Dunia Politik Ibarat
Musuh Dalam Selimut
(Penulis Drs Ec Agung
Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 12 sumber
berbeda)
“Politik tak pernah punya perasaan. Ketika dia harus
berjalan, dia berjalan. Ketika dia harus mendekati tujuan, dia mendekatinya.
Mungkin merunduk-runduk dalam kegelapan. Mungkin dengan memasaang
jebakan-jebakan untuk mempersulit lawan maupun kawan di partai yang menghalanginya. “
Mungkin
susah kita mengartikan apa sebenarnya makna politik dalam proses kehidupan,
kisah romantika politik di tanah air kita ini penuh warna-warni dari yang penuh
tetesan air mata, layaknya kisah sinetron jam tujuh malam.
Ada yang penuh amarah dengan
dibumbui darah bagai film bollywood yang penuh drama lebay penuh rekayasa.
Kadang terpikir mungkin nasib bangsa
ini sudah seperti ini, ratusan tahun dijajah oleh penjajah yang tidak
mewariskan suatu pondasi yang bagus terhadap sistem politik bangsa
Penjajahan belanda yang isinya hanya
perampokan dengan intrik-intrik politik, yang paling terkenal politik Adu
Domba.
Ini suatu bentuk yang paling keji
warisan penjajahan Belanda adalah politik kelicikan, apapun untuk suatu tujuan.
Sedangkan penjajah bangsa ini yang
tak kalah fenomenalnya adalah Jepang, meski hanya seumur jagung, Jepang
menjajah bangsa ini tapi pola pikir dasar politik jepang sangat mempengaruhi
proses pendewasaan politik di Indonesia.
Penyiksaan jepang dan perlakuan
jepang terhadap bangsa kita yang dulu dikenal dengan sebutan romusa sungguh
membekas, kita diajarkan kekejaman terhadap manusia itu sah dalam kepentingan
politik.
Belanda dengan kelicikan sedangkan
Jepang dengan Kekejaman warisan paling kelam terhadap bangsa ini.
Meski kita selalu mencoba menghindar
dan membentengi dengan akar budaya dan kearifan lokal, tapi sepertinya itu
hanya menjadi wacana semu untuk bisa menjadi dalih sempurna akan keserakahan
dan kemunafikan.
Politik yang sebenernya hanya konsep
dalam bentuk tata cara untuk mewujudakan apa yang kita jadikan tujuan hidup
sebagai manusia normal, yang hanya membutuhkan kestabilan dalam menjalani
kehidupan dengan sebutan hidup makmur.
Tapi apa daya politik terseret pada
paradigma negatif, kita hanya dikenalkan dengan makna politik sebagai
kebiadaban, politik adalah kemunafikan yang berjalan lurus dengan keserahakan.
Politik hanya cara bagi
begundal-begundal penjilat untuk bisa membuncitkan perutnya dan membinarkan
matanya dengan tumpukan materi.
“Politik tak pernah punya perasaan.
Ketika dia harus berjalan, dia berjalan. Ketika dia harus mendekati tujuan, dia
mendekatinya. Mungkin merunduk-runduk dalam kegelapan. Mungkin dengan memasang
jebakan-jebakan untuk mempersulit lawan maupun kawan di partai yang menghalanginya. “
Apa yang harus kita lakukan?? kita
menyelamatkan arti politik sebagai cara untuk mencapai tujuan kehidupan yang
lebih baik dalam arti positif, atau jalan sempurna sebagai pengecut cari
selamat masing-masing.
Bangsa ini memang tidak meminta kita
untuk mengorbankan nyawa kita untuk meyelamatkan dari begundal-begundal politik
terkutuk, Ibu Pertiwi tidak pernah memohon-mohon belas kasihan kita untuk tetep
berjuang dengan keyakinan budi baik yang masi tersisa dalam rongga sempit hati
kita.
Tapi sudah nasib kita lahir di bumi
pertiwi tanah air Indonesia yang indah ini, sudah nasib kita mengemban tugas
memperbaiki puing-piung tersisa dari norma baik manusia di negeri ini.
Mungkin Politik belum tahu bagaimana
menjadi teman yang baik buat kita/
Mungkin juga Politik belum tahu bagaimana cara
membikin kita bisa hidup berdampingan dengan baik, tapi mungkin kita bisa
sedikit membantu politik untuk bisa bersahabat dengan kita, bersahabat terhadap
masa depan bangsa ini, bersahabat dengan cita-cita para pejuang kemerdekaan
bangsa kita, jangan pernah menyerah dengan niat baik.#