Mutasi, Lelang Jabatan dan Lobi Jabatan
Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 12 sumber
berbeda)
Menurut
Kamus Baru Bahasa Indonesia, mutasi adalah perpindahan pegawai dari suatu
jabatan ke jabatan lain.
Peristiwa ini menjadi fenomenal
sejak otonomi daerah. Sebelum mutasi dilaksanakan oleh yang berwenang, terlebih
dahulu dihembuskan kabar berita, akan ada mutasi.
Pegawai yang ada di dalam organisasi
pemerintah daerah, terutama yang sedang berjabatan mulai was-wasa. Ujung dari
rasa was-was itu adalah “kasak-kusuk” mencari kebenaran berita.
Bila berita itu benar, kasak-kusuk
dilanjutkan dengan lobi-lobi kepada “orang-orang” yang dekat dengan “pusat
kekuasaan”. Itulah fenomena mutasi sejak kekuasaan berpindah dari pusat ke
daerah (provinis, kabupaten, dan kota).
Mutasi biasa bagi pegawai. Berpindah
dari satu jabatan ke jabatan lain, dari pegawai biasa menjadi pejabat
struktural atau fungfsional, dan atau dari pejabat struktural menjadi pegawai
biasa merupakan “makan-minumnya” pegawai negeri sipil di daerah.
“Mutasi dilakukan untuk penyegaran
organisasi dan peningkatan kinerja dalam melayani masyarakat”, begitu
pernyataan yang selalu muncul dari “pusat kekuasaan”.
Mutasi-mutasi seperti itu juga
terjadi di dunia pendidikan. Institusi pendidikan memang bernaung di bawah
kekuasaan pemerintah daerah.
Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota,
Unit Pelaksana Teknis Pendidikan, Satuan Pendidikan (Sekolah) berada di bawah
payung kekuasaan pemerintah daerah.
Jika terjadi mutasi besar-besaran,
institusi yang paling banyak pegawainya ini pun ikut terkena imbasnya.
Guru-guru, pegawai tatausaha, pegawai struktural, kepala seksi, kepala
bidang/bagian, dan kepala dinas, ikut di dalam fenomena gelombang mutasi.
Issu mutasi biasanya dihembuskan
pada awal pemerintahan kepala daerah dan pada awal tahun anggaran.
Sekarang kita berpikir positif aja
tujuan awal Mutasi pada awal tahun anggaran mungkin memiliki multimotif.
Motif sebenarnya tentu yang
kompetenlah yang lebih tahu. Hanya para pengambil keputusanlah yang paham motif
sebenarnya.
Orang luar organisasi atau
masyarakat pengamat dan masyarakat awam hanya bisa menduga-duga motif mutasi
tersebut.
Akan
tetapi, dapat dipastikan motifnya bukanlah untuk membuat pegawai atau pejabat
di lingkungan instansi resah, gelisah, bahkan stress.
Bukan, pasti bukan itu niatannya.
Jika ada yang resah, gelisah, dan stress itu hanya semata-mata karena “takut”
dimutasi, takut “kehilangan jabatan dan fasilitas yang melekat padanya”.
Lelang
Jabatan
Istilah “lelang jabatan” mencuat
saat Gubernur DKI Jakarta Jokowi (sekarang
Presiden RI-red) melakukan cara baru dalam mendudukan seseorang dalam
jabatan di Pempro DKI yang dipimpinnya.
Lahirnya ide ini konon bermula
dari keinginan Jokowi untuk mendudukkan pejabat di Jakarta semata-mata
atas dasar kompetisi yang sehat dan jujur.
Dalam lelang jabatan ala Jokowi
ini terdapat ujian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test),
sehingga yang menang pada lelang jabatan ini adalah mereka yang memiliki
kualitas dan kompetensi terbaik di antara seluruh peserta pada jabatan yang
sama.
Lelang jabatan hanya merupakan
sebuah istilah keren yang sebenarnya adalah suatu seleksi terbuka untuk didudukan
pada jabatan tertentu sebagaimana dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Dengan kata lain semua pihak di
lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang memenuhi syarat yang ditentukan
berkesempatan mengajukan lamaran untuk jabatan tertentu di Pemprov DKI
Jakarta.
Disamping itu lelang jabatan
sebagaimana dirintis oleh Pemprov DKI Jakarta ini sesuai dan berawal dari
dengan Surat Edaran Kemen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2012 tentang tata cara
pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka di instansi pemerintah.
Dan Saat ini sudah Jelas diatur
dalam Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),
Lelang jabatan ini juga juga
bertujuan untuk memilih dan mengangkat Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) berdasarkan visi misi, rekam jejak dan kompetensi seseorang,
sehingga seluruh PNS dapat bekerja maksimal sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi (tupoksi).
Yang jelas lelang jabatan ini
lebih terbuka, lebih objektif dari pada dengan cara penunjukkan selama ini yang
selalu diidentikkan masyarakat banyak dengan subjektif, nepotisme, suap, balas
budi, balas dendam dan like and dislike.
Untuk menjadikan lelang jabatan ini
betul-betul terbuka dan objektif, maka mutlak diperlukan tim seleksi yang
boleh saja dari lingkup Pemda/PemProv dan tim penguji kemapuan dan kepatutan
yang harus berasal dari pihak ketika yang legal dan berkompeten.
Suatu hal yang tak kalah pentingnya
adalah perlunya unsur kontroling, sehingga baik tim seleksi
maupun dan tim uji kepetutan dan kelayakan bekerja dan berbuat
semata-mata atas dasar aturan.
Bagaimana dengan lelang jabatan di
Blora. Sejauh ini
baru saja dilaksanakan pada beberapa waktu lalu, yakni untuk mengisi jabatan
Sekretaris Daerah (Sekda) yang hampir 5 tahun dikosongkan.
Tata cara pelaksanaan telah selesai
dilakukan dan saat ini dari 6 calon Sekda yang telah mengikuti lelang jabatan
tersebut, sudah mengerucut menjadi 3 nama yang diajukan ke Gubenur dan nantinya
ke 3 orang tersebut dipilih 1 nama oleh Bupati Blora.
Lobi
Jabatan
Dalam UU ASN Tersebut nampaknya
celak untuk lobi jabatan tertentu makin tertutup dalam arti celah untuk
melakukan itu makin kecil.
Misalnya ada pun, dimungkin
munculnya dari para peserta yang ikut lelang yang kompak dan sepakat memberikan
tempat pada yang dituakan.
Yakni saat dalam tes baik tulis dan
Lesan atau pun tes lainnya, mereka yang tidak ditunjuk menegerjakan tes atau
uji kopentensi asal-asalan, sehingga yang telah ditunjuk dan disepakati
sebelumnya, dapat melenggang mulus.
Tapi
pertanyaan penulis, Apakah ini mungkin terjadi diera sekarang ?
Sebenarnya Pemerinbtah RI tercinta
ini, telah membuat aturan yang telah disepakati bersama secara transparan.
Salah satu proses di dalam birokrasi
yang harus diwarnai oleh penilaian obyektif profesionalisme adalah proses
mutasi para pegawai.
Berbicara mengenai mutasi memang
bukan hal baru dalam suatu organisasi sebaliknya mutasi merupakan hal yang
wajar dalam suatu organisasi.
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
dinamisasi Sumber Daya Manusia (SDM) dan kinerja pegawai.
Di dalam teori manajemen SDM
(manajemen personalia) khususnya mengenai
perencanaan SDM maka terdapat kegiatan yang dinamakan penawaran supply SDM yang terdiri atas sumber internal dan sumber eksternal. Dalam sumber internal inilah terdapat proses yang dinamakan mutasi maupun promosi bahkan demosi.
perencanaan SDM maka terdapat kegiatan yang dinamakan penawaran supply SDM yang terdiri atas sumber internal dan sumber eksternal. Dalam sumber internal inilah terdapat proses yang dinamakan mutasi maupun promosi bahkan demosi.
Esensi mutasi sangat penting di
dalam suatu organisasi karena dapat memberikan penyegaran suasana atau
lingkungan kerja sehingga diidealkan akan terwujud kinerja pegawai yang lebih
baik dan terjadi peningkatan pada kualitas pelayanan publik.
Proses pelaksanaan mutasi tidak
hanya cukup dianggap sebagai perbaikan
kelembagaan struktural ataupun hanya sebagai peningkatan SDM unit kerja
pelayanan tersebut tetapi lebih kepada kepuasan dan keleluasaan masyarakat atas
penilaian positif terhadap peningkatan pelayanan umum yang diberikan.
kelembagaan struktural ataupun hanya sebagai peningkatan SDM unit kerja
pelayanan tersebut tetapi lebih kepada kepuasan dan keleluasaan masyarakat atas
penilaian positif terhadap peningkatan pelayanan umum yang diberikan.
Mutasi adalah kegiatan “halal” dalam
organisasi asalkan dilaksanakan secara
professional oleh pemimpin, misalnya sebelum melaksanakan proses mutasi maka
terlebih dahulu dilakukan proses analis jabatan dan evaluasi kinerja, hal ini
dilaksanakan untuk mendapatkan the right man in the right place on the right
job.
professional oleh pemimpin, misalnya sebelum melaksanakan proses mutasi maka
terlebih dahulu dilakukan proses analis jabatan dan evaluasi kinerja, hal ini
dilaksanakan untuk mendapatkan the right man in the right place on the right
job.
Permasalahannya adalah ketika proses
mutasi yang dilaksanakan lebih
didasarkan atas pertimbangan politis tertentu bukan pada profesionalitas.
Pertimbangan politis lebih didasarkan pada like or dislike (suka atau tidak
suka) pimpinan terhadap para pegawainya bukan pada kapasitas atau kemampuan
individu para pegawai.
didasarkan atas pertimbangan politis tertentu bukan pada profesionalitas.
Pertimbangan politis lebih didasarkan pada like or dislike (suka atau tidak
suka) pimpinan terhadap para pegawainya bukan pada kapasitas atau kemampuan
individu para pegawai.
Kalau pertimbangan politis yang
dijadikan dasar mutasi oleh para pemimpin maka bisa dipastikan bahwa hanya
orang-orang “yang disukai” saja yang akan menjabat posisi-posisi penting dalam
formasi yang akan diisi sedangkan orang orang “yang kurang atau tidak disukai”
akan dialihkan pada jabatan yang kurang strategis atau bahkan tidak memiliki
jabatan sama sekali.
Untuk Itulah Undang-Undang No. 5/2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN),
yang bertujuan Untuk menuju kondisi birokrat yang visioner dan memiliki misi
terhadap Good Governance dan Clean Government sangat dibutuhkan peran aktif
dari sistem lain yang berada di luar birokrasi.
Peran disini maksudnya adalah adanya
pressure sebagai bentuk keseimbangan kontrol terhadap implementasi kebijakan
yang diambil.
Peran tersebut dapat diambil oleh berbagai
elemen masyarakat seperti legislatif, Pers, , Parpol, Ormas, OKP, Ormawa, LSM dan
lembaga sosial kemasyarakatan lainnya.###