(Penulis
Drs.Ec. Agung Budi Rustanto – Pimpinan redaksi Tabloid Infoku Diolah dari 4
Sumber Berbeda
Dalam setiap hajatan pemilihan umum, baik pemilihan presiden, pemilihan legislatif hingga pemilihan
kepala daerah, sangat tidak asing rasanya mendengar banyaknya perilaku para
calon yang menghalalkan segala cara untuk merebut singgasana kekuasaan.
Konsepsi
pembangunan yang seharusnya menjadi awalan dalam menghitung komitmen calon
kepala daerah, sebagai gambaran percikan pemikiran yang jelas tentang
perencanaan dan pelaksanaan program sebagai turunan dari konsepsi setiap
tahunnya ketika terpilih, seperti tidak pernah menjadi ruang pertarungan.
Dalam beberapa
perhelatan pemilihan umum atau Pilkada, masyarakat sangat jarang dapat
menemukan sebuah kontestasi pertarungan ide atau gagasan, hingga solusi setiap
permasalahan. Namun justru disibukkan dengan pepesan kosong tentang suku, agama
dan ras hingga kekayaan setiap calon, bahkan pesona personal calon.
Tanpa adanya
kontestasi yang mempertemukan ruang pertarungan ide atau konsepsi sebagai buah
pemikiran, maka praktik politik yang muncul adalah dominasi pencampur-adukkan urusan
personal dan uang, sebagai senjata pilihan untuk membutakan mata para
pemilih yang menjadi objek pendulangan suara.
Partai Politik
Pemilihan kepala daerah adalah proses yang memiliki fleksibilitas yang sangat longgar, baik dalam hal koalisi, oposisi atau apapun namanya, sering hanya berujung pertemuan titik kepentingan.
Basis ideologi
partai pengusung yang seharusnya menjadi garis strategi dan tujuan politik
sering tidak relevan dalam melihat peta koalisi yang terbangun dalam hajatan
pemilihan umum dan kepala daerah.
Proses rekrutmen
calon kepala daerah dalam Pilkada seharusnya adalah ruang terbesar dari
tanggung jawab tugas dan fungsi partai politik. Sehingga penentuan
kredibilitas, kapabilitas dan kualitas calon kepala daerah sangat tergantung
pada komitmen yang dimiliki oleh partai politik.
Dalam banyak
kesempatan, partai politik sering mengemukan setidaknya tiga faktor utama yang
menjadi pertimbangan dalam menentukan calon, yakni popularitas, elektabilitas
dan kapabilitas.
Ketiga faktor yang
sering diklaim partai politik sebagai penentu dalam memberikan dukungan, jika
konsekwen tentunya faktor tingkat pengenalan pemilih atau popularitas calon
adalah yang utama menjadi penentu siap calon yang akan diusung.
Faktor popularitas
yang tentunya akan dilanjutkan dengan tingkat elektabilitas, yang tidak akan
mungkin dibangun dalam satu atau dua bulan, karena sesungguhnya butuh waktu
bertahun-tahun untuk menjadikan seorang calon elektabel di mata masyarakat.
Selain popularitas
dan elektabilitas, faktor utama yang sering disebutkan, namun paling sering
diabaikan adalah kapabilitas. Di sinilah sering terjadi kekaburan makna dalam
penentuan calon kepala daerah. Karena seharusnya kapabilitas berwujud dalam
karya nyata atau prestasi yang ada.
Kapabilitas sangat
berhubungan dengan rekam jejak pengalaman kemasyarakatan, politik, dan karya
nyata dalam memperjuangankan konsepsi pemikirannya. Tanpa rekam jejak dan karya
nyata yang jelas, akan sangat sulit untuk mengukur kapabilitas seorang calon kepala
daerah.
Karena fakta yang
sering terjadi adalah proses perekrutan calon justru sangat dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu channels atau kedekatan dengan pimpinan partai politik.
Jaringan, atau jalur untuk mempengaruhi mekanisme yang berjalan dalam partai
politik dan yang terakhir adalah kredit.
Kredit yang
dimaksud adalah kemampuan calon secara finansial dalam mengarungi kontestasi
Pilkada, kontestasi yang sangat membutuhkan kesiapan biaya untuk membiayai
survei, kampanye, dan operasional timses yang besarnya luar biasa.
Jika melihat
gambaran situasi yang telah menjadi tradisi dalam setiap hajatan Pemilu dan
Pilkada, maka impian untuk melahirkan pemimpin yang memiliki konsepsi ke depan
menjadi sesuatu yang sangat sulit.
Kritik dan masukkan
dari masyarakat selaku pemberi mandat kepada parpol sebagai pemilik tugas dan
fungsi rekrutmen pejabat publik, terutama tentang kapabilitas dan integritas
pasangan calon yang diusung mungkin sudah berulangkali disuarakan.
Kritik yang
seharusnya menjadi pemikiran pimpinan partai politik sebagai pertimbangan dalam
menentukan calon pasangan yang diusung. Karena sesungguhnya kinerja para kepala
daerah yang diusung oleh partai politik adalah cermin tersendiri bagi wajah
partai politik pengusung.
Bahwa peran parpol
adalah meningkatkan, memperjuangkan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat
yang kemudian dituangkan dalam program-program konkret dapat terlaksana.
Pertarungan Konsepsi
Penentuan pasangan
calon kepala daerah mungkin tinggal menunggu waktu, sekaligus menunggu apakah
kontestasi Pilkada akan berlangsung dalam tataran pertarungan konsepsi dan ide,
atau akan terjebak dalam pertarungan suku, agama, ras dan kekuatan finasial.
Dari pertarungan
konsepsi kemungkinan masyarakat dapat melihat integritas, kapabilitas dan otoritas
calon yang disodorkan oleh partai politik. Yakni integritas sebagai karakter
dan perilaku etis yang bersifat moral dan personal.
Integritas sebagai
cermin dari satunya pikiran, perkataan dan perbuatan, keteguhan dalam
menjalankan komitmen dan konsisten menjalankan prinsip-prinsip kebenaran
universal serta keberanian untuk memikul tanggung jawab.
Dari konsepsi juga
akan terlihat kapabilitas, yang merupakan gabungan dari motivasi, pengetahuan
dan keterampilan, yakni calon yang paham dan ahli di bidangnya, dengan mengukur
kualitas dan produktivitas pekerjaannya selama ini.
Konsepsi juga mencerminkan manajerial otoritas, yang merupakan kewenangan jabatan yang secara formal akan menggerakkan organisasi yang dipimpin. Yakni menggunakan otoritas yang dimiliki sebagai alat yang efektif untuk menerapkan peraturan dan melaksanakan program sebagai perwujudan konsepsi pemikiran.
Maka harapan panggung demokrasi dalam perhelatan Pilkada 2020 berisikan kontestasi pertarungan konsepsi antar calon kepala daerah, akan memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk membedakan antara emas dan loyang, antara nurani dan ambisi, antara kinerja dan sebatas mimpi.###
0 Comments
Post a Comment