INFOKU, BLORA -
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
akan mengelola hutan Getas-Ngandong seluas 10.901 hektare di
perbatasan Blora dan Ngawi.
Pengelolaan
tersebut nantinya menggunakan sistem pertanian dan kehutanan secara
terintegrasi yang dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah hutan.
Hutan tersebut sekitar 8.646 hektare wilayahnya ikut Kabupaten Blora dan sekitar 2.254 hektare masuk wilayah Kabupaten Ngawi.
"Ada 16 desa,
7 desa di Ngawi dan 9 Desa di Blora yang akan jadi mitra
kami. Kami nanti bermitranya dengan pemerintah desa yang di dalamnya ada LMDH
(Lembaga Masyarakat Desa Hutan)," ujar Dosen Fakultas Kehutanan UGM,
Teguh Yuwono kepada Tribunjateng.com, Sabtu (16/1/2021).
Terkait
pengelolaan hutan saat ini pihaknya tengah menunggu keputusan
penetapan area dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kemudian pengesahan
rencana pengelolaan jangka panjang yang akhirnya secara definitif hutan tersebut
menjadi hak UGM dalam pengelolaannya.
Sebelumnya UGM sudah
mengantongi izin dari KLHK pada Agustus 2016 terkait Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) di wilayah tersebut sebagai kawasan area pengembangan
pendidikan dan pelatihan.
Terlepas hutan yang
akan dikelola UGM sebagai kawasan pendidikan dan pelatihan, pihaknya
juga akan mengembangkan wilayah tersebut dalam bentuk Integrated Forest Farming
System (IFFS) atau sistem pertanian dan kehutanan secara terintegrasi yang
melibatkan masyarakat desa di wilayah hutan.
"Pelibatan
masyarakat itu wajib," ujar Teguh.
Teguh menjelaskan,
IFFS yang direncanakan itu akan menggunakan konsep agroforestry atau wanatani.
Artinya, nanti yang
ditanam di hutan tidak sekadar tanaman kayu, namun juga tanaman
jangka pendek misalnya buah-buahan.
"Contoh hutan yang
ada cuma jati, kami mau nanam nangka, durian, atau yang cocok dengan lokasi di
situ masyarakat juga berkesempatan di situ akan ada hasil hutan nonkayu,"
ujar dia.
Memang hutan di Blora yang
menjadi ciri khasnya adalah tanaman jati.
Kata Teguh,
pihaknya tidak akan menghilangkan jati dari hutan yang dikelola
pihaknya.
Hanya saja, ada
pengurangan jumlah tanaman jati yang diperuntukkan tanaman lainnya.
"Tidak akan
kami hilangkan jatinya, tapi kami kurangi jumlah jati perhektarenya.
Kalau Perhutani per hektare ada 1.100 pohon, kami nanti nanam 50 persen saja.
Masyarakat akan
punya tambahan lahan pertanian di hutan," kata dia.
Dalam pengembangan
tersebut juga akan disediakan tempat pengolahan hasil hutan.
Jadi, dalam
lingkup hutan yang dikelola UGM lengkap dari hulu hingga
hilir.
Termasuk
pembangunan infrastruktur bagi masyarakat di wilayah hutan tersebut.
Baginya, penunjang
terkuat dalam program pengembangannya adalah infrastruktur.
Rencana tersebut
memakan biaya yang tidak sedikit. Fakultas Kehutanan UGM pun memiliki
keterbatasan untuk anggaran.
Maka, akan menjalin
kerja sama dengan berbagai pihak.
"Tantangannya UGM banyak
keterbatasan, kalau SDM punya banyak tapi anggaran terus terang jadi kendala.
Maka kami akan sinergi multipihak," kata dia.
Menanggapi rencana
tersebut, Wakil Bupati Blora Arief Rohman menyambut baik.
Rencana tersebut telah diketahuinya, maka dalam waktu dekat dia akan menjalin komunikasi dengan Kehutanan UGM.
"Ini menarik. Soalnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Blora selatan," kata Arief. (Setyorini/ist/TRB)
0 Comments
Post a Comment