JAKARTA - Spekulasi
bermunculan di masyarakat terkait kecelakaan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air
SJ-182 Jakarta-Pontianak yang terjadi di wilayah Kepulauan Seribu. Namun, fakta
sesungguhnya harus menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) apa penyebab kecelakaan, termasuk soal apakah SJ-182
meledak di udara sebelum jatuh.
Spekulasi soal SJ-182 meledak sebelum jatuh karena adanya laporan nelayan yang menjadi saksi mata dipastikan terdengar ledakan dan adanya percikan api di udara. Tapi laporan saksi mata tidak bisa menjadi acuan fakta kejadian sebuah kecelakaan.
Menurut Pengamat
Penerbangan Gerry Soejatman masih dini untuk menyimpulkan apa yang terjadi
sesungguhnya untuk kecelakaan pesawat SJ-182. Karena masih dibutuhkan data
recorder dari black box sehingga gambaran kejadian bisa memberikan kesimpulan
yang besar.
Titik Black Box
saat ini sudah ditemukan. Instansi terkait dalam hal ini Badan SAR Nasional
(Basarnas) dan KNKT tengah mengupayakan pengambilan rekaman cockpit suara itu
dari perairan.
Namun dari laporan
KNKT dan barang bukti yang ada di lapangan, bahwa ada dugaan saat di udara
pesawat masih dalam kondisi utuh.
Menurutnya, tanpa
bermaksud ingin mendahului KNKT, pesawat bisa saja menukik tajam dengan
kecepatan tinggi dan menyentuh permukaan air yang membuat badan pesawat
tercerai berai.
"Puing kita
lihat yang ukuramnya tidak lebih dari 2,5 meter. Terlihat dari puing yang tidak
besar impact air dengan kecepatan tinggi. Kejadian ini sama dengan
Lion Air di Karawang. Kalau kita gabungkan dari data yang beredar, konsisten
juga pesawat utuh saat turun. Kena air, baru meledak," katanya kepada CNBC
Indonesia TV, Senin (11/1/2021).
Ia masih sebatas
menduga bahwa kemungkinan terjadi disorientasi perbedaan apa yang dirasakan
oleh pilot dan dari instrumen penerbangan saat pesawat itu memasuki awan tebal.
"Di sisi utara
bandara awan tebal. Saat mengudara ada perpindahan pilot ke ruang tiga dimensi.
Ada challenge yang dirasakan oleh pilotnya dalam kondisi tertentu,
ini bisa terjadi konflik di pilotnya. Sehingga dia mulai melakukan aksi yang
berbeda dari instrumen," katanya.
Dalam hal ini pilot
memiliki hak untuk mengatur penerbangan sesuai dengan intuisi untuk beradaptasi
dengan situasi dan standar prosedurnya.
Gerry menambahkan kecelakaan pesawat sering
terjadi akibat dari kombinasi disorientasi kru dan faktor cuaca. Ia menegaskan
tidak ada penyebab kecelakaan hanya berasal dari satu faktor. (ist/CNBC
Indonesia)
0 Comments
Post a Comment