Kesucian Ramadhan dibalik
Pilpres
(Penulis Drs
Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 4 sumber berbeda)
Pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) kali ini mungkin
adalah yang paling panas persaingannya dibandingkan Pilpres sebelumnya sejak
era Reformasi.
Bahkan bulan Suci Ramadan
yang datang bertepatan dengan pelaksanaan Pilpres tidak mampu menurunkan tensi
persaingan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pada masa
tenang sebelum Pemilu 9 Juli yang lalu, masih juga ada kampanye-kampanye terselubung yang
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya SMS berantai.
Persaingan kedua calon
pasangan sudah mulai terlihat sejak masing-masing pihak melakukan deklarasi.
Kondisi pun makin memanas
setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU), menetapkan kedua pasangan calon presiden
dan wakil presiden sebagai peserta Pilpres.
Memanasnya persaingan kedua
kubu dibumbui dengan berbagai kampanye hitam. Kampanye negatif ini jelas usaha
untuk menjatuhkan nama baik salah satu pasangan calon presiden dan wakil
presiden.
Selain kampanye negatif,
cara-cara instan untuk mendongkrak pamor atau image calon pasangan presiden dan
wakil presiden pun dilakukan.
Rakyat disuguhkan drama
telenovela yang ditampilkan masing-masing tim sukses atau orang di sekitar
calon Presiden dan Wakil Presiden.
Apapun dilakukan agar calon
mereka menjadi hero dalam drama telenovela tersebut.
Kadang ini terlihat sangat
bombastis dan membodohi rakyat. Ini karena apa yang disuguhkan belum tentu
benar atau bisa dibuktikan kebenarannya.
Dalam persaingan Pilpres
kali ini, para tim sukses lebih suka memainkan isu-isu tertentu untuk membangun
citra pasangan calon yang didukungnya atau untuk menjatuhkan pasangan calon
lawannya.
Jika kita melihat kampanye
Pilpres Amerika Serikat lalu, terutama saat Barack Obama untuk kedua kalinya,
jelas sangat banyak yang berbeda.
Dalam persaingan merebut
kursi presiden AS saat itu, memang masing-masing pihak memainkan isu-isu
tertentu.
Namun, yang dimainkan adalah
isu-isu nasional dan demi kepentingan bangsa nantinya seperti, pajak,
pengangguran, hingga politik luar negeri.
Nah di kita, memang isu-isu tersebut juga disentil namun isu yang lebih banyak dimainkan adalah isu yang menyangkut pribadi pasangan calon presiden dan wakil presiden itu.
Nah di kita, memang isu-isu tersebut juga disentil namun isu yang lebih banyak dimainkan adalah isu yang menyangkut pribadi pasangan calon presiden dan wakil presiden itu.
Tidak hanya itu, jika di
Pilpres AS para calon bersaing memaparkan berbagai visi dan misi mereka secara
jelas dan bagaimana bisa diterapkan nantinya, calon presiden kita hanya bisa
memberikan suatu gambaran besar yang mungkin saja nantinya hanya menjadi
pemanis di saat kampanye.
Sedangkan timses calon lebih
fokus untuk membangun dan menjual image calon pasangan yang mereka usung lewat
iklan-iklan di media massa.
Cara yang mereka lakukan ini
memang tidak salah mengingat pemilih kita adalah pemilih yang belum maju, yang
begitu mudah termakan dengan pencitraan seperti itu. Ini telah dibuktikan oleh
SBY yang berhasil menjadi Presiden RI dua periode.
Apa yang terjadi dalam
persaingan Pilpres ini juga tak lepas dari peran media massa. Dan sangat
disayangkan ada juga media massa yang cenderung ikut “membantu” menyebarkan
kampanye negatif secara tidak langsung.
Pemberitaan secara terus
menerus terhadap hal yang negatif menyangkut pasangan calon atau orang-orang
yang terkait dengan pasangan calon itu, disengaja atau tidak secara tidak
langsung akan menjatuhkan image pasangan calon tersebut. Di bagian lain, berita
positif yang terkesan dilebih-lebihkan tentang pasangan calon lainnya
ditampilkan berulang-ulang, seakan-akan ingin mengangkat citra calon tersebut
dengan instan.
Kita semua tahu media itu
juga memiliki kepentingan baik bisnis maupun kepentingan lainnya.
Namun, yang perlu diingat
bahwa bagaimanapun juga media massa itu sesuai kodratnya harus mengikuti
kaedah-kaedah tertentu sebagai kontrol sosial demi kepentingan masyarakat luas.
Memang adanya kepentingan tertentu kadang tidak bisa dihindari.
Namun ada “rambu-rambu” yang
harus diperhatikan agar jangan sampai kebablasan, yang pada akhirnya akan
membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada media massa tersebut.
Jika negara kita memang
ingin berubah dan maju, kita harus berani merubah cara berpikir dan cara
pandang kita meski ada risiko yang harus dihadapi.
Terutama untuk meninggalkan
cara-cara yang hanya mengandalkan pencitraan pada sosok tertentu semata.
Sekarang yang harus menjadi perhatian
kita semua rakyat Indonesia adalah memastikan proses pencoblosan dan
penghitungan suara berjalan dengan jujur tanpa adanya kecurangan dan rekayasa.
Terutama karena Pemilihan
Umum Legislatif (Pileg) lalu marak terjadi kecurangan yang melibatkan berbagai
pihak termasuk penyelenggara Pemilu sendiri.
Apalagi jika kita melihat
sejumlah kepala daerah baik tingkat I maupun tingkat II yang terang-terangan
mendukung salah satu pasangan calon wakil presiden dan wakil presiden.
Bukan bermaksud menuduh dan
hanya ingin mengingatkan, dengan kapasitas dan segala kewenangan yang
dimilikinya bisa saja disalahgunakan untuk memenangkan calon pasangan yang
didukungnya.
Namun begitu, meski kita
semua harus mewaspadai terjadinya kecurangan, jangan sampai ini menimbulkan
prasangka negatif terhadap pihak-pihak tertentu yang malah akan membuat situasi
tidak kondusif.
Kita tentu berharap bulan
Suci Ramadan ini bisa membuat masyarakat, kepala daerah, dan para penyelenggara
Pilpres bersikap jujur.
Pilpres yang jujur akan melahirkan Presiden dan Wakil
Presiden yang terbaik bagi bangsa ini. Ini akan menjadi modal dan harapan baru
untuk merubah kondisi negara kita yang saat ini carut marut menjadi negara yang
maju dan bermartabat.
Kini Saatnya Rakyat Mengawal Hasil Rekapitulasi
Pemilu sampai kepusat.##
Lihat ukuran Besar....
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru