INFOKU, JAKARTA -
Target produksi vaksin COVID-19 di Bio Farma mencapai 250 juta dosis.
Pengalaman Bio Farma dalam produksi puluhan ribu vaksin sudah sejak 130 tahun
lalu. Vaksin produksi Bio Farma juga telah digunakan Negara Organisasi
Kerjasama Islam (OKI).
Survei nasional yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) didukung UNICEF dan WHO menunjukkan, 64,8% dari 115.000 responden di 34 Provinsi, bersedia menerima vaksin COVID-19.
“Untuk
mempersiapkan vaksinasi COVID-19 di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah
melatih 7000 dari 23.000 tenaga kesehatan (nakes) sebagai vaksinator. Dan
pastinya, manajemen vaksin dan rantai dingin (cold chain) pun dengan cermat
dipersiapkan”, ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas COVID-19
dalam acara Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru
bertema Jalan Panjang Vaksin sampai ke Tubuh Kita, yang diselenggarakan Komite
Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (18/11).
Pada kesempatan
yang sama, dr. Dirga Sakti Rambe M.Sc, Sp.PD, Vaksinolog, juga turut
menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki infrastruktur yang memadai untuk
proses distribusi vaksin hingga ke pelosok, termasuk vaksin COVID-19 yang
sedang ditunggu-tunggu.
“Perlu diketahui
vaksin itu adalah produk biologis yang perlu disimpan dengan cara khusus,
karena sensitif terhadap suhu. Mayoritas vaksin disimpan pada suhu 2-8 derajat
celcius, kecuali vaksin polio yang minus 20 derajat celcius. Sejak vaksin
diproduksi sampai digunakan di rumah sakit dan puskesmas, transportasinya mesti
terjamin suhunya. Dan jangan khawatir, kita sudah berpengalaman. Kita sudah
siap”, ujarnya.
Indonesia memiliki
pengalaman bertahun-tahun dalam memproduksi, mendistribusi, hingga
mengimplementasikan vaksin. Sistem rantai dingin yang menjadi salah satu unsur
penentu kualitas vaksin juga sudah terbangun dengan baik.
"97 persen
sistem rantai dingin ini berjalan dengan baik jadi tidak perlu khawatir. Mulai
dari pabrik sampai yang menerima di puskesmas, misalnya di Aceh atau Papua itu
semua sudah siap," kata dr. Dirga.
Terkait sumber daya
manusia yang akan memberikan vaksinasi nantinya ke masyarakat, Indonesia telah
memiliki 23.000 vaksinator yang terlatih.
“Bahkan vaksinator
sudah dibekali pelatihan khusus oleh Kementerian Kesehatan, dan telah 7000
vaksinator yang sudah terlatih khusus” tambah dr. Reisa.
“Saat ini di
Indonesia ada sekitar 440.000 dokter umum, dokter spesialis, perawat, dan bidan
yang semuanya saya yakin siap bergotong royong mensukseskan persiapan vaksinasi
ini. Pada prinsipnya, kita ingin semua terlibat supaya vaksin ini bisa
dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat” jelas dr. Dirga.
Masyarakat perlu
sedikit bersabar hingga hasil uji klinik fase III selesai dan izin Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) keluar terlebih dahulu, baru vaksin COVID-19
bisa beredar di Indonesia.
“Dari data itu
nanti ketahuan, berapa besar efektivitas vaksin COVID-19. Setelah itulah
produsen mengajukan izin edar ke BPOM. Jadi kalau vaksin sudah mendapat izin
edar dari BPOM itu sudah dipastikan keamanan dan efektivitasnya. Kalau ada
klaim efektivitas vaksin A sekian, itu tidak apa-apa, kita terima sebagai infomasi.
Tapi efektivitas sesungguhnya kita terima nanti setelah proses uji klinik fase
III selesai dilaporkan” terang dr. Dirga.
Masyarakat tetap
harus melakukan segala upaya untuk mencegah tertular COVID-19, meskipun
nantinya vaksin sudah beredar luas. “Upaya 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan,
Menjaga Jarak) itu harus terus kita lakukan. Vaksin itu untuk melengkapi
pertahanan tubuh kita karena perlindungannya spesifik. Semua ini kita upayakan
agar pandemi ini bisa kita kendalikan”, tutup dr. Dirga.(Ag/IST/DARING)
0 Comments
Post a Comment