(Penulis Drs.Ec. Agung Budi Rustanto – Pimpinan redaksi Tabloid Infoku
Diolah dari 7 Sumber Berbeda)
Pembangunan dalam bidang kesehatan adalah bagian dari upaya politik. Karenanya,
pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seharusnya tidak hanya
dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala
daerah. (Bambra, 2005).
Sebuah studi yang
dilakukan Navarro pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara
ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan
masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan
tersebut.
Konsep kesehatan
yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang
berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas
yang lebih luas, program-program prioritas yang bersifat reaktif seperti
BPJS/pengobatan gratis.
UU Kesehatan No. 36
Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b menyatakan, setiap kegiatan dalam upaya
untuk memelihara, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.
Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas berdaya saing.
Mewujudkan hal
tersebut, pemerintah harus berperan aktif bahwa politik kesehatan
adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang
didasari hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warganegara.
Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan pemerintahan dan
keputusan politik yang juga sehat.
Membicarakan Politik
Kesehatan maka membahasa mengenai ilmu dan seni untuk memperjuangkan
derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem
ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Derajat kesehatan
hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.
Penentuan kebijakan
di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas
dari politik.
Oleh karena itu,
kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian pengaruh interaksi
elit kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik
kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya,
dan bargaining position di antara elit yang terlibat.
Proses pembentukan
kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu
yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat
lebih menguntungkan pihaknya.
Contoh
pengaruh politik terhadap kesehatan, diantaranya anggaran kesehatan.
Sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan,
diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk
kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang sangat besar, karena negara tidak ingin
rakyatnya sakit-sakitan. Pemerintah bersama DPR membebani impor alat-alat
kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga
keputusan politik.
Contoh lainnya, UU
Tembakau. Cukai rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia
semakin meningkat biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi
tembakau terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung
oleh masyarakat miskin.
Angka kerugian
akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan angka
kematian akibat penyakit yang diakibatkan merokok terus meningkat.
Kesehatan
dan Komitmen Politik
Masalah kesehatan
pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk memecahkan
masalah kesehatan diperlukan komitmen politik.
Para
aktor politik sebagai penentu kebijakan masih beranggapan sektor
kesehatan lebih merupakan kegiatan yang bersifat konsumtif, ketimbang upaya
membangun sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada
keguncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan
meningkat.
Menumpuknya rumah
sakit, puskesmas, poliklinik, bidan, dan dokter bukan merupakan jaminan
meningkatnya kesehatan penduduk.
Sehingga dalam
upaya memecahkan masalah kesehatan tidak bisa hanya dilakukan di
bangsal-bangsal rumah sakit ataupun ruang tunggu poliklinik atau puskesmas.
Melainkan
diperlukan intervensi yang serius dari ”Aktor Politik” apakah di Departemen
Kesehatan yang di komandani oleh ”Aktor Politik”.
Sebagai pembantu
presiden (Menkes) yang melaksanakan kebijakan politik Presiden yang
telah mengangkatnya, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab kepada Gubernur/ Bupati/Walikota serta Aktor Politik di DPR RI / DPD/
DPRD Propinsi/ Kabupaten/Kota.
Perkembangan
Politik Kesehatan di Indonesia
Perubahan politik adalah
pedang bermata dua bagi kesehatan. Beberapa tantangan besar mempengaruhi sektor
ini, serta beberapa sumber dinamisme, timbul dari desentralisasi.
Desentralisasi politik dan
fiskal telah menghasilkan satu set kompleks tantangan untuk pemrograman
kesehatan.
Di satu sisi,
desentralisasi pelayanan kesehatan menciptakan peluang bagi visioner pemimpin
lokal untuk mengembangkan program kesehatan yang ditargetkan untuk para
pemilih.
Tetapi juga telah
membuat sistem rentan terhadap politik kekuasaan lokal dan korupsi
dicentang, dan melanggengkan kesenjangan antara daerah kaya dan miskin.
Era Reformasi
menjadi tonggak pergantian sistem, termasuk sistem kesehatan, Sehingga nantinya
orang yang konsen pada isu kesehatan dan ahli dibidang kesehatan yang tepaat
sebagai kepala dinasnya.
Dengan kata lain
Kepala daerah hendaknya memilih orang yang peduli kepada kesehatan, sehingga
akan mengalokasikan APBD untuk pembangunan kesehatan di daerahnya dengan
kesungguhan hati. ###
0 Comments
Post a Comment