Ciptakan Generasi Anti Korupsi sebagai Langkah
Preventif Memberantas Korupsi
(Penulis Drs Ec Agung
Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 4 sumber berbeda)
Punya Rumah
yang Megah tapi jarang ditingalin
Senang
mendekatakan yang jauh justru Menjauhkan yang dekat
Katanya
Pembela Kebenaran
e .e e..
malah merampok uang rakyat
Katanya
Penegak hukum
e . e…e… lha
malah sekarang yang dihukum
Negeri ini
memang aneh, kaya…kaya anehnya
-Iwan Fals-
Budaya korupsi sudah menjangkiti pejabat
negara dari level atas hingga bawah dengan melibatkan pejabat eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Jika dibiarkan, korupsi berjamaah itu akan semakin
membawa Indonesia ke jurang kehancuran.
Generasi muda perlu
dibekali jiwa anti korupsi agar kelak bisa menjadi pelopor pembangunan yang
bersih dan bisa dipercaya. Bagaimana upaya menumbuhkan generasi anti korupsi
sebagai langkah preventif memberantas korupsi?
Transparency
International (TI), sebuah lembaga independen yang mengukur tingkat korupsi
negara-negara di dunia pada tahun 2012 memberi skor Corruption Perception Index
(CPI) kepada Indonesia pada angka 32.
CPI merupakan
indeks agregat yang dihasilkan dari penggabungan indeks korupsi lembaga-lembaga
di sektor publik, yaitu praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan
politisi. Skor CPI berkisar 0 – 100 di mana 0 dipersepsikan sangat korup dan
100 sangat bersih. Skor 32 menunjukkan Indonesia berada pada deretan negara
yang sudah terjangkit korupsi pada level yang memprihatinkan.
Maraknya korupsi
yang tengah melanda bangsa Indonesia sesungguhnya sedang menghantarkan
Indonesia ke jurang kehancuran.
Siapa pun
pelakunya, korupsi tampaknya seperti erosi yang mengikis dan melemahkan
sendi-sendi kebangsaan kita. Perlahan tapi pasti jika korupsi terus dibiarkan
menjangkiti negeri ini maka kegagalan Indonesia sebagai bangsa dan negara
semakin jelas dan nyata. Apakah ini yang akan diwariskan kepada anak cucu kita?
Perilaku korupsi
berjamaah yang terjadi di Indonesia bukan lagi sebatas kasus, melainkan “virus”
yang sedang mewabah dan meracuni negeri ini. Sederet fakta meyakinkan kita
bahwa Indonesia butuh vaksin yang efektif untuk melawan korupsi. Beberapa kasus
besar yang terjadi seperti penggelapan pajak, kasus korupsi pengadaan Alquran,
pembangunan Wisma Atlet Hambalang, penambahan kuota impor daging sapi, Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),
simulator Surat izin Mengemudi (SIM) dan kasus suap penyelesaian sengketa
Pilkada di Mahkamah Konstitusi melibatkan sejumlah pejabat eksekutif,
legislatif, dan yudikatif bahkan oknum kepolisian yang seharusnya menjadi
pahlawan pemberantasan korupsi. Belum lagi berbagai kasus yang terjadi di
tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten.
Lantas bagaimana
usaha mencegah dan menghentikan korupsi yang sudah terjadi begitu akut dan
mengakar itu?
Diibaratkan pohon,
tidak mungkin mengubah pohon yang sudah lapuk menjadi pohon apel yang berbuah
segar. Yang bisa dilakukan adalah membuang pohon lapuk itu dan menggantinya
dengan bibit-bibit apel baru.
Mengubah watak dan
mental para pejabat yang sudah terjangkiti korupsi adalah hal yang tidak mudah
tapi menumbuhkan generasi-generasi baru yang berjiwa anti korupsi merupakan
langkah efektif mencegah dan memberantas korupsi. Upaya ini dilakukan melalui
penanaman karakter anti korupsi sejak dini di lingkungan keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Bagaimana caranya?
Uang
saku kejujuran
Ini merupakan
langkah yang paling sederhana yang bisa diterapkan di lingkungan keluarga.
Caranya dengan mengubah pola pemberian uang saku yang selama ini diterapkan
sebagian besar orang tua.
Biasanya orang tua
memberikan uang saku kepada anaknya setiap hari secara rutin, tapi dengan pola
uang saku kejujuran, anak mengambil sendiri uang saku yang telah disediakan
orang tua.
Sebelum menerapkan
sistem itu, orang tua harus membuat ketentuan bahwa setiap anak diberi jatah
uang saku per hari dalam jumlah tertentu, kemudian dihitung akumulasi per
minggu dan per bulan. Jumlahnya tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anak.
Selanjutnya orang
tua menyediakan tempat khusus yang hanya bisa diakses tiap anak dengan
memberikan kunci yang berbeda-beda. Di tempat itu disediakan sejumlah uang
untuk keperluan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu minggu atau
satu bulan. Dan anak dipersilakan mengambil sendiri setiap hari.
Jika si anak tidak
hati-hati dan kurang bertanggung jawab dan uang itu habis sebelum waktunya maka
risikonya ia tidak bisa jajan atau membeli sesuatu pada minggu atau bulan itu.
Dalam keadaan
demikian dengan sendirinya ia akan merasa malu dan takut untuk meminta tambahan
uang dengan berbagai alasan (baca: korupsi) karena semua jatah sudah diberikan
dan ia diberi kepercayaan untuk mengelolanya. Dan orang tua harus konsisten
dengan memberikan jatah lagi pada minggu atau bulan berikutnya, beigitu
seterusnya.
Memang terlihat
sepele, namun penerapan pola uang saku kejujuran secara langsung akan
menumbuhkan sikap jujur, disiplin, bertanggung jawab, cermat dan hati-hati.
Apabila pembiasaan
sikap positif tersebut berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan,
akan menumbuhkan karakter yang mengakar kuat dalam hati dan jiwa setiap anak.
Karakter seperti itulah yang dibutuhkan jika suatu saat si anak menjadi
pejabat.
Banyangkan jika
setiap keluarga di seluruh Indonesia menerapkan pola uang saku kejujuran, dalam
waktu 20 – 30 tahun akan muncul generasi baru yang sudah memiliki jiwa dan
semangat anti korupsi.
Para founding
father – seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Yamin dan tokoh-tokoh nasional
lainnya menggemakan semangat melawan penjajahan sebagai wujud nasionalisme di
era kolonialisme. Hingga saat ini dan sampai kapanpun semangat nasionalisme
tetap dibutuhkan.
Tapi bagaimana
memupuk nasionalisme setelah Indonesia 69 tahun merdeka? Di tengah carut marut
kondisi bangsa dengan jeratan korupsi yang merajalela, rasanya sangat relevan
jika anti korupsi dijadikan ide besar membangun nasionalisme baru bagi bangsa
Indonesia.
Setiap saat, setiap
waktu, di mana pun dan kapan pun harus selalu ditanamkan kepada generasi muda
bahwa korupsi adalah biang keladi kehancuran bangsa. Sepantasnya sekarang kita
serempak meneriakkan anti korupsi, ganyang koruptor, stop tikus-tikus kantor,
enyahkan pejabat gadungan yang hanya doyan uang rakyat melalui spanduk, poster,
pamflet, dan selebaran. Kita gaungkan anti korupsi seperti tulisan dan teriakan
“merdeka atau mati” pada era kolonialisme.
Saatnya kita
menjadikan semangat anti korupsi sebagai wujud nasionalisme baru di era
kemerdekaan untuk menumbuhkan generasi anti korupsi.
Bangkitlah
Indonesiaku, Kami yakin Indonesua Bisa
Dirgahayu Hari
Kebangkitan Nasional
20 Mei 1908 – 20
Mei 2014
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru