INFOKU, JAKARTA -
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan proses perdana dari program vaksinasi
bertahap dengan Presiden Joko Widodo, sebagai orang pertama di Indonesia yang
mendapat suntikan vaksin Sinovac pada pukul 09:42 WIB di Istana Negara, Jakarta
Pusat.
Menyusul Presiden Joko Widodo, sejumlah pejabat negara dan tokoh masyarakat juga turut serta menerima vaksin pada hari ini, di antaranya Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M. Faqih, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Idham Azis, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan, dan Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin.
Menurut Ketua Umum
Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Dr. dr. Hariadi Wibisono, proses
vaksinasi perdana yang disiarkan secara langsung tersebut merupakan cara yang
baik untuk meyakinkan masyarakat akan keamanan vaksin yang digunakan.
“Ini adalah suatu
momen yang sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah tidak
akan memberikan sesuatu yang bernilai mudharat ke masyarakat. Dengan menerima
vaksin COVID-19 lebih dulu, para pemimpin kita ini telah memberikan contoh yang
baik agar masyarakat tidak perlu lagi takut dan ragu untuk divaksinasi,” ungkap
Dr. dr. Hariadi.
Sebelumnya Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah menjamin keamanan vaksin COVID-19
produksi Sinovac yang digunakan di tahap pertama program vaksinasi di
Indonesia, dengan mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use
authorization (EUA). BPOM juga telah mengumumkan hasil efikasi berdasarkan uji
klinik fase 3 di Indonesia yang mencapai 65,3%. Angka efikasi ini lebih tinggi
dari ketentuan WHO yang menetapkan syarat minimal efikasi vaksin COVID-19
sebesar 50%.
Dr. dr. Hariadi
melanjutkan bahwa isu efikasi erat kaitannya dengan seroconversion. “Seroconversion
itu adalah seberapa jauh tubuh kita mampu bereaksi terhadap vaksin. seroconversion
bukan ditentukan oleh kualitas vaksin, tapi oleh kondisi tubuh seseorang. Ada
orang-orang yang tubuhnya tidak mampu membentuk antibodi, sehingga sebagus
apapun vaksin yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap tubuh mereka.”
Ia menambahkan
bahwa faktor kualitas rantai dingin (cold chain), yaitu sejak vaksin tersebut
keluar dari pabrik hingga saat akan disuntikkan, juga akan menentukan
baik-tidaknya kualitas vaksin.
“Pengawasan rantai
dingin yang baik juga akan mempengaruhi kualitas vaksin. Vaksin COVID-19 dari
Sinovac yang kita gunakan saat ini dibuat dengan metode inactivated virus.
Indonesia telah memiliki pengalaman berpuluh tahun dalam membuat dan mengelola
vaksin dengan model seperti itu. Dari sisi produksi, saya yakin produsen kita
sudah siap dan berpengalaman. Sedangkan dari sisi distribusi, infrastruktur
kita juga sudah siap karena suhu penyimpanan vaksin harus dijaga di 2-8 derajat
Celsius. Puskesmas dan dinas kesehatan provinsi kita sudah punya yang namanya
rantai dingin itu tadi, yaitu lemari es, freezer dan alat lainnya yang mampu
menjaga suhu di 2-8 derajat Celsius sehingga tidak perlu investasi tambahan.”
Sebagai upaya
bersama membebaskan masyarakat Indonesia dari pandemi, Dr. dr. Hariadi
menekankan bahwa program vaksinasi bertahap ini membutuhkan partisipasi semua
pihak, termasuk tenaga kesehatan yang menjadi kelompok pertama yang akan
divaksinasi.
“Saya mengajak
seluruh masyarakat, terutama para tenaga kesehatan, untuk ikut divaksinasi.
Karena vaksinasi ini tidak hanya melindungi diri kita, tapi juga keluarga dan
lingkungan, serta masyarakat luas. Percayalah bahwa pemerintah pasti sudah
memilih yang terbaik untuk kita. Jangan sampai kita menjadi sumber penularan
virus COVID-19, tapi jadilah pemutus rantai penularan tersebut,” pesan Dr dr
Hariadi.
Diakhir
perbincangan, beliau berpesan agar masyarakat tetap menjaga 3M: memakai masker,
mencuci tangan, dan menjaga jarak.
“Penyelesaian masalah pandemi ini tidak hanya dengan vaksin saja, namun tetap harus didukung dengan penerapan protokol kesehatan. Vaksin tidak menggantikan protokol kesehatan, tapi berjalan bersama,” tutupnya.(Endah/ist DARING)
0 Comments
Post a Comment