Bloraku Menuju Mutasi Atau Promosi Pegawai yang
Profesional
Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi
tabloid INFOKU – diolah dari 12 sumber berbeda)
Mutasi Adalah
suatu perubahan posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara
horisontal maupun vertikal (promosi/demosi) di dalam sebuah organisasi (SKPD).
Tujuan mutasi secara umum adalah untuk penyegaran agar pegawai yang
bersangkutan agar tidak jenuh, sebab secara teoritis kejenuhan dapat menurunkan
produktivitas atau kinerja pegawai.
Selanjutnya Promosi menurut William B. Werther dan Keith Davis adalah “A
promotion occurs when an employee is moved from one job to another job that is
higher in pay, responsibility, organization level.” Artinya promosi merupakan
pemindahan karyawan atau pejabat dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih
tinggi (kenaikkan jabatan) sehingga memperoleh kenaikan imbalan (hak/gaji/failitas),
tanggung jawab, wewenang dan jangkauan kekuasan yang lebih luas. Sehingga
secara filosphis promosi adalah bagian dari mutasi
vertikal.
Sejak lahirnya UU No.43 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No.8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebenarnya sudah membawa perubahan yang
mendasar dalam sistem manajemen kepegawaian guna mewujudkan Aparatur Sipil
Negara (ASN) yang profesional di Indonesia. Karena kebijakan yang dituangkan
dalam UU tersebut mengatur tentang pemberdayaan sekaligus peningkatan kualitas
SDM Aparatur Sipil Negara yaitu dengan memberikan kesempatan dan peluang yang
adil bagi semua aparatur untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan penjenjangan
struktural maupun fungsional lebih lanjut.
Namun dalam perkembangan selanjutnya muncul berbagai kelemahan-kelemahan
dalam mengimplementasikannya di berbagai daerah di Indonesia, khususunya dalam
manajemen pengelolaan ASN seperti, rendahnya kualitas pegawai, rendahnya
mutu pendidikan dan latihan, rendahnya kesejahteraan, pola pengembangan karier
yang kurang jelas, terhambatnya mutasi pegawai (alasanya sistem Dana Alokasi
Umum) dan yang menonjol adalah munculnya sikap-sikap primordialisme dan
kedaerahan yang sempit, sehingga mutasi/promosi didasarkan pada asal daerah,
suku dan agama yang muncul dalam bentuk like and dislike terutama dalam
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ASN.
Padahal sesuai dengan UU RI 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
BAB VII Paragraf 4 Pasal 76 bahwa: (1) Kepala daerah dan wakil kepala
daerah dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi,
keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
perundang-undangan;
b. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan
sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan
masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Untuk itu agar PNS/ASN merasa diperlakukan lebih adil, maka mutasi/promosi
harus mengutamakan profesionalisme khususnya dalam berkompetisi untuk
memperoleh jabatan yang lebih tinggi, untuk itu dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN). Dalam UU 5 Tahun 2014 tersebut membuat proses
mutasi ASN di Indonesia berubah. Tak ada lagi Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat).
Proses mutasi yang semula berlangsung tertutup, kini dipastikan dilakukan
secara terbuka, seperti yang sudah mulai dilakukan oleh Pemda Kab.Kayong Utara
dan Kota Pontianak beberapa waktu yang lalu. Artinya jabatan yang lowong
diumumkan secara nasional atau dalam provinsi dengan memperhatikan kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, rekam jejak, integritas dan pesyaratan lain yang
diatur dalam UU.
Berdasarkan UU ASN, tugas dari Baperjakat akan digantikan oleh Tim Penilai
Kinerja PNS.
Tim penilai inilah yang selanjutnya akan menyeleksi pelamar yang masuk dan
mengerucutkan menjadi tiga kandidat untuk selanjutnya ditentukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK) dalam Bupati/Walikota untuk kabupaten/Kodya, Gubernur
untuk provinsi, dan Presiden untuk pusat.
Berlakunya UU ASN menutup peluang adanya intervensi politik pada proses
mutasi pegawai di pemerintahan. Dalam UU ASN juga mengatur tentang
pembatalan proses mutasi yang dilakukan bila tidak sesuai dengan prosedur.
Bahkan proses mutasi yang ”ilegal’” tersebut dapat saja berujung pada
pidana.
Sehingga proses mutasi kedepan diharapkan tidak akan ada lagi dipengaruhi
intervensi politik dan sebagainya, karena UU ASN ini sudah mengaturnya dengan
tegas.
Perubahan Jabatan Eselon
Berkenaan dengan hilangnya jabatan struktural esselon III ke bawah, maka
persepsi tersebut dapat dikatakan benar jika yang kita bicarakan adalah
nomenklatur esselonering.
Akan tetapi hal tersebut tidak berarti hilangnya jabatan struktural itu.
Jabatan esselon III ke bawah akan tetap ada hanya yang berubah adalah
nomenklaturnya yakni :
No
|
Jabatan
struktural Menurut UU 43 Tahun 1999
|
Jabatan
Struktural Menurut UU ASN
|
1.
|
Esselon I dan II
|
Pejabat Pimpinan
Tinggi
|
2
|
Esselon III
|
Administrator
|
3.
|
Esselon IV
|
Pengawas
|
4.
|
Esselon V dan
Pelaksana
|
Pelaksana
|
PPasal (131)
Berkenaan dengan Persepsi bahwa jabatan esselon III ke bawah berubah
menjadi jabatan fungsional hal ini juga terbukti tidak tepat, karena UU ASN
tidak mengkelompokkan jabatan administrator, pengawas dan pelaksana ke dalam
golongan jabatan fungsional melainkan mengkategorikannya sebagai jabatan
administrasi.(Pasal 13)
Disamping itu dengan Pangkat dan Jabatan, UU ASN sedemikian rupa telah
membentuk sebuah mekanisme ideal untuk menciptakan organisasi pemerintah yang
profesional.
Penempatan pegawai berdasarkan kualifikasi, kompetensi, moralitas dan
integritas pegawai serta kebutuhan organisasi adalah salah satu bentuk
idealisme tersebut.
Pembagian jabatan berdasarkan kompetensi teknis, karakteristik dan pola
kerja juga merupakan bentuk lain dari upaya pemerintah menciptakan kondisi
“right man on the right place” yang selama ini seperti hanya mimpi belaka.
Sehingga janganlah kaget pada SOTK baru di Blora nantinya, memunculkan
nama-nama yang baru dan adanya pejabat yang diturunkan eselonnya dengan
pertimbangan diatas yang merupakan pelaksanaan UU ASN.
Selain itu ketentuan tentang pengembangan dan pola karier yang harus
disusun secara jelas oleh seluruh instansi pemerintah yang terintegrasi secara
nasional juga adalah sesuatu yang selama ini didam-idamkan oleh para pegawai
pada tataran implementasi.
Didukukung dengan keberadaan KASN dan Tim penilai kinerja sebagai lembaga
pengawas kebijakan kepegawaian dan lembaga pengukur efektifitas kinerja pegawai
maka menurut banyak tokoh nasional sistem kepegawaian ini sudah cukup ideal.
Akan tetapi diantara berbagai keunggulan tersebut yang terpenting adalah
tataran pelaksanaan. Konsistensi dalam aturan pelaksanaan yang akan disusun ke
depan, penjabaran yang tepat terhadap substansi undang-undang serta pelaksanaan
konsisten dari seluruh stakeholder pelaksanalah yang akan menentukan tingkat
efektifitas Undang-Undang ini terhadap peningkatan mutu kinerja pegawai negeri
di masa yang akan datang.
Untuk itu agar implementasi UU ASN tersebut tidak melenceng, maka semua
keputusan atau kebijakan yang diambil oleh kepala daerah khususnya harus
dikawal, kini ada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) adalah lembaga
nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik yang beorientasi
untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional di Indonesia.
KASN siap menjadi mitra masyarakat, ASN/PNS, Lembaga Swadaya Masyarakat,
mahasiswa dalam menciptakan aparatur yang profesional, bersih dan berwibawa di
Blora dan umumnya di Indonesia. Semoga.###
Baca Model tabloid ....?
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru