Mutasi Pasca Pilkada
Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 18 sumber
berbeda)
Melalui mutasi pejabat lama dan menempatkan
pejabat baru, Kepala Daerah berharap pemerintahannya dapat berjalan sesuai yang
diharapkan.
Namun juga harus
diakui ada Kepala Daerah terpilih berpikiran pejabat yang tidak mendukungnya di
saat Pilkada akan menghambat jalannya roda pemerintahan daerah.
Sebaliknya Kepala
Daerah menganggap birokrat daerah yang mendukungnya sewaktu pilkada bakal
memuluskan mesin pemerintahan daerah.
Pengangkatan
pejabat baru tersebut merupakan reward balas jasa atas dukungan kepada Kepala
Daerah ketika pilkada.
Mutasi bahkan
pemecatan merupakan punishment atau balas dendam atas dukungan kepada calon
lain, selain kepada sang kepala daerah terpilih.
Akan tetapi
kecendrungan seperti ini tidak dapat lagi dilakukan semena-mena oleh kepala
daerah terpilih hasil pilkada serentak 9 desember 2015 lalu begitu ia selesai
dilantik.
Undang-undang nomor
8 tahun 2015 tentang Pilkada dengan gamblang menegaskan melarang mereka
melakukan itu. Pasal 162 Undang-undang tersebut menggariskan bahwa
“Kepala Daerah
tidak boleh mengganti pejabat selama 6 bulan setelah ia dilantik”.
Bahkan bukan hanya
itu pasal 119 dalam Undang-undang aparatur sipil negara juga melarang kepala
daerah terpilih menggantikan jabatan pimpinan tinggi di birokrasi, yakni Kepala
Badan,Kepala Dinas dan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD sebelum pejabat
itu memasuki masa 2 tahun jabatan.
Benar memang ada
pengecualian dalam ketentuan tersebut, tetapi itu berlaku hanya jika kinerja
pejabat yang bersangkutan luar biasa buruk.
Larangan mutasi itu
juga dilengkapi dengan sanksi bagi Kepala Daerah baru yang nekad melakukan
mutasi pejabat yang tidak sesuai dengan aturan perundangan tersebut diancam
sanksi pemberhentian.
Ketentuan itu
secara gamblang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 78 ayat 2. Dalam kaitan itu,
Menteri Dalam
Negeri dapat mengeluarkan sanksi berupa pemberhentian sementara Kepala Daerah
yang terbukti melakukan rotasi atau mutasi pejabat tanpa mengindahkan aturan
tersebut.
Larangan ganti
mengganti pejabat daerah pasca pelantikan dengan ketentuan itu, mutlak harus
ditaati. Kita mendukung pelaksanaan ketentuan tersebut.
Dengan adanya
aturan itu, semangat balas dendam kepala daerah kepada aparat birokrasi daerah
yang dinilai tidak berpihak kepadanya selama pilkada dapat dibatasi.
Melalui aturan itu
pula, kepentingan kepala daerah baru untuk balas budi atau balas jasa dapat
diredam.
Spirit membalas
budi maupun membalas dendam, buruk bagi jalannya pemerintahan. Birokrat
dan para Pegawai Negeri Sipil merupakan abdi rakyat, negara dan bangsa. Mereka
bukan hamba dan budak kepala daerah.
Balas budi maupun
balas dendam kepada mereka dilarang. Penempatan birokrat di posisi tertentu
tidak boleh atau dasar LIKE OR DISLIKE sang kepala daerah pemenang pilkada.
Tetapi melainkan
berdasarkan kinerja dan prestasi mereka melayani rakyat. Yang terbaik
diapresiasi atau dipromosikan, yang buruk dan korup, diganjar, dimosi atau
pemecatan.###
Baca Model tabloid ....?
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru