalam filosofi Jawa, ketupat bukanlah sekadar hidangan khas
hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus.
Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari ngaku lepat atau mengakui kesalahan, oleh karenanya saling bermaafan antar keluarga dan kerabat. (Endah/TGH)
0 Comments
Post a Comment