UU ASN Tuntut PNS Bekerja
Profesional dan Kontroversinya
(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto
– Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 7
sumber berbeda)
Dengan
diberlakukannya Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),
semua PNS khususnya di lingkungan Pemkab Sumedang dituntut bekerja profesional
dan kompeten.
Salah satunya, bagi PNS dengan jabatan pimpinan tinggi seperti eselon
II setingkat kepala dinas yang menjalani MPP (Masa Persiapan Pensiun), harus
siap dan legowo bekerja menjadi staf kembali hingga pensiun. Kecuali,
mengajukan pensiun dini atas permintaan sendiri.
BUP (batas usia pensiun) yang digariskan undang-undang, bertambah dari
asalnya sampai usia 56 tahun menjadi 58 tahun untuk PNS administrasi (eselon
III) dan 60 tahun untuk pimpinan tinggi (eselon II).
Mengingat BUP dalam undang-undang bertambah, sehingga Pejbat tersebut harus
bekerja lagi atau Pensiun.
Sehingga PNS berstatus
pimpinan tinggi yang menjalani MPP, mau tak mau harus kembali bekerja sebagai
staf pelaksana. Sebab, ketentuan itu amanat undang-undang yang mesti dipatuhi
dan dilaksanakan oleh semua PNS secara nasional.
Secara umum, tugas PNS bukan mengejar jabatan,
melainkan mengabdikan diri kepada bangsa dan negara untuk melayani kepentingan
masyarakat. Kalau sekedar mengejar jabatan, bisa mengikuti seleksi terbuka di
provinsi maupun pusat melalui internet.
Bentuk profesionalitas PNS lainnya, bagi jabatan eselon II setingkat kepala dinas,
masa jabatannya dibatasi lima tahun. Jika ingin menjabat lagi, harus mengikuti
seleksi terbuka yang diselenggarakan panitia seleksi (pansel).
Pansel (panitia seleksi) dibentuk oleh bupati yang dikoordinasikan
dengan Komisi Aparatur Sipil Negara di Jakarta yang bertugas melakukan
pengawasan. Seleksi itu dilakukan melalui internet yang bisa online ke website
BKN (Badan Kepegawaian Nasional).
Dengan pemberlakuan undang-undang itu, tak ada lagi istilah mengejar
jabatan dengan cara 3D (duit, deukeut, deuheus). Bahkan tidak ada lagi yang
namanya ‘jabatan abadi’, atas dasar kepercayaan
pimpinan.
Seleksi jabatan struktural, diterapkan atas dasar kompetensi dan
kinerja profesional. Kalau kinerjanya jelek, jabatannya bisa diberhentikan.
Dengan UU ASN ini, merubah prilaku dan mindset para PNS..
Disamping itu diatur pemberhentian jabatan struktural, dilakukan melalui beberapa tahap. Jika
dalam setahun kinerjanya jelek, akan diberi kesempatan 6 bulan. Kalau masih
jelek juga, akan dipindahkan ke dinas lainnya selama setahun.
Seandainya masih tetap begitu, baru lah jabatannya dicopot. “Berarti,
pejabat itu tidak berkompeten dan tak mampu bekerja profesional.
Disisi lain kinerja para
PNS, akan dinilai dan diukur secara kuantitatif dan kualitatif dari pencapaian
SKP (Sasaran Kerja Pegawai) yang dibuat setiap tahun. Jika dalam setahun
SKP-nya tidak tercapai, ada sanksi disiplin berat dan sedang. Sanksi disiplin
berat, jika pencapaian SKP-nya di bawah 25 persen. Sementara sedang,
pencapaiannya 25 persen sampai 50 persen.
Yang di bawah 25 persen saja diberi sanksi disiplin berat. Apalagi yang
tidak membuat SKP. Pembuatan SKP untuk semua PNS sudah diterapkan tahun ini
sejak diberlakukannya UU ASN tanggal 15 Januari 2014. PNS yang rajin dan malas
bisa ketahuan dari pencapaian SKP.
Tujuh Kontroversi UU Aparatur Sipil Negara
Seperti diketahui Pemerintah
membutuhkan waktu 2,5 tahun untuk menyiapkan Rancangan Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara. Namun, setelah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan
itu akhirnya menjadi rancangan undang-undang inisiatif Dewan.
Rancangan undang-undang ini dibahas oleh Dewan dalam 84 rapat selama
tiga tahun dan akhirnya disahkan 20 Desember 2013. Kemudian, pada Rabu, 15
Januari 2014, pemerintah mencantumkan undang-undang ini pada lembaran berita
negara sehingga dapat diterapkan.
Meski sudah dapat diterapkan, masih ada hal-hal yang krusial dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini:
1. Pasal 6, hanya ada dua jenis pegawai, yaitu pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang tidak memiliki nomor
induk pegawai seperti PNS. Kemenpan membantah PPPK sama dengan tenaga honorer
"baju baru".
2. Pasal 21 menyebutkan, PNS berhak memperoleh: gaji, cuti, jaminan
pensiun dan hari tua, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. PPPK berhak
memperoleh: gaji, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi
3. Larangan untuk berpolitik bagi PNS dan PPPK, seperti ketentuan Pasal
9 ayat 2. Aparatur Sipil Negara, menurut pasal itu, harus bebas dari semua
intervensi dan pengaruh golongan atau partai politik.
4. Pasal 87 ayat 4 poin c menyebutkan dengan tegas bahwa bergabung
dengan partai politik merupakan salah satu tindakan yang membuat PNS dipecat
secara tidak hormat. Netralitas menjadi salah satu asas manajemen pegawai
pemerintah, berdasarkan Pasal 2.
5. Pasal 88 ayat 1 poin c berbunyi PNS diberhentikan sementara apabila
ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana. Status itu bisa dipulihkan
kembali oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
6. Wewenang Komite Aparatur Sipil Negara seperti Pasal 32 ayat 1 poin
a. Seperti mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan,
pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat
Pimpinan Tinggi
7. Kewenangan Presiden dalam memilih anggota KASN
(Komite Aparatur Sipil Negara). Pasal 39 ayat 5 berbunyi, tim seleksi (yang
dipilih oleh menteri) menyampaikan dua kali jumlah anggota KASN untuk dipilih
dan ditetapkan oleh Presiden.#
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru