INFOKU, JAKARTA -
. Saat ini, kita tidak hanya menghadapi pandemi COVID-19 saja, namun juga
problematika yang disebut infodemi baik dalam skala nasional maupun global.
Mudahnya akses
konsumsi dan produksi informasi melahirkan dunia yang penuh dengan informasi.
Dimana tidak semua informasi itu benar adanya. Ada yang sengaja membangun informasi palsu, dan ada pula yang melakukannya secara tidak sadar karena ketidaktahuannya dan dorongan emosi sesaat.
Infodemi yang
dihadapi sekarang ini muncul akibat penyalahgunaan informasi (information
disorder). Penyalahgunaan ini jamak ditemukan dalam bentuk hoaks atau
bentuk-bentuk penyalahgunaan informasi lainnya.
Hoaks adalah
informasi yang disampaikan ke masyarakat melalui saluran komunikasi tetapi
tidak memiliki sumber yang jelas atau bahkan tidak ada sumber sama sekali
sehingga dapat menyesatkan perputaran informasi di masyarakat.
Sedangkan bentuk
dari penyalahgunaan informasi dapat berupa misinformasi, disinformasi, dan
malinformasi.
Disinformasi dibuat
dan diedarkan dengan memuat informasi salah yang berbahaya bagi masyarakat
dimana pemuatan informasi salah tersebut dapat disebabkan oleh faktor
kesengajaan maupun ketidaksengajaan.
Sedangkan
malinformasi adalah informasi faktual namun ditujukan untuk merugikan
pihak-pihak tertentu dan misinformasi adalah informasi yang tidak tepat akibat
adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat.
“Penyebaran
infodemi ini berefek pada biasnya informasi sehingga bisa menutupi
informasi-informasi yang valid dari sumber-sumber resmi.Adanya infodemi semakin
memperkeruh keadaan. Kita semua berperan sangat penting dalam menghadapi
disinformasi dan hoaks. Kita perlu lebih teliti dalam menyaring informasi dan
tidak terpancing dengan judul-judul informasi yang provokatif serta kemudian
menyebarkannya karena dorongan emosi semata,” ujar Juru Bicara Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi.
Salah satu contoh
disinformasi terkait vaksin COVID-19 adalah postingan video tentang korban
suntik vaksin COVID-19 di Pamekasan dilarikan ke rumah sakit. Informasi ini
beredar di berbagai platform media sosial dan aplikasi pengiriman pesan.
“Faktanya adalah
video tersebut merupakan video lama yang beredar pada 2018," ujarnya.
Sementara itu,
Ketua Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko
Nugroho mengungkapkan bahwa media informasi seperti media sosial seringkali memuat
informasi yang belum valid.
“Sehingga
berpotensi meresahkan masyarakat, bahkan dapat menyebabkan provokasi dan adu
domba. Oleh sebab itu masyarakat harus bisa lebih berhati-hati memilih dan menyebarkan
berita,” ungkapnya.
Informasi-informasi
yang muncul di media sosial harus diperiksa terlebih dahulu sehingga tidak
mudah terhasut.
“Agar tidak mudah
termakan hoaks dan hasutan kita harus melakukan cek silang dari beberapa
sumber. Jangan mudah percaya informasi dari sumber-sumber yang tidak jelas yang
biasa disebarkan melalui media sosial dan grup WhatsApp,” tegasnya.
Upaya
Berantas Virus Hoaks
Kementerian Kominfo
terus meningkatkan upaya memerangi infodemi yang membawa virus hoaks atau
berita bohong ini dengan menyediakan layanan pengaduan Chatbot Anti Hoaks yang
dirancang untuk menjawab setiap pertanyaan publik mengenai informasi yang masih
diragukan kebenarannya.
Laporan yang
diterima Kementerian Kominfo akan diverifikasi sebelum ditindak.
Di era informasi yang serba digital, satu disinformasi atau hoaks saja bisa diviralkan ke ribuan orang dengan cepat melalui berbagai platform. Dari catatan Kemkominfo, dalam kurun waktu 3-12 Januari 2021 sudah ada 11 disinformasi atau hoaks yang tentang vaksin COVID-19. Ini berarti hampir tiap hari ada disinformasi dan hoaks yang dibuat dan diedarkan.
“Kemkominfo juga
telah berkoordinasi dengan empat platform media sosial untuk
bersama-sama menangani hoaks terkait COVID-19 di Indonesia serta melakukan
patroli siber terhadap konten-konten bermuatan hoaks maupun penyalahgunaan
informasi dengan waktu operasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu,” jelas Dedy
Permadi.
Selain itu, Mafindo
bekerjasama dengan WhatsApp juga membuat chatbot pengecek fakta. “Pada
umumnya, masyarakat Indonesia hanya melihat judul berita yang sensasional tanpa
membaca isinya lalu langsung meneruskannya ke grup chat mereka," tutur
Septiaji Eko Nugroho.
“Dengan chatbot
Turn Back Hoax di nomor WA 0859-2160-0500 kita bisa memverifikasi informasi dan
berperan dalam menekan disinformasi," ujarnya.
Ancaman infodemi ini sangat berbahaya bagi masyarakat. “Mari kita bersama-sama untuk tidak mudah terpengaruh sebuah informasi karena tidak semua informasi yang membanjiri dunia ini benar dan valid. Kita harus teliti dan tidak menjadi bagian dari penyebaran virus disinformasi dan hoaks ini,” pesan Dedy Permadi.(Agung/ist/DARING)
0 Comments
Post a Comment