INFOKU, BLORA – Posko Gugus Tugas
Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Blora mengenalkan istilah baru
dalam penanganan kasus Covid-19 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK)
nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Istilah
itu disampaikan Kepala Bidang Pelayanan RSUD dr R Soeprapto Cepu drg. Yul
Purnawati mewakili Direktur RSUD Cepu, dr. Fatkhur Rokhim dalam konferensi pers
di posko GTPP Covid-19 Kabupaten Blora, Senin (20/7/2020).
Salah satu istilah
baru yang dimaksud adalah kasus probable, yaitu orang yang diyakini sebagai
suspek dengan ISPA Berat atau gagal napas akibat aveoli paru-paru penuh cairan
(ARDS) atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum
ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Sedangkan beberapa
istilah lain mengalami perubahan yaitu orang dalam pemantauan (ODP), pasien
dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
“Perubahan istilah
itu menjadi Kasus Suspek, Kasus Konfirmasi (bergejala dan tidak bergejala), dan
Kontak Erat,” terangnya.
Kasus Suspek adalah
seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria orang dengan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan
transmisi lokal.
Kemudian, orang
dengan salah satu gejala/tanda ISPA, dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.
Orang dengan ISPA
berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Selanjutnya, Kasus
Konfirmasi, yaitu seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19
yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
“Kasus konfirmasi
dibagi menjadi dua, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik), dan
kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik),” jelasnya.
Berikutnya, Kontak
Erat Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi
COVID-19.
Riwayat kontak yang
dimaksud antara lain kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau
kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau
lebih.
Bersentuhan fisik
langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan
tangan, dan lain-lain).
Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
“Dan situasi
lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal
yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat,” terangnya.
Pada kasus probable
atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan kontak erat
periode kontak dihitung dari dua hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.
Pada kasus
konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat
periode kontak dihitung dari dua hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal
pengambilan spesimen kasus konfirmasi.
Selain istilah-istilah
tersebut, lanjutnya, dalam KMK juga tercantum istilah lain berupa Pelaku
Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian.
Pelaku Perjalanan
adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun
luar negeri pada 14 hari terakhir.
Discarded,
dikatakan discarded apabila memenuhi salah satu yaitu seseorang dengan status
kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR dua kali negatif selama dua hari
berturut-turut dengan selang waktu lebih 24 jam.
Kemudian, seseorang
dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14
hari.
Sedangkan Selesai
Isolasi, apabila pasien memenuhi salah satu kreteria yaitu kasus konfirmasi
tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR
dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis
konfirmasi.
Kasus
probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.
Selanjutnya, kasus
probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil
pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari
setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan. (Endah/KOM)