(Penulis Drs
Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 9 sumber
berbeda)
“Politik tak
pernah punya perasaan. Ketika dia harus berjalan, dia berjalan. Ketika dia
harus mendekati tujuan, dia mendekatinya. Mungkin merunduk-runduk dalam
kegelapan. Mungkin dengan memasaang jebakan-jebakan untuk mempersulit lawan
maupun kawan di partai yang menghalanginya. “
Mungkin susah kita
mengartikan apa sebenarnya makna politik dalam proses kehidupan, kisah
romantika politik di tanah air kita ini penuh warna-warni dari yang penuh
tetesan air mata, layaknya kisah sinetron jam tujuh malam.
Ada yang penuh amarah dengan dibumbui darah bagai film bollywood yang penuh
drama lebay penuh rekayasa.
Kadang terpikir mungkin nasib bangsa ini sudah seperti ini, ratusan tahun
dijajah oleh penjajah yang tidak mewariskan suatu pondasi yang bagus terhadap
sistem politik bangsa.
Penjajahan belanda yang isinya hanya perampokan dengan intrik-intrik
politik, yang paling terkenal politik Adu Domba.
Ini suatu bentuk yang paling keji warisan penjajahan Belanda adalah politik
kelicikan, apapun untuk suatu tujuan.
Sedangkan penjajah bangsa ini yang tak kalah fenomenalnya adalah Jepang,
meski hanya seumur jagung, Jepang menjajah bangsa ini tapi pola pikir dasar
politik jepang sangat mempengaruhi proses pendewasaan politik di Indonesia.
Penyiksaan Jepang dan perlakuan jepang terhadap bangsa kita yang dulu
dikenal dengan sebutan romusa sungguh membekas, kita diajarkan kekejaman terhadap
manusia itu sah dalam kepentingan politik.
Belanda dengan kelicikan sedangkan Jepang dengan Kekejaman warisan paling
kelam terhadap bangsa ini.
Meski kita selalu mencoba menghindar dan membentengi dengan akar budaya dan
kearifan lokal, tapi sepertinya itu hanya menjadi wacana semu untuk bisa
menjadi dalih sempurna akan keserakahan dan kemunafikan.
Politik yang sebenarnya hanya konsep dalam bentuk tata cara untuk
mewujudakan apa yang kita jadikan tujuan hidup sebagai manusia normal, yang
hanya membutuhkan kestabilan dalam menjalani kehidupan dengan sebutan hidup
makmur.
Tapi apa daya politik terseret pada paradigma negatif, kita hanya
dikenalkan dengan makna politik sebagai kebiadaban, politik adalah kemunafikan
yang berjalan lurus dengan keserahakan.
Politik hanya cara bagi begundal-begundal penjilat untuk bisa membuncitkan
perutnya dan membinarkan matanya dengan tumpukan materi.
“Politik tak pernah punya perasaan. Ketika dia harus berjalan, dia
berjalan. Ketika dia harus mendekati tujuan, dia mendekatinya. Mungkin
merunduk-runduk dalam kegelapan. Mungkin dengan memasang jebakan-jebakan untuk
mempersulit lawan maupun kawan di partai yang menghalanginya. “
Apa yang harus kita lakukan?? kita menyelamatkan arti politik sebagai cara
untuk mencapai tujuan kehidupan yang lebih baik dalam arti positif, atau jalan
sempurna sebagai pengecut cari selamat masing-masing.
Bangsa ini memang tidak meminta kita untuk mengorbankan nyawa kita untuk
meyelamatkan dari begundal-begundal politik terkutuk, Ibu Pertiwi tidak pernah
memohon-mohon belas kasihan kita untuk tetep berjuang dengan keyakinan budi
baik yang masi tersisa dalam rongga sempit hati kita.
Tapi sudah nasib kita lahir di bumi pertiwi tanah air Indonesia yang indah
ini, sudah nasib kita mengemban tugas memperbaiki puing-piung tersisa dari
norma baik manusia di negeri ini.
Mungkin Politik belum tahu bagaimana menjadi teman yang baik buat kita.
Mungkin juga Politik belum tahu bagaimana cara membikin kita bisa hidup
berdampingan dengan baik.
Tapi mungkin kita bisa sedikit
lega bahwa politik untuk bisa bersahabat dengan kita, bersahabat terhadap masa
depan bangsa ini, bersahabat dengan cita-cita para pejuang kemerdekaan bangsa
kita, jangan pernah menyerah dengan niat baik.###
Baca model tabloid
Gambar Klik Kanan, pilih buka Link baru