Benahi
Birokrasi Jangan Rusak Birokrasi
Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 4 sumber
berbeda)
Kebijakan
reformasi yang kini digulirkan pemerintah tidak boleh hanya sekedar teori,
namun juga harus mampu dilaksanakan sesuai dengan konsep yang telah dibentuk.
Dalam hal ini, diperlukan pemimpin yang dapat tegas mengawal implemnetasi
berbagai program reformasi birokrasi tersebut.
Program reformasi bukan sebatas di
atas kertas tetapi punya konsep dan harus ada pemimpin yang menjamin dapat
diparktikkannya secara nyata. Kalau program itu tidak dapat dilakukan maka itu
hanya omong kosong.
Mewujudkan tata pengelolaan
pemerintah yang bersih butuh komitmen yang kuat dan harus didukung oelh seluruh
stakeholder yang ada terutama dari para pemangku dan pembuat undang undang itu
sendiri. Sebenarnya pemerintah hingga kini telah menyusun sejumlah program
reformasi birokrasi.
Namun kerap menjadi kendala akibat
adanya permasalahan dalam reformasi politik.
Kementriaan Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi telah berupaya mengimplementasikan amanah
perundang undangan menyangkut pembenahan birokrasi, tetapi masih mengalami
persoalan dikarenakan kurangnya dukungan politik dalam proses pelaksanaannya.
Reformasi birokrasi itu sebenarnya
sudah ada, kita tidak perlu meragukan, untuk itu reformasi birokrasi dan
politik harus berjalan beriringan dan seimbang.
Kebijakan reformasi sistem politik
harus menjadi bagian Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Gubernur dan Wakil
serta Pasangan Bupati/Walikota dan Wakilnya supaya ke depan semakin berjalan baik.
Ada sejumlah persoalan yang perlu
menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi.
Mulai dari proses perekrutmen
pegawai negeri sipil (PNS), efisiensi dalam menjalankan pelayanan publik dan
masalah politisasi birokrasi dan yang paling pokok penempatan pejabat yang
disukai kepala Daerah.
Hal inilah yang berpotensi merusak
tatanan birokrasi kita khususnya didaerah.
Saat ini tercatat 321 kepala daerah
dan 1266 pejabat yang terlibat korupsi serta ribuan briokrat tersangkut masalah
hukum.
Problem politisasi birokrasi yang
berkembang poltisasi fasilitas negara untuk pemenangan kandidat. Ini menjadi
sangat dasar, sehingga pembangunan sistem menjadi prioritas agar tata kelola
pemerintahan menjadi akuntabel.
Apalagi kini sebesar 70 persen
urusan rakyat ada di daerah, dan banyak kepala daerah yang tak siap mengelola
anggaran.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih harus dimulai dengan proses
rekrutmen pegawai, tanpa rekrutmen yang baik dan akuntabel maka
birokrasi akan menjadi kerumunan ’serigala’ yang akan dijadikan kepentingan
politik dan sumber korupsi.
Sehingga sebagai sebuah proses,
reformasi birokrasi yang telah, masih, dan terus berjalan, tentu tidak dapat
dilepaskan dari kekurangan-kekurangan (kegagalan) dan kelebihan-kelebihan
(keberhasilan) yang didapatinya.
Apabila kita melihat proses
reformasi birokrasi yang tengah berjalan di Indonesia, sulit rasanya untuk
tidak mengatakan bahwa upaya konkrit dalam melaksanakan reformasi birokrasi
memang sudah dilakukan dan dapat kita observasi.
Namun prosesnya tidaklah mudah.
Perlu komitmen yang kuat, bahkan dukungan elit politik dan birokrasi untuk
mengawal jalannya reformasi merupakan syarat mutlak.
Satu pelajaran penting dari praktik
reformasi birokrasi di banyak negara adalah bahwa proses tersebut butuh waktu
yang panjang.
Perlu berabad-abad untuk mencapai
kemajuan seperti yang mereka rasakan sekarang. Oleh karenanya, sangat wajar
apabila yang kita temukan sekarang lebih banyak kegagalan dibandingkan
keberhasilan, karena kita baru melakukannya dalam hitungan puluhan tahun,
meskipun terasa sudah cukup lama.
Selain komitmen yang kuat dari elit
politik dan birokrasi untuk menyelesaikan agenda reformasi, kontrol atas
perilaku birokrat juga dapat diberikan oleh kekuatan lain di luar seperti Pers,
NGO, atau lembaga independen lainnya.
Melalui kontrol yang sehat,
diharapkan tercipta kondisi birokrasi yang ideal, yakni tata pemerintahan yang
baik dengan birokrasi yang profesional, berintegritas tinggi, serta dapat
menjadi pelayan masyarakat sekaligus menjadi abdi negara.
Kemudian terhadap birokrat-birokrat
yang masih memiliki idealism untuk memperbaiki negeri, seyogianya tidak
terjebak pada sikap pesimistis apalagi menyerah pada sistem yang ada.
Hal tersebut justru menjadi tugas
bersama, untuk terus diperbaiki. Meminjam sindiran seorang pejabat negara yang
peduli terhadap birokrasi: “Yang ikut-ikutan mengalir di sungai itu cuma
sampah, ikan aja berenang melawan arus!”.##
Lihat Model Tabloid....
Gambar Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru