Blora
Butuh Pemimpin “Gila”
INFOKU.- Pilkada Blora 2015, Blora butuh pemimpin “gila”. Hal itu
diungkapkan Prof M Yudhie Haryono, M.Si, Ph.D, Direktur Eksekutif Nusantara
Centre yang juga pakar politik Pancasila Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Menurut pria tersebut, pemimpin gila
adalah pemimpin yang rela tak makan sebelum rakyatnya kenyang.
Menurut Yudhie, yang juga mantan
penasihat Menteri Dalam Negeri tersebut, konsep tri sakti saja belum cukup
untuk memajukan Blora.
“Kalau tri sakti, seperti berdaulat di bidang
politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di dalam kebudayaan itu
kan konsep jadul. Jadi perlu perlu pemimpin gila dalam menjalankan program
kerja,” ujar dia.
Gila di sini, kata Yudhie, memiliki
kecerdasan yang di luar rata-rata.
“Harus tahu potensi ekonomi Blora,
dan kemudian membuat gebrakan revolusioner untuk mengangkat Blora. Kalau dalam
1 tahun gagal, mending mundur, daripada lama memimpin malah membuat Blora
semakin mundur, itu kesatria sejati yang gila,” tandas penulis buku Memaafkan
Islam tersebut.
Di era ekonomi seperti ini, kata
Yudhie, pemimpin harus mampu menyinergikan potensi SDM dan SDA. “Kan Blora SDA
nya melimpah, ya potensi taninya, minyak buminya, juga kayu serta keseniannya.
Kalau bupati tak mudeng itu, ya ketinggalan zaman,” ujar dia.
Setidaknya, kata Yudhie, Bupati
Blora nanti, paham detail teori trias ekonomikus. “Teori ini sudah jadul dan
saya kembangkan sudah lama, yaitu sinergi antara BUMN, koperasi dan swasta.
Kalau BUMN di Blora kan ada tuh di perminyakan juga tambang lah, kemudian
koperasi saya lihat juga banyak, nah tinggal swastanya ini bagaimana, masih
jadi budak di negeri sendiri atau bisa berdaulat secara ekonomi,” beber dia.
Soal beginian, katanya, kalau
bupatinya tidak berjiwa “crank” atau bahkan berpikir “gila” kan repot.
“Kalau Blora tak maju-maju, itu wajar. Soalnya
pemimpinnya belum gila,” ujar dia, Kamis beberapa waktu lalu.
Bupati Blora, kata dia, minimal tahu
politik Pancasila dan politik ekonomi Pancasila.
“Blora itu kaya lo, penghasilan
minyaknya saja melimpah, tapi mengapa terus terbelakang, berarti bupatinya
masih linier, belum berani berpikir gila dan membuat gebrakan,” beber dia.
Kalau mau membuat program kerja,
kata dia, harus sesuai dengan trias ekonomika yang seperti saya tawarkan kepada
Pak Jokowi.
“Tapi kalau nggak mudeng, ya kacau
sekacau-kacaunya. Sudah modal miliaran untuk nyalon, nggak jadi pula, aduh
kasihan, Pak,” beber dia.
Konsep bagus seperti Jokowi-JK saja
masih belum bisa memajukan Indonesia, ujar Yudhie, apalagi suatu daerah
dipimpin oleh orang yang tak tahu apa-apa, pasti remuk.
“Makanya, kalau misalnya bupatinya
tak kuat mikir, ya harus cari penasihat yang cerdas, soalnya rata-rata politisi
bukan pemikir, dan pemikir bukan politisi, keduanya harus sinergi,” terang
mantan pengajar di Universitas Paramadina tersebut.
Se karesidenan Pati, saat ini indeks
kemajuan kabupaten secara faktual Blora menempati peringkat terakhir.
Hal itu harus disadari dan harus
ditangkap oleh calon Bupati Blora periode 2015-2020. Indeks tersebut menurut
riset terbaru, kabupaten termaju adalah Kabupaten Kudus, kemudian Kabupaten
Jepara, Kabupaten Pati, disusul Kabupaten Rembang, setelah itu Kabupaten
Grobogan dan terakhir Kabupaten Blora.
“Kalau Blora bupatinya nanti bodoh,
ya pasti nggak maju-maju, pasti tertinggal terus,” beber dia. Maka dari itu,
menurut Yudhie, Blora butuh bupati “gila” yang berpikir revolusioner, cerdas
dan mendasar. Tak asal menjiplak program kerja bupati sebelumnya. (Harja/ist)
Baca Model tabloid ....?
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru