Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 9 sumber berbeda)
Beberapa bulan lalu, ranah publik dikejutkan dengan langkah berani sekelompok orang yang menamakan dirinya Tim Advokasi Gerakan Rakyat (Tegar) Indonesia yang dengan penuh keberanian secara resmi mendaftarkan gugatan class action pada pasangan Ridho Ficardo- Bahtiar basri , sejoli pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung yang terpilih pada Pilgub 2014 lalu.
Gugatan yang bertajuk “Menagih Janji Kampanye Ridho-Bakhtiar” di daftarkan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan gugatan Nomor 93/PDT.G/2015/PN.Tjk, Kamis pagi 2/7/2015.
Gugatan Class action tersebut di wakili 6 penggugat dari 6 perwakilan kabupaten/kota berbeda, yakni Ricky HS Tamba dari Lampung Timur, Gunawan (Metro), Syamsudin (Lampung Tengah), Rizandi Tabrani (Bandar Lampung), Fadilatul Rahman Fikri (Way Kanan), dan Nurul Azmi (Tanggamus).
Gugatan Class action tersebut dilayangkan karena menilai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung M Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri mengingkari janji mereka saat kampanye pada Pilgub 2014 lalu.
Saat kampanye ujar Agus, pasangan gubernur dan wakil gubernur ini berjanji akan membenahi sistem pertanian dan membangun infrastruktur, khususnya jalan untuk meningkatkan perekonomian.
Menyediakan pendidikan gratis 12 tahun dari SD hingga SLTA bagi masyarakat, dan meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan untuk kebutuhan meningkatkan SDM masyarakat.
Berjanji menyediakan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat penggugat, serta berjanji tidak akan mengambil gaji selama menjabat gubernur dan wakil gubernur bila terpilih, kedua pasangan ini juga berjanji menurunkan dan menstabilkan harga sembilan bahan pokok yang merupakan kebutuhan primer masyarakat Lampung.
Namun , Kemudian gugatan Class action ini di sikapi konyol oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri.
Naif sungguh, seorang Gubernur justru membalas auto kritik dari warganya sendiri dengan menggugat balik dan meminta ganti rugi materiil dan imateriil senilai Rp25 miliar atau total Rp50 miliar.
Pilkada, Janji Politik dan Etika Bisnis
Seperti buah-buahan ada musimnya, sekarang ini kita sebut saja Indonesia sedang musim pilkada. Pilkada ibarat buah barangkali buah durian.
Semua orang saja mau menjoloknya. Dan sebagaimana hasil pemilu, demikian pula hasil pilkada dimana saja orang mempertanyakan bagaimana pelaksanaan janji-janji disaat kampanye.
Perjanjian dagang atau bisnis mungkin orang pergi kenotaris dan tanda tangan perjanjian. Disaat kampanye tak ada rakyat yang harus ikut tanda tangan perjanjian itu.
Tetapi tawaran program itupun janji. Programnya yang diumumkan saat kampanye adalah janji. Program yang didanai dari uang yang dikumpulkan dari pajak dan retribusi yang warga bayarkan pada Pemerintah.
Dan tentu saja program itu harus dihitung dan bila menerima harus tanda tangan kwitansi.
Saat ini kita boleh bertanya. Apa memang janji kampanye harus hanya diwujudkan pada omongan ataukah harus ter-akta-kan dan bermaterai
Andaikata ada salah seorang atau beberapa warga mengajukan gugatan ke pengadilan secara class action (gugatan kelompok) terhadap pasangan yang menang pemilu dan telah ingkar janji itu agar dihukum untuk memenuhi janjinya, apakah gugatan semacam itu dimungkinkan?
Jika pertanyaannya, apakah masalah di atas boleh digugat ke pengadilan? Jawabannya pasti boleh, karena pengadilan dilarang menolak menerima dan mengadili sebuah perkara.
Tetapi lain lagi persoalannya bila yang ditanyakan, apakah masalah tersebut bisa digugat? Justru inilah permasalahannya sekarang. Pengertian hukum 'boleh digugat' dan 'bisa digugat' berbeda.
Etika Bisnis Dalam Pilkada?
Dalam budaya bisnis dikenal adanya penggunaan manajemen kualitas yang disertifikasi oleh The International Organizations for Standardization (ISO). Secara sederhana, penerapan manajemen kualitas adalah janji yang berkaitan dengan kualitas dari perusahaan terhadap konsumen.
Janji tersebut dibuat dalam bentuk dokumen tertulis yang disampaikan kepada lembaga sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan bahwa janji tersebut memungkinkan untuk dilaksanakan dengan memperhatikan metode, alur, dan penanggungjawab yang disertakan dalam dokumen.
Secara periodik lembaga sertifikasi melakukan pemeriksaan, inspeksi dan audit untuk memastikan bahwa perusahaan telah menjalankan janjinya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan alur dan metode sebagaimana yang disampaikan dalam dokumen kualitas.
Apabila ditemukan janji yang melenceng atau metode yang keluar koridor, lembaga sertifikasi akan memberikan teguran dan perusahaan wajib memberikan alasan secara tertulis disertai perbaikan.
Jika hal ini tidak diindahkan, lembaga sertifikasi memiliki hak penuh untuk mencabut pengakuan kualitas yang telah diberikan sebelumnya.
Model proses ISO 9001:2000 antara lain mengatur sistem manajemen kualitas termasuk manual pelaksanaannya; tanggung jawab manajemen termasuk komitmen menuju pengembangan dan peningkatan sistem manajemen kualitas, menetapkan kebijakan kualitas dan tujuan kualitas; manajemen sumber daya; realisasi produk; serta analisis, pengukuran dan peningkatan (Gaspersz, 2001).
Pilkada dapat mengadopsi metode tersebut untuk menghasilkan kepala daerah yang berkualitas.
Setiap kandidat diwajibkan untuk menyerahkan dokumen janji politik. Selama ini kita hanya mengenal istilah kontrak politik yang biasa dilakukan antara kandidat dengan partai pengusung, kandidat dengan LSM maupun ormas, kandidat dengan konstituen, bahkan kandidat dengan sponsor dan donatur.
Lazimnya politik yang bermain di ranah kekuasaan, kebanyakan kontrak politik berisi janji-janji pembagian kekuasaan, baik dalam bentuk proyek, dukungan kebijakan hingga ke dukungan keuangan.
Dalam dokumen janji politik setiap kandidat harus mencantumkan antara lain : visi dan misi jika terpilih menjadi kepala daerah; sistem manajemen dan manual pelaksanaan untuk pencapaian visi dan misi tersebut secara gamblang dan detail; komitmen kandidat dalam melaksanakan visi & misi tersebut serta tanggung jawab yang akan ditempuh apabila gagal menjalankan misi; menetapkan kebijakan yang akan ditempuh dalam masa pemerintahannya serta menjelaskan secara detail tujuan kebijakan tersebut; manajemen sumber daya dalam pelaksanaan misi; realisasi misi dan bagaimana mengukur dan menganalisa keberhasilannya.
Sebagai dokumen pendukung juga sudah harus dicantumkan media plan & desain yang akan digunakan.
Mulai dari contoh gambar; kalimat-kalimat iklan (tag line); bahan dan media yang digunakan; berbagai disain kaos, sticker, pamflet, poster, spanduk, backdrop dan baliho; serta rekaman audio visual untuk iklan media elektronik.
Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan tidak boleh melenceng dari dokumen janji politik.
Dengan adanya janji politik yang terdokumentasi seperti itu, masyarakat konstituen memiliki dasar yang kuat untuk membangun persepsi terhadap kandidat.
Sehingga tidak ada lagi kalimat bersahut-sahutan antara para pendukung terhadap slogan yang dicantumkan di baliho kandidat seperti perang spanduk di pilkada : "Ayo Benahi Jakarta" dibalas dengan spanduk "Membenahi Jakarta - Serahkan Pada Ahlinya" lalu dibalas lagi dengan "Ahlinya mana ?? kok masih banjir".
Mempertimbangkan bahwa pilkada adalah ranah politik, janji politik yang disusun oleh kandidat harus memiliki kekuatan politik dan kekuatan hukum yang mengikat.
Ini dibutuhkan untuk menciptakan mekanisme pertanggungjawaban terhadap kandidat terpilih. Untuk itu janji politik tersebut sebaiknya dicantumkan dalam Peraturan Daerah yang mengikat kandidat terhadap rakyat melalui representasinya di DPRD.
Jika terjadi pelanggaran atas janji tersebut, DPRD dapat bersikap atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kepala daerah yang dapat bermuara kepada impeachment.
Masyarakat pun dapat melakukan class action atau langsung mengadukan pelanggaran tersebut ke polisi karena kepala daerah melakukan wanprestasi.###
Baca model tabloid
Gambar Klik Kanan, pilih buka Link baru
0 Comments
Post a Comment