“Sang Wakil
Rakyat” Harapan Baru
Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 9 sumber
berbeda)
Syair “Iwan Fals” Wakil Rakyat
Untukmu
yang duduk sambil diskusi
Untukmu
yang biasa bersafari
Disana
… digedung DPR (DPRD-red)
Wakil
rakyat Kumpulan orang hebat
Bukan
kumpulan teman-teman dekat
Apalagi…
sanak family
Dihati
dan lidahmu kami berharap
Suara
kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan
ragu dan jangan takut karang menghadang
Bicaralah
yang lantang jangan hanya diam …… dst
Masih ingatkah Anda tanggal 9 April
2014 yang lalu rakyat telah menggelar sidang terhadap anggota DPR, DPR Provinsi
maupun Kabupaten/kota di seluruh wilayah republik Indonesia.
Pengadilan
rakyat yang tidak menggunakan KUHP dan KUHAP yang berlangsung beberapa menit di
TPS itu telah menjatuhkan sanksi kepada wakil rakyat, di mana ada yang terpilih
dan terpaksa ada yang harus meninggalkan kursi anggota dewan baik pusat maupun
daerah.
Namun
tidak sedikit anak bangsa terbaik yang terpilih mengatasnamakan rakyat di rumah
rakyat tersebut baik wajah lama maupun baru.
Rakyat
penuh harap bahwa siapa pun yang terpilih, apapun latar belakangnya tidak
menjadi persoalan, tetapi yang menjadi persoalan adalah kepentingan rakyat
harus menjadi tujuan utama.
Walaupun
demikian, sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa tidak sedikit anggota
dewan yang terlibat dalam kasus perampokan uang rakyat atau yang lebih populer
dengan istilah korupsi di periode 2009-2014.
Korupsi di Rumah Rakyat
Wajah
bumi pertiwi telah dinodai dengan berbagai macam perbuatan anak bangsa
terhormat di negeri ini dari Sabang sampai Merauke dan dari lokal hingga
nasional, Realita yang tidak dapat terbantahkan adalah banyak utusan rakyat
yang terjerat oleh hukum.
Kasus
yang paling menghebohkan di rumah rakyat (Senayan) adalah Angelina Sondakh,
Mohammad Nazarudin, Anas Urbaningrum dan anggota dewan pemenjarah rakyat
lainnya baik di daerah maupun pusat.
Mereka
yang mengemban tugas mulia yakni mensejahterakan rakyat telah berbalik
memiskinkan rakyatnya secara sistematis.
Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat 42,71 persen dari
wakil rakyat baik di tingkat DPR, DPR Provinsi maupun Kabupaten/kota periode
2009-2014 yang terindikasi virus korupsi.
Temuan
PPATK didasarkan pada transaksi keuangan baik lewat perbankan maunpun non bank.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa yang terbanyak terjerat tindak
pidana korupsi adalah terjadi pada periode 2009-2014, yaitu 42,71 persen angka
ini naik jika di bandingkan dengan periode 1999-2004.
Sementara
dari catatan PPATK atas anggota legislatif selama 2001-2004, hanya 1,04 persen
saja yang terindikasi korupsi, jabatan yang paling banyak terindikasi tindak
pidana korupsi juga anggota legislatif, yaitu sebesar 69,7 persen.
Sementara
untuk posisi Ketua Komisi di legislatif yang terindikasi korupsi sebesar 10,4
persen.
Berdasarkan
data yang dirilis oleh PPATK, maka pertanyaan mendasar yang perlu direfleksikan
dan harus dijawab oleh anggota legislatif periode 2014-2019 adalah apakah akan
terjerumus dalam dosa korupsi yang sama ataukah berusaha untuk membersihkan
rumah wakil rakyat tersebut dari aneka perbuatan tercela termasuk korupsi?
Hanya
waktu yang akan menentukan perjalanan panjang anggota legislatif periode
2014-2019.
Salah
satu hal yang harus diingat adalah janji-janji manis saat kampanye yakni untuk
memberikan yang terbaik bagi rakyat.
Rakyat
tentunya tidak membutuhkan sesuatu yang lebih tetapi minimal wakil rakyat yang
telah dipilihnya tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang melukai hati
rakyat.
Wakil
rakyat adalah orang-orang yang diutus untuk menjalankan suatu tugas yang sangat
mulia yakni memperjuangkan nasib rakyat untuk mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan di bumi pancasila ini.
Dari
sikap anggota DPR maupun DPRD periode yang lalu terkesan hanya sedikit yang
berjuang demi rakyatnya. Harapan rakyat saat ini adalah anggota legislatif
periode sekarang mampu menambah deretan panjang orang-orang baik yang mau
berjuang untuk kepentingan rakyat.
Kerja Setengah Hati
Rakyat
tidak salah memilih wakilnya ke senayan atau DPR Provinsi maupun
Kabupaten/Kota, tapi wakilnyalah yang salah menggunakan kepercayaan rakyat.
Dari
hari ke hari kekecewaan rakyat semakin bertambah besar. Kekecewaan rakyat
bertambah bukan karena pilihannya tidak tepat melainkan DPR/DPRD yang kerja
setengah hati untuk rakyat sebagai tuannya.
Rakyat
merasa ditinggalkan, dipinggirkan dan bahkan dilupakan oleh orang-orang yang
mereka utus dan menitipkan harapan akan perubahan. Menurut penulis, ini
merupakan salah satu alasan mengapa rakyat memutuskan tidak memberikan suara
atau golput pada pemilihan legislatif kemarin.
Dari
wajah anggota DPR/DPRD periode 2009-2014 nampaknya tidak merasa bersalah
apalagi terbeban dengan kepentingan rakyat yang tidak sempat terurus.
Wakil
rakyat yang diutus ke DPR/DPRD adalah orang-orang pintar, berpengalaman tapi
banyak yang kerjanya tidak tulus dan sibuk mengurus diri sendiri.
Seandainya
wakil rakyat di Senayan dan DPR Provinsi maupun Kabupaten/kota di seluruh
Indonesia melaksanakan janji manis mereka di saat kampanye (waktu calon) maka
rakyat tidak perlu mengeluh dan cemas karena kesejahteraan rakyat menjadi
tujuan utama dari pada kepentingan partai dan golongan.
Para
anggota dewan mungkin tidak pernah membaca kalimat Cicero yang mengatakan
bahwa sallus populi suprema lex esto (kesejahteraan rakyat merupakan hukum yang
tertinggi). Atau pernah membaca tapi sengaja melupakannya?
Rakyat
menitipkan kepercayaan kepada wakil mereka baik pusat maupun daerah adalah
untuk mensejahterakan republik ini pada umumnya bukan hanya kelompok tertentu.
Itu sudah tertuang dalam konstitusi Negara ini (Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat).
Demonstrasi
di mana-mana tapi terkesan tidak didengar lagi oleh pemimpin negeri ini. Indonesia
tidak perlu gengsi untuk belajar dari bangsa Jepang. Di Jepang, Negara sebagai
kakak Besar yang selalu memperhatikan rakyatnya tanpa harus diminta dan
dituntut (Satjipto Raharjo 2009:56)
Mengembalikan Kepercayaan Rakyat
Bung
Karno pernah mengatakan bahwa "JASMERAH" (jangan sekali-sekali
melupakan sejarah).
Menurut penulis, perkataan founding fathers ini layak
dialamatkan ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Baik pusat maupun daerah yang
telah terpilih pada pemilihan legislatif kemarin.
Belajar
dari sejarah bukan berarti mengulangi perbuatan bau, buruk dan busuk yang biasa
dikenal dengan korruptio atau korruptus (bahasa Latin), korruption (bahasa
Inggris), korruptie (bahasa Belanda) dan korupsi (bahasa Indonesia) ini, namun
mampu membuktikan kepada rakyat yang merupakan asal-muasal kekuasaan bahwa
mereka (rakyat) tidak salah memilih wakilnya, sehingga melakukan penyimpangan
(korupsi) adalah sesuatu yang mustahil.
Apapun
alasannya, mengembalikan kepercayaan rakyat seluruh ibu pertiwi ini terhadap
anggota DPR/DPRD seluruh Indonesia adalah sebuah kewajiban.
Saudara/i
yang terpilih pada pemilihan legislatif beberapa bulan lalu adalah orang-orang
terbaik dari yang baik. Oleh karena itu, hindarilah politik balas jasa, dan
balas dendam agar dewan perwakilan rakyat tidak berubah menjadi dewan
pemenjarah rakyat.
Pemimpin
bukan untuk menghianati orang yang dipimpinnya tetapi harus siap mengkhianati
dirinya sendiri, ini merupakan nilai yang paling luhur bagi sosok seorang
pemimpin sejati.
Wakil
rakyat periode sekarang adalah sebuah harapan baru bagi rakyat Indonesia yakni pertama; anggota DPR/DPRD sekarang
diharapkan tidak terlibat dalam berbagai mafia dan korupsi yang merugikan
keuangan Negara dan kepentingan rakyat;
kedua; meningkatkan etos kerja yang tulus dan tanpa pamrih untuk
mencapai tujuan dari puncak perjuangan kehidupan manusia yakni kebahagiaan dan
kesejahteraan;
ketiga; mengembalikan kepercayaan rakyat kepada lembaga DPR/DPRD
melalui keteladanan dan ketaatan hokum.###
Lihat Model Cetak Tabloid....
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru