INFOKU, JAKARTA –
Pemerintah akan segera memulai program vaksinasi COVID-19 secara bertahap
selama 15 bulan ke depan. Sementara itu, pemerintah juga telah mendistribusikan
vaksin ke daerah-daerah guna memperlancar proses vaksinasi yang rencananya akan
dimulai pada bulan ini setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
menyelesaikan analisa fase klinik tahap III dan mengeluarkan Persetujuan
Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Setelah Badan POM mengeluarkan persetujuan tersebut, maka vaksin pertama yang diuji, yaitu vaksin CoronaVac dari Sinovac, dinyatakan aman, bermutu, dan efektif sehingga dapat digunakan.
Tenaga kesehatan
yang berjumlah 1,3 juta orang serta 17,4 petugas layanan publik yang tersebar
di 34 provinsi di Indonesia akan diprioritaskan oleh pemerintah menjadi
penerima vaksin pertama.
Hal ini karena
tenaga kesehatan dan petugas publik merupakan pihak yang paling rentan tertular
karena berada di garis terdepan dalam penanganan pandemi COVID-19.
Selain memastikan
keamanan dan efektivitas vaksin, pemerintah juga telah mempersiapkan mekanisme
untuk mengantisipasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) meskipun
berdasarkan uji klinis yang tengah dilakukan Tim Riset Uji Klinis Vaksin
COVID-19 Universitas Padjadjaran (Unpad), hingga saat ini hanya menemukan
adanya efek samping ringan, seperti reaksi lokal berupa nyeri pada tempat
suntikan. dr. Siti Nadia Tarmidzi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari
Kementerian Kesehatan,
“Meskipun kita
tidak mengharapkan adanya KIPI pada pelaksana. vaksinasi COVID-19, Kemenkes
dengan Komnas KIPI telah menyiapkan langkah antisipatif bila terjadi efek
samping pada penerima vaksin. Saya juga pastikan bahwa Pemerintah tidak akan
melakukan vaksinasi sebelum ada persetujuan penggunaan darurat dari Badan POM
yang menyatakan vaksin COVID-19 aman dan berkhasiat.” Jelas dr. Siti Nadia
Tarmidzi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19.
Sementara Prof. DR.
Dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), MTropPaed, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) mengatakan, “Kandungan vaksin yang dipilih dan dipergunakan
oleh pemerintah dipastikan tidak berbahaya karena sudah dipantau keamanannya
sejak uji pra klinik, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara
lain. Namun perlu diingat bahwa vaksin adalah produk biologis sehingga bisa
menimbulkan reaksi alamiah seperti nyeri, kemerahan, dan pembengkakan di daerah
suntikan.”
Lebih lanjut Hindra
menyatakan pasien yang mengalami gangguan kesehatan yang diduga akibat KIPI
akan menerima pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian
kausalitas KIPI berlangsung dan semua biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh
Pemerintah.
Untuk
mengantisipasi munculnya KIPI, Pemerintah telah menyiapkan skema alur kegiatan
pelaporan dan pelacakan KIPI sebagai berikut:
1. Setiap fasilitas
pelayanan kesehatan (fasyankes) telah menetapkan contact person yang dapat
dihubungi apabila ada keluhan dari penerima vaksin.
2. Penerima vaksin
yang mengalami KIPI dapat menghubungi contact person fasyankes tempat
mendapatkan vaksin COVID-19.
3. Selanjutnya,
fasyankes akan melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan rumah sakit
akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Untuk kasus
diduga KIPI serius, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan konfirmasi
kebenaran kasus diduga KIPI serius tersebut ke puskesmas atau fasyankes
pelapor.
Jika benar
terkonfirmasi sebagai KIPI serius maka kasus harus segera dilakukan investigasi
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas/fasyankes, berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan jika diperlukan berkoordinasi pula dengan
Komite Ahli Independen (Pokja/Komda/Komnas PP-KIPI).
Kemudian bila perlu dilakukan pemeriksaan uji sampel vaksin maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Balai Besar POM Provinsi. Hasil investigasi akan segera dilaporkan ke dalam website keamanan vaksin untuk selanjutnya dilakukan kajian oleh Komite Ahli Independen (Komnas dan/atau Komda PP-KIPI).(Mughnii/ist/DARING)
0 Comments
Post a Comment