INFOKU, BLORA – Diperkirakan Puncak panen
padi di Blora terjadi antara bulan Maret hingga April 2021.
Namun saat ini sebagian
petani di Blora sudah panen padi musim tanam pertama tahun ini.
Hanya saja, hasil panen tidak diiringi dengan kenaikan harga gabah, sebaliknya harga gabah basah anjlok dibandingkan tahun lalu.
Padahal saat ini
menginjak musim panen yang harusnya menjadi tumpuan bagi petani untuk menuai
hasil dari sawah.
Seorang petani asal
Kelurahan Beran, Kecamatan Blora, Mulyono (65) mengatakan, harga gabah basah
dari sawah yang baru saja dipanen hanya tembus di angka Rp 3.500 per
kilogramnya.
Padahal tahun lalu,
gabah basah dari sawah mampu tembus Rp 4.500 per kilogramnya. “Ini, kenapa
malah turun, repot semua.
Kalau dijual langsung tidak dapat untung petani ini,” ujar Mulyono, Sabtu
(6/3/2021).
Mulyono mengatakan,
dari satu petak lahan sawah yang digarap, rata-rata setiap panen mampu
menghasilkan 1,5 ton gabah.
Dengam harga saat
ini, Mulyono mampu mendapat sekitar Rp 5 juta. Hasil sebanyak itu
dinilainya tidak menguntungkan ketika dipotong modal tanam.
Untuk sekali tanam,
Mulyono harus mengeluarkan modal Rp 1 juta untuk pupuk. Belum lagi ongkos
buruh tanam Rp300.000, traktor Rp300.000.
Ongkos lainnya
yakni untuk kebutuhan bibit dan biaya perawatan sekitar tiga bulan hingga panen
yang menurutnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Jadi gabahnys
saya keringkan dulu, kemudian saya simpan," kata dia.
Menurut dia, petani
tidak bisa berbuat banyak. “Petani hanya bisa mengeluh,” katanya.
Ketua Kelompok
Kontak Tani Nelayan Andalsn (KTNA) Blora, Sudarwato, menilai merosotnya harga
gabah ini diperparah karena sebelumnya pupuk bersubsidi sulit
dicari. Kalaupun ada, stoknya sangat terbatas.
Akhirnya ada
beberapa petani yang kemudian menggunakan pupuk nonsubsidi. Pupuk sulit
ditambah harga gabah anjlok. Ia berharap pemerintah tidak impor beras. (Endah/ist/TGH)
0 Comments
Post a Comment