Sekda Difinitif setelah Bupati
Terpilih
Tahun 2015
Diprediksi tidak ada Mutasi dan Promosi Pejabat
INFOKU, BLORA- Dengan dilaksanakanya UU no 5
tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebabkan kabupaten Blora akan
sulit untuk mengisi Jabatan Sekretaris Daerah secara Difinitif.
Demikian juga untuk jabatan eselon
dibawahnya juga telah diterapkan UU ASN tersebut.
Menurut 2 orang pejabat eselon II
dilingkungan Pemprov Jateng yang ditemui INFOKU mengatakan penyebabnya waktu
yang tidak cukup seperti apa yang diamanatkan UU ASN.
Seperti diketahui Bupati dan Wakil
Bupati Blora akan berakhir masa jabatanya pada 11 Agustus 2015, sehingga bila
menarik proses pelaksanaan pengangkatan Sekda waktunya tidaklah cukup.
Artinya Bupati Blora yang dibatasi
SE Mendagri tentang Pelaksanaan Mutasi Pejabat Struktural Menjelang Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggal 27 Desember 2012,
tidaklah cukup waktunya mengisi jabatan Sekda.
Proses
Seleksi Sekda
lelang jabatan sekda melalui proses
panjang dengan panitia seleksi yang melibatkan tujuh orang praktisi perguruan
tinggi, tokoh masyarakat, Lembaga Administrasi Negara dan media massa.
Tahapan awal seleksi yakni
pendaftaran dimulai bisa mencapai waktu 20 – 30 hari. Setelah melalui proses
administrasi, para calon sekda harus melalui proses assesment dan tracking.
Pada proses assessment dan tracking
dilaksanakan uji gagasan dimana calon sekda diwajibkan menulis makalah secara
spontan dalam dua jam dengan tulisan tangan.
Proses selanjutnya adalah wawancara
dengan panitia penyelenggara, penyerahan tujuh nama hasil seleksi kepada Kepala
Daerah dan wawancara dengan Kepala Daerah.
“Akibat proses yang cukup panjang
ini, yang kami kira butuh waktu yang lama,” kata kedua pejabat Eselon II
dilingkungan Pemprov itu.
Anggota
TNI-Polri Bisa Jadi Sekda
Ternyata tidak hanya pejabat
Strutural di Lingkungan Pemkab saja, Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) baik
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, bisa berasal dari kalangan anggota
Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Polri.
Itu menyusul keluarnya Surat Edaran
(SE) Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang menginstruksikan agar pengisian
pejabat tinggi utama, madya dan pratama mempedomi Undang-Undang No 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Termasuk Peraturan MenPAN-RB nomor
13 tahun 2014, tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara
Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
“Dalam hal pemberhentian dan
pengangkatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama agar mempedomi
UU No. 5 tahun 2014 dan Peraturan MenPAN-RB No. 14 tahun 2014 tersebut,” kata
Mendagri, Tjahjo Kumolo dalam suratnya dengan nomor 821/22/5992/S.I tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan Pimpinan Tinggi di Pemda Provinsi dan
Kabupaten/Kota bertanggal 29 Oktober 2014.
Dalam Pasal 109 ayat (1) UU No 5
tahun 2014 disebutkan, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat
berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden. Pengisiannya
dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan
Presiden.
Lalu dipertegas lagi dengan ayat (2)
yang menyebut, Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah
mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan, dan sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
“Jabatan Pimpinan Tinggi di
lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-Undangan,” bunyi
ayat (3) dalam Pasal dan UU yang sama.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan
(Kapuspen) Kemendagri, Dodi Riatmadji membenarkan bahwa pengisian jabatan
sekretaris daerah mempedomi SE Mendagri bertanggal 29 Oktober 2014 itu.
Pengisian jabatan sekretaris daerah juga dilelang. “Itu harus. Sesuai dengan
ketentuan yang berlaku,” tukas Dodi dalam keterangan Pers-nya, di Jakarta,
beberapa waktu lalu.
Wewenang
Kepala Daerah Dipangkas
Dengan diberlaukanya UU ASN, maka
para PNS berubah menjadi profesi dan kepala daerah tidak lagi berhak mencampuri
dan mengatur pengangkatan kepegawaian.
Selain wewenang kepala daerah
dipangkas dalam pengangkatan karir PNS,
dengan diberlakukannya ASN nanti, maka gaji pegawai negeri sipil tidak
akan lagi dipukul rata.
Mereka akan digaji sesuai dengan
kinerjanya.
Semakin baik pencapaian kerjanya,
maka gajinya akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya. Pertimbangan lain
dalam sistem penggajian yang baru adalah beban, risiko, dan tanggung jawab
kerja.
Gaji pokok PNS akan dinaikkan, tapi
honor lain dan biaya perjalanan dinas akan dikurangi.
Sistem penggajian ini akan berlaku
dua tahun setelah RUU Aparatur Sipil Negara disahkan.
Kepala Daerah Vs Sekda
Dalam UU ASN terdapat dua pejabat
yang mempunyai peran vital dalam mengelola para ASN, yaitu pejabat politik
(kepala daerah), dengan sebutan pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Dipihak lain, ada sekretaris daerah
atau JPT sebagai pejabat publik, yang dalam UU ASN disebut sebagai pejabat senior
birokrasi.
Memperhatikan secara cermat UU ASN,
khususnya Bab VII Manajemen ASN paragraf 1 perihal PPK, pasal 53 terdapat
klausal yang berpotensi terjadinya kesulitan dalam menerapkan reformasi
birokrasi, khususnya penerapan sistem merite.
Sebab PPK masih memiliki kewenangan
yang signifikan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian para pejabat
di luar jabatan pimpinan tinggi utama dan madya, serta pejabat fungsional
keahlian utama.
Dalam konteks yang lebih luas
dimungkinkan terjadi bergaining posisi antara PPK dan JPT terkait kewenangan
antara keduanya dalam hal terjadi pengusulan calon pejabat administrator dan
peloaksana.
Mengingat PPK mempunyai kewenangan
yang cukup besar dalam penetapan, pengangkatan, pemindahan dan bahkan
pemberhentian pejabat ASN.
Fokus
Pelayanan Publik
UU ASN lahir dalam rangka
mengembalikan fungsi aparatur sipil negara sebagai pelayan publik yang
profesional dan netral dari pengaruh politik.
Profesionalistas aparat sipil negara
dibbangun berdasarkan sistem merite yang dmeliputi keahlian, komptensi dan
dijalankan secara konsisten serta terbuka.
Dalam UU ASN hubungan pejabat
politik dan pejabat publik harusnya setara dan sebanding.
Harapan dengan dilaksanakanya UU ASN
sepenuhnya ditahun 2015 ini maka para ASN dapat netral dan professional
dibidangnya masing-masing.
Yang membedakan antara harapan
antara rakyat dan birokrasi adlaam sistem pemerintahan adalah bagi masyarakat
sejauh mana birokrasi memeiliki konsen dalam memberikan pelayanan kepada
publik.
Maka aparatur sipil negara
berkepentingan dalam pemulihan citra birokrasi melalui sistem seleksi (sistem
merite) secara terbuka.
Dengan demikian, citra birokrasi yang sudah
hancur bertahun-tahun dapat dipulihkan secara bertahap dan secara perlahan
serta pasti, guna meraih kembali kepercayaan masyarakat. (Joko/Tanti/Agung)
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru