Opini tabloid INFOKU 72 - PRO RAKYAT



Pembangunan Wajib Pro Rakyat
(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU Kelahiran Sitimulyo Cepu Kabupaten Blora)
Blora dikenal sebagai Wilayah di Indonesia  yang kaya dengan sumberdaya alam. Mineral, minyak dan gas bumi, hutan Jati, Pasir alamnya dan lain-lain adalah sumber kekayaan alam yang diberikan Allah SWT kepada rakyat kabupaten Blora.
Karena itu, ungkapan bahwa Blora secara khusus diusulkan partai Gerindra sebagai alternative ibu kota RI sangatlah layak.
Blora dapat diibaratkan seperti untaian zamrud khatulistiwa, atau kolam susu merupakan ekspresi yang menggambarkan keindahan dan kekayaan alam yang dimiliki negeri tercinta ini.
Tetapi, apakah kekayaan alam tersebut membawa nikmat dan telah mengantarkan rakyat Blora atau rakyat dan bangsa Indonesia ke tingkat kesejahteraan dan kemakmuran seperti yang dicita-citakan dalam Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945?
Rezim orde baru memang sudah berlalu, namun rezim-rezim penggantinya masih terus melanggengkan warisan kebijakan sebelumnya, obral murah dan keruk habis sumberdaya alam yang ada. Inilah kesesatan berfikir pemerintah yang memaknai era globalisasi dan pasar bebas hanya dari sudut pandang ekonomi.
Sementara bayang-bayang krisis energi yang sudah menghantui dunia saat ini tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting dan serius.
Tidak aneh jika pemerintah pusat  hari ini pun lebih sibuk mengurusi soal bagaimana investor asing mau menanamkan modal sebesar-besarnya, tapi melupakan nasib rakyat banyak yang tidak pernah memperoleh tetesan dollar karena diangkut oleh para pemodal ke negaranya masing-masing. 
Tak Mengubah Nasib Rakyat Blora
Apa yang kemudian diperoleh oleh rakyat dari berbagai ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya alam yang dari waktu ke waktu makin menunjukkan kecenderungan yang negatif.
Berbagai upaya telah ditempuh Bupati maupun DPRD blora agar Blora mendapat dan bias mengelola hasil alamnya, dan tidak mengandalkan bagian seperkian persen nampaknya sulit terwujud.
Bahkan Penulis yang asli Blora ini kalau boleh mengatakan Istilah “perampokan” mungkin terlalu sarkastis (kasar), tapi itulah kenyataan yang ada.
Eksploitasi sumberdaya alam yang dimulai hampir bersamaan dengan berdirinya Republik ini ternyata tak pernah bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik. Bahkan saat perangpun kabupaten Blora merupakn daerah penyangga bahan bakar untuk pesawat terbang yakni Migas di kecamatan Cepu.
Namun pemerintah kita sepertinya cukup puas dengan memperoleh keuntungan yang tak lebih dari 10 persen bahkan lebih kecil lagi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang berdalih atas nama “investasi”.
Pemasukan dari sektor tambang misalnya, yang masuk ke kas negara/daerah setiap tahunnya hanya berkisar antara 3-4 persen.
Bahkan Untuk kekayaan alam yang berupa batu-batuan dan pasir kwarsa Pemkab Blora belum menerima hasil itu.
Sebuah angka yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan biaya sosial dan biaya lingkungan yang harus ditanggung oleh rakyat. 
Di semua tempat, kehadiran berbagai industri yang eksploitatif justru telah menciptakan enclave ekonomi.
Ada jurang yang begitu lebar antara perusahaan disatu sisi dengan masyarakat adat/lokal di sisi lain yang seharusnya berhak untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alamnya sebagai sumber-sumber kehidupan mereka.
Masyarakat seolah cuma jadi penonton atas eksploitasi yang dilakukan oleh berbagai industri yang ada.
Lebih miris lagi bisa kita saksikan, dilokasi-lokasi dimana eksploitasi sumberdaya alam dilakukan, di situlah kantong-kantong kemiskinan ditemukan.
“Pepatah mengatakan Rakyat Blora menjadi Buruh didaerahnya sendiri”
Berbagai praktek alih fungsi lahan dan hutan untuk berbagai kepentingan atas nama pembangunan seperti Pengeboran Minyak dan Gas, Penambangan batu-batuan dll.
Pertambangan misalnya, selama ini dikenal sebagai suatu usaha yang destruktif dan ekstraktif bila tidak ada kontribusa yang besar terhapap masyarakat setempat.
Pemkab Haru Lebih Serius Lagi
Apanila Pemkab tidak serius niscaya akan hilangnya kemampuan kawasan untuk mendukung kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan.
Hutan terbukti mendukung perekonomian dan sumber kehidupan rakyat Blora sejak dulu berubah Gundul lewat pengambilan hasil hutan.
Selain itu juga sebagai sumber terbesar ketersediaan air bersih. Bila kawasan hutan tersebut hilang, maka hilang pula dukungan dan fungsi hutan bagi masyarakat.
Untuk itu upaya perlindungan dan penyelamatan atas sumberdaya alam tersebut dari kerusakan merupakan sesuatu yang mutlak untuk terus diperjuangkan bersama. 
Pelaksanaan pembangunan di Blora sudah seharusnya memenuhi setidaknya dua syarat utam.
Yaitu pertama mampu menyejahterakan rakyat banyak, baik rakyat yang berada disekitar wilayah sumberdaya alam, yang selama ini menjadi korban berbagai aktivitas eksploitasi sumberdaya alam,  maupun seluruh rakyat di Blora.
Kedua, pengelolaan sumberdaya alam yang ada haruslah memperhatikan daya dukung dan pelayanan ekologis  setempat.
Sehingga lingkungan tidak ditempatkan sebagai obyek dari kegiatan manusia semata, tetapi juga dilihat sebagai satu kesatuan ekologi dengan manusia, karena kerusakan terhadapnya akan membawa malapetaka/bencana bagi manusia (Ingat bagaimana kejadian banjir bandang di lalu di Ngampel, Tanah lonsor dan Rimah diterjang angin).
Untuk itu kebijakan pembanguan  Blora ke depan diharapkan benar-benar pro rakyat dan lingkungan.
Harapan besar dari kita semua kepada Pemerintah Kabupaten Blora untuk tidak terjebak pada pilihan-pilihan pembangunan yang keliru dan sesat.
Seharusnya mari kita tetap membangun, namun pastikan upaya melestarikan dan melindungi hutan dan sumberdaya alam Aceh dari kehancuran dan mengurangi berbagai risiko akibat bencana yang berulang kali terjadi di Blora menjadi sebuah keharusan. Untuk itu segeralah “bercermin” sebelum terlambat.#
 Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru