Indonesia Bakal Kembangkan Bahan
Bakar Pesawat dari Minyak Sawit
(Foto: Fiki Ariyanti/Liputan6.com)
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Rizal Ramli berniat mengembangkan bahan bakar jet yang berasal dari
CPO (jet fuel). Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah mendorong
hilirisasi produk sawit.
Rizal menerangkan, jet fuel
lebih ramah lingkungan ketimbang dengan avtur biasa. Selain itu, produk
tersebut memiliki nilai tambah lebih.
"Kami ingin mengembangkan
jet fuel, bahan bakar untuk jet dari CPO. Itu lebih bagus untuk
lingkungan hidup daripada avtur. Nilai tambahnya 20 kali, saya ingin 5-10 tahun
yang akan datang Indonesia produsen nomor satu jet fuel," kata dia
usai melakukan pertemuan dengan Pemerintah Malaysia, di Jakarta, Sabtu
(3/10/2015).
Jet fuel sendiri sudah bukan
hal yang baru. Pasalnya, banyak maskapai penerbangan telah ada menggunakan
bahan bakar tersebut. "Sudah ada airlines 11 penerbangan memakai biodiesel
model begini," katanya.
Untuk mengembangkan bahan
bakar itu, Rizal bilang perlunya kawasan industri khusus yang disebut green
economy zone. Maka, pihaknya menyambut langkah Malaysia yang turut
berkomitmen mendorong industri sawit ini.
"Kami terimakasih
Malaysia mau ikut green refinery ini. Kedua negara sepakat di Indonesia.
Investasi besar, tapi kita akan launching awal tahun depan karena siapkan
peraturan, insentif fiskal untuk green econimic zone. Akan menolong
petani kecil untuk mendorong petani kecil," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah
Indonesia bersama Pemerintah Malaysia sepakat untuk membentuk organisasi kelapa
sawit yakni Council Palm Oil production Country. Tujuannya, untuk meningkatkan
pemanfaatan kelapa sawit serta
mendorong peningkatan produk turunan.
"Kami berharap organisasi
resmi akan dibentuk saat nanti pertemuan antara Perdana Menteri Malaysia dan
Presiden Indonesia. Detilnya belum bisa," kata Rizal.
Dalam pertemuan tersebut Rizal
bilang dua negara sepakat jika kelapa sawit merupakan komoditas strategis. Maka
dari itu, dia bilang perlu kebijakan yang baik untuk jangka panjang.
Harapannya, tidak mengalami
nasib yang sama dengan komoditas gula yang dulu pernah berjaya. Namun kini
harus impor.
"Kenapa dari segi
penciptaan lapangan pekerjaan, dari segi pendapatan devisa, peningkatan
kesejahteraan 50 persen petani sawit adalah petani kecil," ujarnya.
Kemudian, dia menuturkan kedua
negara sepakat melakukan harmonisasi standar dua negara. Lalu memperbaiki
peningkatan kualitas pengembangan sawit.
"Keempat memperbaiki research
palm oil untuk tingkatkan nilai tambahnya. Kita juga akan mendukung untuk membangun
green economic zone untuk beri nilai tambah dan produk turunan palm oil," tandas
dia. (Amd/Gdn)