Perhutani Pati
Dituding Bekerja Sama dengan “Preman”
INFOKU, PATI – Sedikitnya 1.500
orang dari berbagai desa di wilayah Pati Utara menggelar aksi demonstrasi di
depan Kantor Perhutani Pati, Kamis (01/12/2016). Mereka menuntut agar oknum
Perhutani Pati yang dituding melakukan pungli segera diproses hukum
Koordinator Aliansi
Masyarakat Pati Anti Diskriminasi (AMPAD) Pati Abdul Rahman dalam keterangan
tertulis yang diterima MuriaNewsCom, menyebut, “preman” yang selama ini tidak
pernah menggarap lahan mengambil alih dengan paksa lahan garapan para petani
yang selama ini menggarap lahan Perhutani.
Setelah preman
berhasil menguasai lahan garapan petani, sebelumnya muncul gejolak tawuran
antarwarga dan protes berlangsung di mana-mana. Dalam kondisi tersebut, muncul
pahlawan baru yang pura-pura menolong, diwakili asisten perhutani (asper)
dengan meminta uang kepada para petani sejumlah Rp 10 juta.
Ribuan warga menggelar aksi demonstrasi di
depan Kantor Perhutani Pati, Kamis (01/12/2016)
Uang itu disebut
untuk pengurusan pengembalian lahan yang telah diambil alih oleh preman, yakni
petak 91, 92 RPH Bulungan. Namun, faktanya, petani Desa Gesengan tetap tidak
bisa menggarap, lantaran Perhutani dianggap tidak punya niat untuk menertibkan
lahan yang telah diambil para preman.
Tak hanya itu,
lahan petani di Desa Gesengan, Grogolan, Gerit, Ngagel, dan Ngarengan yang
sudah ditanami tanaman jati dirampas oleh para preman sebagai dampak keputusan
KPHD. Hal itu dianggap bertentangan dengan ketentuan perjanjian kerja sama yang
menyatakan bahwa perjanjian berlaku untuk jangka waktu satu daur tanaman pokok,
berlaku surut sejak 8 Desember 2003.
“Penjarahan yang
semakin merajalela ini disebabkan keputusan Perhutani yang mengembalikan
penggarapan lahan ke desa masing-masing. Keputusan Perhutani ini berhasil
mengadu domba petani dengan warga yang belum menggarap lahan atau preman.
Tindakan preman semakin membabi buta, karena Perhutani tidak melakukan tindakan
apapun,” kata Abdul Rahman dalam keterangan tertulisnya.
Ancaman tersebut
terbukti dengan lahan garapan petani di Desa Wedusan dan Gesengan diambil paksa
dan ditutup oleh Perhutani dengan alasan belum menyerahkan tarikan yang sudah
ditentukan Perhutani. Tindakan tersebut yang dinilai para petani bertentangan
dengan hukum. Bahkan, penarikan uang yang dilakukan oknum Perhutani
disebut-sebut sebagai tindakan melawan hukum.
“Kami masyarakat
penggarap yang tergabung dalam AMPAD, mendesak Kapolres Pati dan pihak terkait untuk
segera memanggil dan memeriksa, serta menyeret para pihak yang melakukan
kejahatan itu sesuai dengan prosedur hukum. Bila perlu, segera dilakukan
penangkapan dan penahanan untuk menghindari kejahatan di tengah-tengah para
petani,” imbuh Abdul Rahman.
Menanggapi tudingan
tersebut, Kepala Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pati, Dadang
Ishardianto tidak membenarkannya. Menurutnya, perjanjian kerja sama (PKS), tarikan,
dan sharing sudah jelas.
“Aturan dari
Perhutani sebetulnya sharingnya 60:40, tapi ubah 75: 25, di mana 75 persen
untuk warga. Semua kebijakan untuk kebaikan masyarakat. Dan, itu semua ada
dasar hukumnya,” kata Dadang.
Dia berharap,
banyak orang yang tahu tujuan kebijakan dari Perhutani Pati. Pasalnya,
kebijakan sharing yang sudah ada Surat Keterangan (SK)-nya tersebut diakui
didukung sepenuhnya oleh Perhutani Pusat.
“Apalagi ada
tudingan pungli, itu tidak benar. Ombudsman Jawa Tengah juga sudah datang ke
sini untuk memeriksa, hasilnya tidak ada indikasi apapun seperti yang dituduhkan,”
tandas Dadang.(Imam/KM)