Pedagang Kecewa Berat Kontrak Kios Pasar naik 600
Persen
INFOKU, JEPON, BLORA – Rp 6 juta, itu nilai retribusi pedagang di Pasar Jepon Blora.
Nilai itu jelas menyakitkan bagi pedagang. Betapa
tidak? Tahun lalu, nilai retribusi hanya sekitar Rp 1 juta per tahun, kini Rp 6
juta per tahun.
Jelas, jumlah itu membuat pedagang uring-uringan.
Tingginya retribusi Pasar Jepon Blora otomatis membuat para pedagang pasar
menjerit.
Tingginya retribusi tersebut dikarenakan tiga perda
sekaligus yang mengatur. Yakni Perda nomor 7 tahun 2010 tentang Retribusi
Pelayanan Pasar, Perda nomor 8 tahun 2010 tentang Retribusi Pasar
Grosir/Pertokoan dan Perda nomor 3 tahun 2013 tentang Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah.
Abdul Hakim, selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar
Jepon mengatakan, pihaknya sangat keberatan dengan diberlakukannya tiga perda
tersebut.
Hal ini dikarenakan dari yang semula pedagang hanya
membayar retribusi sebesar Rp1.236.000 hitungan kalkulasi selama satu tahun,
jika tiga perda tersebut diberlakukan maka retribusi menjadi menjadi Rp
6.516.000 hitungan kalkulasi selama satu tahun.
“Ini sangat mencekik leher pedagang pasar,” kata
Hakim.
H Darsono salah satu pedagang Pasar Jepon
mengungkapkan bahwa ia merasa sangat keberatan dengan diterapkannya perda
tersebut.
“Meski jelasnya saya tidak paham perda, tapi hitungan
setahun kalau harus bayar enam juta ya keberatan,” ujar Darsono yang mengaku
Rumahnya Kauman Blora.
Tiga Perda Retribusi
Abdul Hakim menjelaskan Para pedagang pasar khususnya
di pasar rakyat Jepon Kecamatan Jepon merasa keberatan atas diberlakukanya tiga
Peraturan daerah (Perda) sekaligus.
Perda tersebut adalah Perda No 7 Tahun 2010 tentang
Retribusi Pelayanan Pasar, Perda No 8 Tahun 2010 tentang Retribusi Pasar
Grosir/Pertokoan dan Perda no 3 Tahun 2013 tentang retribusi pemakaian kekayaan
daerah.
“Kami semua merasa keberatan dengan akan
dikenakanannya retribusi kepada kami semua,” ujarnya.
Menurutnya dengan pemberlakukan perda no 7 tahun 2010,
maka pedagang saat ini harus membayar retribusi cukup tinggi dan mengalami
kenaikan.
Saat itu perda tahun 2010 memang baru dilaksanakan
pada tahun 2013 karena saat itu sejumlah pedagang keberatan dan menyampaikan
keberatan kepada Bupati Blora setelah satu bulan di undangakan.
“Atas kebijaksanaan maka diberlakukan bertahap dan
sejak 2013 besarnya retribusi pedagang yang ada di pasar Rp 1000,” jelasnya.
Sebelumnya, ia telah mengirim surat kepada bupati atas
penolakan perda nomor 7 dan 8 tahun 2010. Namun bupati menanggapi, perda
tersebut akan tetap dilaksanakan secara bertahap.
Hal itu membuat pedagang kecewa. “Untuk perda yang
nomor 3 tahun 2013 belum ada sosialisasi,” tandasnya.
Dalam hal ini, ia bersama pedagang menempuh langkah
mengajukan surat keberatan kepada bupati, DPRD dan Disperindagkop UMKM Blora.
Ia juga mengatakan, bahwa pihaknya telah menyampaikan
secara lisan kepada DPRD yang mana pihaknya dijanjikan untuk perda yang
memberatkan tersebut akan direvisi. “Revisi perda masuk prolegda tahun 2016,”
pungkasnya.
Dia juga menambahkan Sampai saat ini kami pedagang
belum pernah diajak rembukan ataupun hearing soal perda no 3 tahun 2013. Sebab
dengan itu maka pedagang harus membayar retrubusi dua kali.
Dimana untuk sewa kios sebasar Rp 15 ribu dan sewa los
Rp 5.000. Sehingga hal itu memberatkan.
”Kami rasa penerapan perda No 3
tahun 2013 dan Perda no 8 tahun 2010 tidak sesuai dengan kemampuan kami sebagai
masyarakat yang akan menempati los atau kios baru di pasar jepon,” tandasnya.(Endah/RIFQ/SGK)