INFOKU, SEMARANG -
Semenjak dikeluarkan Surat Edaran dari pemerintah pusat, atas larangan bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi bagian dari ormas terlarang. Hal tersebut,
langsung diamini oleh Gubernur Ganjar Pranowo agar ASN dalam lingkungan
pemerintahan daerah yang dipimpin olehnya tidak ikut-ikutan menjadi simpatisan
ataupun anggota ormas radikal.
Untuk kedua
kalinya, Ganjar menjadi perhatian publik akibat melarang ASN terlibat ormas
radikal. Di tahun 2019 lalu, Ganjar dengan tegas bahwa ia akan mencopot pegawai
pemerintahan Jawa Tengah untuk menjauhi kelompok radikal.
Seperti yang ia katakan bahwa tidak segan-segan mengambil keputusan pemberhentian tugas secara tidak terhormat, hal tersebut ia mengacu pada UUD 1945 dan perjanjian fakta integritas ASN.
“Saya tegaskan, ASN
Jawa Tengah harus loyal kepada Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Kalau memang tidak setuju, harus terbuka saja datang ke kami sampaikan yang
tidak setuju. Tapi jangan umpet- umpetan dan secara diam- diam menyebarkan
kepada orang lain,” tegasnya.
Untuk itu, Pemprov
Jawa Tengah akan terus mengawasi dan melakukan pembinaan kepada seluruh ASN di
Jawa Tengah yang terindikasi masih berafiliasi kepada faham- faham radikalisme.
Jika ASN memiliki
paham radikal maka akan dibina. Jika tidak bisa, maka akan diberi peringatan.
Jika diberi peringatan berkali- kali masih tidak bisa, maka sanksi terberatnya
adalah pemecatan.
Penitikberatan
Ganjar kepada ASN merupakan perihal kesetiaannya pada ideologi pancasila dan
larangan terafiliasi. Hal tersebut, akan mempengaruhi kinerja individu ASN
maupun ruang lingkup kerjanya.
Sebagai Gubernur,
tentunya ucapan Ganjar menjadi sorotan publik dan menganggap bahwa sangat
sekuler dan tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) yang bebas bekerja,
berkarir, memilih perkumpulan ataupun menjadi anggota sebuah komunitas sesuai
keinginan sendiri tanpa ada paksaan.
Selain itu, ASN
diminta juga menjaga integritas dengan tidak melakukan praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme. Ganjar memang terkenal akan ketegasannya dalam berbagai masalah
termasuk korupsi dan gratifikasi jabatan yang terjadi di kalangan pemerintahan
Jawa Tengah.
Permasalahan
korupsi, kolusi, nepotisme dan gratifikasi di Indonesia sebenarnya masih
sering terjadi apalagi di wilayah pemerintahan daerah namun tentunya selagi
belum merasa puas akan hal tersebut, permasalahan tersebut tetap akan terjadi
lagi.
Menurut Ganjar, ia
telah mewanti-wanti agar ASN khususnya ASN di wilayah Jateng tidak terlibat
atau sekadar mengikuti arus yang ada. Selain citra ormas tersebut yang tidak
baik, pemerintah pusat juga telah melarang ormas seperti Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT),
Majelis Indonesia Timur (MIT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Aliansi
Nasional Anti Syiah (Annas), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Front Pembela
Islam (FPI).
"Maka kalau
ada yang nekat hari ini, hanya satu saja jawabannya. Meski tak copot. Ini saya
ingatkan terus menerus agar semuanya bisa bekerja dengan baik dan menjaga
integritas," ucapnya.
Sebenarnya, dalam
perekrutan ASN telah ada persyaratan yang tercantum dalam format Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP), adanya point integritas yang nilai minimalnya harus 90.
P
oin ini mengandung
kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, dan Negara Republik Indonesia. Namun,
jika ada ASN yang melanggar fakta integritas tersebut secara tidak langsung
menyatakan keluar dari lingkungan pekerjaannya.
Akan tetapi, fakta yang ada tidaklah seperti demikian walaupun secara terang-terangan ASN mengikuti kegiatan ormas radikal ataupun berbaiat setia kepada salah satu ormas diatas tetap saja mendapatkan posisinya seperti sedia kala.
Larangan ASN
berafiliasi dengan organisasi-organisasi terlarang juga sudah dikeluarkan oleh
pemerintah pusat. Surat Edaran (SE) Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
(BKN) juga melarang seluruh ASN berhubungan maupun mendukung seluruh organisasi
terlarang di Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran nomor
2/SE/I/2021 yang diterbitkan pada Senin (25/1/2021).
Beberapa pandangan
publik terhadap larangan tersebut, merupakan konsep sekularisasi dari berbagai
lini.
Beberapa ormas
maupun partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai bahwa
pelarangan tersebut merupakan langkah pemerintah pusat untuk mematikan
ormas-ormas yang berbasis keislaman.
Tentunya, banyak yang
menilai pendapat PKS tersebut merupakan ketakutan akan rahasianya yang
terbongkar karena banyak memfasilitasi kelompok-kelompok
ASN bergabung
dengan ormas radikal. Seperti diketahui, bahwa dalam surat edaran tersebut
bukan sekadar kelompok ormas Islam namun juga terdapat kelompok PKI yang
notabene merupakan penganut ideologi komunis.
Singkatnya,
pelarangan ASN untuk mendukung kelompok-kelompok atau organisasi
radikal merupakan langkah tepat memperbaiki sistem yang telah lama digerogoti
oleh kelompok radikal.
Dengan banyaknya kasus yang terjadi terlebih kelompok radikal secara persuasif melakukan kegiatan yang melanggar hukum dan lainnya. Langkah pemerintah sebenar cukup lamban dalam menilai sebuah situasi pada saat ini, dalam menangkal kelompok radikal tersebut. (Tanti/ist/)
0 Comments
Post a Comment