Daerah Berisiko Pilkada
Tertunda Lebih Banyak
Selain
Kekurangan Calon, Risiko Juga Muncul dari Tahap Verifikasi
1/08/15,
05:50 WIB
Ilustrasi.
(Iwan Iwe/Jawa Pos)
JAKARTA – Penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) jika calon yang mendaftar masih tunggal sangat mungkin terjadi pada
pilkada 2015. Tidak hanya berasal dari 12 kabupaten dan kota yang mengajukan
satu pasang calon pada kesempatan pertama pendaftaran 26–28 Juli 2015, potensi
calon tunggal juga muncul bila saat verifikasi administrasi, salah satu di
antara dua pasangan calon tidak memenuhi syarat, misalnya dokumen atau ijazah
terbukti palsu.
Berdasar data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 827
pasang calon kepala daerah pada pilkada 2015. Tujuh provinsi tercatat
mengajukan dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Kemudian, ada 76
kabupaten dan kota yang mengajukan dua pasangan calon bupati atau wali kota.
Jika ditotal, ada 83 daerah yang pelaksanaan pilkadanya berpotensi tertunda
karena hanya memiliki calon tunggal, bahkan tak memiliki calon bila salah satu
atau bahkan semua kandidat tidak lolos verifikasi.
Menanggapi kemungkinan terburuk itu, Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tak mau pesimistis. ”Nanti lah kita
lihat tinggal berapa daerah. Tapi, kami optimistis, mudah-mudahan tidak ada
masalah,” ujarnya saat ditemui di Jakarta kemarin. Dia tetap yakin bahwa waktu
tambahan pendaftaran yang disediakan KPU akan dimanfaatkan oleh partai politik
(parpol) untuk mengusung calon masing-masing.
Dengan pendaftaran calon pilkada yang dibuka lagi
mulai hari ini, tinggal 12 daerah dengan status pencalonan tunggal dan 1 daerah
dengan pencalonan kosong yang ditunggu KPU. Daerah dengan pencalonan tunggal,
antara lain, Kabupaten Serang, Kabupaten Asahan, Kabupaten Blitar, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kabupaten
Tasikmalaya. Juga Kota Minahasa Selatan, Kota Mataram, Kota Samarinda, Kota
Pegunungan Arfak, dan Kota Surabaya. Sementara satu daerah yang belum
mengajukan calon kepala daerah adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
Tjahjo mengatakan sudah berkomunikasi dengan pimpinan
DPR dan sejumlah pimpinan parpol. Dari hasil komunikasi, semua parpol memiliki
target untuk menang. Karena itu, diperlukan waktu tambahan untuk menentukan
figur calon yang mampu bersaing, terutama dengan petahana (incumbent)
yang memiliki tingkat popularitas tinggi. ”Saya kira, delapan (daerah) fix
ada tambahan calon. Mudah-mudahan sepuluh (daerah) bisa masuk,” ujarnya.
Tjahjo
tidak menyebut lebih lanjut daerah mana yang sangat mungkin mengalami
penambahan calon.
Menurut Tjahjo, rata-rata lamanya pencalonan
disebabkan alasan klasik. Yakni, petahana sulit dikalahkan dan calon dari
parpol atau gabungan parpol takut untuk maju. Faktor kedua adalah masalah
biaya. Faktor berikutnya adalah proses negosiasi calon yang masih panjang.
”Saya bilang jangan takut kalah. Pak Jokowi dulu (di pilkada DKI Jakarta) lawan
Pak Foke (Fauzi Bowo, Red), mana ada yang melirik, bisa menang,” ujarnya.
Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) itu menyebut, jika perkiraannya meleset, ada tiga kemungkinan yang bisa
diambil. Bila pencalonan tetap tunggal, dasar Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015
tentang Penundaan Pilkada pada 2017 bisa digunakan.
”Artinya, perlu Plt
(pelaksana tugas) kepala daerah,” kata mantan Sekjen PDIP itu.
Namun, bisa saja opsi tersebut tidak digunakan.
Menurut Tjahjo, bisa saja digunakan opsi bumbung kosong atau tabung kosong
untuk melawan calon kepala daerah tunggal. Opsi itu juga disampaikan oleh
sebagian politisi PDIP, meski ditolak oleh beberapa anggota Komisi II DPR.
”Pilkada ini kan hampir sama dengan pilkades. Kalau dipasangkan dengan
bumbung kosong, juga belum tentu menang,” ujarnya.
Opsi ketiga atau terakhir adalah peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Tjahjo menjelaskan, jika perppu
digunakan, pemerintah akan mempersiapkan naskah untuk mengakomodasi calon
tunggal itu. Namun, jumlah daerah yang pencalonannya tunggal terbilang minim
sehingga sulit untuk memenuhi syarat menetapkan perppu. ”Masak perppu mau
diobral? Kalau alasannya kegentingan yang memaksa, ini belum tentu masuk,”
ujarnya. (bay/aph/c11/kim)