Dana Bansos &
Resikonya
Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 7 sumber
berbeda)
SETIAP
menjelang tahun politik fenomena anggaran bantuan sosial (bansos) selalu ramai
menjadi perdebatan publik.
Keributan itu tidak terlepas dari
besaran alokasi dana bansos yang kebetulan selalu meningkat setiap menjelang
pemilihan umum (pemilu).
Padahal, sejatinya kenaikan alokasi
anggaran bansos semestinya disambut gembira dan mendapat apresiasi publik.
Minimal kenaikan anggaran bansos
menunjukkan bukti perhatian pemerintah untuk mengupayakan langkah mitigasi
terhadap berbagai risiko sosial yang dihadapi masyarakat.
Apalagi selama ini masyarakat
menghadapi tekanan ekonomi akibat meroketnya inflasi. Ditambah lagi sejak awal
tahun bencana silih berganti menerpa berbagai daerah di Tanah Air.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 81/PMK.05/2012, bantuan sosial adalah pengeluaran berupa transfer
uang, barang, atau jasa yang diberikan pemerintah pusat/daerah kepada
masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial
dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Risiko sosial merupakan kejadian
atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang
ditanggung individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak
krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam
yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan
tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
Dalam PMK tersebut jelas disebutkan
bahwa bantuan sosial baik melalui kementerian negara/lembaga maupun melalui dana
transfer daerah peruntukannya ialah (i) rehabilitasi sosial, yaitu untuk
memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi
sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar; (ii) perlindungan
sosial, untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan kerentanan sosial
seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat dipenuhi sesuai kebutuhan dasar minimal; (iii) pemberdayaan sosial,
memberdayakan warga negara yang mengalami masalah sosial, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya; (iv) jaminan sosial, skema yang melembaga untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak; (v) penanggulangan kemiskinan, kebijakan atau program agar masyarakat
mempunyai sumber mata pencaharian dan dapat memenuhi kebutuhannya secara layak;
dan (vii) penanggulangan bencana, di antaranya ialah kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Sangat
longgar
Sayangnya, regulasi dan pengaturan
yang mengikat pengelolaan belanja bansos sangat terbatas dan tidak standar.
Bahkan PMK hanya mensyaratkan pertanggungjawaban dana bansos oleh kementerian
terkait ke Kementerian Keuangan hanya memuat jumlah pagu bansos yang
disalurkan, realisasi bansos yang telah disalurkan, dan sisa dana bansos yang
di setorkan ke rekening kas umum negara dengan dilampiri bukti tanda terima dan
berita acara serah terima penyaluran.
Artinya pengaturan alokasi bansos
ini sangat longgar dan tidak memiliki kriteria peruntukan yang jelas. Rincian
dana bansos yang tertuang dalam nota keuangan ialah untuk bantuan operasional
sekolah (BOS), bantuan siswa dan mahasiswa miskin (BSM), Jamkesmas, PNPM
Mandiri, Program Keluarga Harapan (PKH), dana cadangan penanggulangan bencana
alam, dan bantuan sosial lainnya. Namun, realisasi dana bansos sangat jauh dari
amanat dalam PMK tersebut. Rata-rata hampir 50% alokasi dana bansos jenis
program dan kegiatannya tidak jelas atau masuk dalam dana bansos lainnya.
Ketidaktransparanan dan
ketidakjelasan kriteria alokasi bansos itu tentu berpeluang menimbulkan potensi
moral hazard mulai sisi penganggaran hingga penyaluran. Itu juga menimbulkan
ketiadaan standardisasi dalam hal pertanggungjawaban dan pengawasan.
Akan sangat sulit menentukan
parameter untuk mengukur seberapa efektif dan efisien dari bansos yang telah
dilaksanakan. Fleksibilitas peruntukan dana bansos itu berakibat paling rawan
dicurangi atau disalahgunakan.
Akibatnya, banyak temuan KPK
terhadap terjadinya penyimpangan dan korupsi dana bansos. Lemahnya sisi
regulasi dan ketiadaan aturan yang standar dalam pedoman alokasi pengelolaan
dana bansos menyebabkan beragam interpretasi penggunaan dana bansos.
Bahkan, baik kementerian teknis dan
pemerintah daerah dengan mudah melakukan berbagai pengalihan dan pergeseran
anggaran bansos.
Untuk itulah penulis yang asli Blora
berharap Sebuah masyarakat yang beradab dalam negara yang konon menjamin
keadilan sosial bagi warganya, memang harus segera mengambil sikap tegas terhadap
bantuan sosial untuk warganya dalam kesulitan dan himpitan hidupnya.
Kalau korupsi toh tidak dapat
diberantas tuntas dari setiap bidang dan aspek pelayanan publik di negeri ini,
setidaknya dana bantuan sosial tetap dapat menjangkau rakyat yang membutuhkannya,
langsung tepat pada waktunya.
Kalau hanya untuk dikorupsi, untuk
apa bansos masih terus dianggarkan. Kalau uangnya ada dan sudah dianggarkan,
berikan saja pada waktunya; tak perlu bicara banyak karena rakyat mungkin
mengira kita menuntut bagian.
Kita mesti menjadi sadar, negara yang kita abdi
dan pemerintahan yang kita junjung berhak mendapat berkat karena telah menjadi
tangan dan hati Tuhan untuk umat dan rakyat yang berdoa penuh harap dalam kesulitan
dan himpitan hidupnya.###
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru