Sucikan Ramadhan di Tahun
Politik
Penulis Drs
Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 9 sumber berbeda)
Jauh sebelum genderang ditabuh menyambut bulan suci ramadhan, sebagai bulan
kemenangan ummat Islam seanteror dunia.
Di negeri ini sudah lebih awal ditabuh bertalu-talu genderang politik.
Tepatnya sejumlah partai politik menabuh genderang perang terhadap saingan-saingan
politiknya untuk pilkada mendatang.
Tahun 2015 dimaknai sebagai tahun politik, tahun dimana saling membuka aib lawan
politik, adu jotos, adu fisik, hingga adu gagasan terkait Pilkada.
Tiada lain genderang itu ditabuh agar mereka dapat “melenggang kangkungI
menuju singgsana kekuasaan di
Kabupaten ataupun Kotamadya di Indonesia.
Maka dibulan suci ramadhan ini, penting untuk dimaknai oleh para politisi
kawakan maupun politisi elit. Tahun politik yang dimaknai sebagai tahun buka
“borok” lawan-lawan politiknya harus segera diakhiri.
Dan saatnya bertarung secara sehat, pada gagasan yang kompetitif, bukan
lagi waktunya menyebarkan “fitnah” serta serangan zionis. Karena mereka (baca:
partai) itu pada bersaudara, membawa perahu Indonesia ini. Menuju pengharapan
hidup yang lebih baik.
Puasa Parpol
Dalam konteks ini pula, bulan suci ramdhan bagi para elit politik, bukan
hanya bermakna mensucikan dosa-dosa mereka secara personal saja pada
tahun-tahun sebelumnya. Tetapi lebih dari pada itu penting untuk dimaknai
sebagai pembersihan dosa-dosa politik mereka secara organisatoris.
Dosa-dosa berjamah yang telah mereka lakukan selama mendapat kepercayaan
“jatah kekuasaan” sehingga potensial menilap uang rakyat untuk membesarkan
partainya.
Korupsi politik tidak hanya tuntas dengan pertobatan personal, puasa
personal, tetapi perlu puasa organisatoris.
Atas nama partai politik memang tidak dapat berpuasa menahan lapar dan
dahaga selayaknya manusia.
Tetapi ketika semua kader partai politik secara sadar melakoni dan memahami
bulan suci ramadhan.
Tidak mungkin lagi akan mengulangi mengagrong uang Negara. Untuk
kepentingan partai politik berikut yang memebesarkan dia. Maka partai politik
ada tempatnya dibulan suci ini, untuk melatih diri. Dari pengaruh nafsu
duniawi, keserakahan menumpuk harta, termasuk tidak takut kalah dalam berebut
kemenangan.
Kemuliaan yang jauh lebih penting di bulan suci ramadhan adalah membiasakan
parpol melakoni puasa dari keserakahan harta, tahta, bahkan dari godaan wanita
yang menyeret salah satu partai dakwah ditahun ini.
Karena sesungguhnya puasa adalah ajang latihan bagi yang menjalankannya,
melepaskan diri dari segala kepentingan duniawi. Guna meraih keridhoan-Nya.
Korupsi politik tidak mungkin terjadi jika parpol sendiri sadar akan makna
substanstif puasa. Individunya sadar praktis parpol alias kendaraannya akan menuju
pula di jalan yang benar.
Masih ingatkah Politikus PKS, ketika dijemput dan harus berurusan dengan KPK
gara-gara kasus impor daging sapi.
Agar semua kader PKS melakukan pertaubatan massal merupakan pesan
transedental dalam nuansa teologis menyemai kesadaran batin, bahwa laku
perbuatan korupsi.
Tampaknya tidak menutup kemungkinan menyeret organisasi. Sebagai sebuah
badan yang harus sadar diri. Terlibat dalam perbuatan korupsi.
Mensucikan Politik
Politik dalam arti klasik sering dimaknai sebagai perbuatan nista, kotor,
tak bermoral, tidak ada kesuciannya sedikitpun.
Dengan gaya machivellian dikatakan politik ibarat menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuan. Demarkasi antara dosa dan pahala menurut Machiavelli
tidak ada batasannya. Semua bercampur menjadi satu. Tujuan utamanya, yang
penting merebut tahta kekuasaan semata saja.
Antoni Laswellpun dalam bahasa yang berbeda memaknai politik pada siapa
yang mendapatkan apa dan bagaimana caranya.
Tujuan politik Laswell merupakan politik gaya purba, yang bersandar pada
patron dan klien saja, sehingga persoalan memikirkan kesejahteraan rakyat
adalah persoalan di belakang. Itupun kalau ada waktu untuk memikirkannya, lalu
mengejawantahkannya janji-janji politiknya.
Islam tidak anti politik, politik bisa berjalan dengan kemulian. Jika politik dimaknai sebagai cara untuk mencapai aktivitas tertentu.
Apa salahnya jika hal tersebut
dilakukan dengan cara yang mulia. Melalui bulan suci ramadhan seyogianya para
elit politik. Mulai dari tingkat nasional hingga kalangan lokal. Harus berani
berdiri tegak, untuk meneriakan politik sesungguhnya memiliki kesucian.
Bukankah Umar bin Khatab menata warga yang dipimpinnya mampu memeraktikan
politik nan suci, untuk para pembantu-pembantunya.
Bahkan Umar tidak benci pada rakyatnya, di suatu waktu ketika beliau diatas
podium tempat Rasullullah sering berpidato, ia ditegur “wahai umar jika engkau
bengkok sebagai pemimpin maka aku akan meluruskan engkau dengan pedangku”.
Saat itu pula Umar seraya berdoa kepada Allah, ”puji syukur kepada-Mu ya
Allah, ada kaum-Mu yang mau mengingatkan saya”.
Tidak sulit para elit politik di negeri ini demikian juga di Blora melakukan pensucian politik.
Apalagi bulan ramadhan menjadi bulan
dimana para umat kembali menapak ke bumi. Menyemai rasa belas kasih untuk
semua.
Tanpa strata yang menjadi pembeda. Semua merasakan makna puasa dijalankan sebagaimana
mestinya.
Menahan lapar saat matahari terbit hingga matahari terbenam, sebuah
perjalanan spiritual yang ingin ditanamkan oleh esensi puasa seperti kaum papa,
yang kadang di luar waktu bulan ramadhan, mereka tidak mendapat jatah makan
siang.
Karena harus bertaruh hidup untuk keluarga dan masa depan anak-anaknya.
Maka bulan ramadhan sebagai jalan pintas merasakan penderitaan kaum papa
diharapkan para elit politik yang terpilih nanti. Mampu belajar dari sulit dan
menderinya seorang menahan lapar.
Jika ini dipahami dan benar-benar dilakukan secara konsisten bukan tidak
mungkin janji politik seperti kesehatan gratis, sembako murah bagi para elit
politik yang terpilih nanti. Mampu menunaikan janji-janji politiknya.
Inilah politik suci, yang tidak hanya memikirkan nasib dan kerabat dekat,
serta partai politiknya saja.
Melalui bulan suci ramadhan, mari kita menunggu semua para elit politik di
negeri ini. Keluar dari goadaan duniawi, syahwat kekuasaan, glamour kemewahan,
meraih kemenangan yang abadi, kemuliaan, keridhoan Allah SWT. Jangan takut
kalah di pemilukada 2015 nanti, yang jelas jika dirimu, telah berjalan di jalan politik yang suci
nan mulia. Tuhan akan mengganjarmu kelak, kemenangan yang jauh lebih mewah ketimbang
di dunia. Wallahu Wa’llam Bissowab..###
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru