OPINI tabloid INFOKU 66



Wartawan "Bakul Berita" Bukan Hakim
(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 9 sumber berbeda)

Menjadi pewarta merupakan sebuah seni tersendiri bagi siapa saja yang benar-benar menganggap bahwa profesi ini sebagai pekerjaan yang mulia dan membanggakan.
Tentunya jika hal itu telah ditanamkan sudah pasti akan menjalankan kapasitasnya dengan cara terhormat. Yang dimana kehormatan itu akan muncul dengan mengedepankan etika sesuai dengan kode etik jurnalis.
Kredibilitas dan integritas seorang wartawan akan bertahan seiring sikap yang mampu berdiri pada pondasi-pondasi tersebut.
Seorang wartawan adalah figur yang mampu berbaur pada seluruh kalangan dan memiliki koneksitas yang sangat luas.
Karena insan pers tidak hanya memiliki keahlian dalam meramu redaksi pemberitaan melainkan mampu menempatkan peranannya sebagai mediator yang independen, mampu memahami kapasitasnya yang memiliki banyak batasan.
Sebaliknya, tidak sedikit ditemui di lapangan banyak oknum wartawan yang justru terkesan berlaku seolah kapasitasnya mencakup segala lini baik itu sebagai PENYIDIK, PENUNTUT bahkan sebagai HAKIM.
Beberapa orang kepala sekolah. Kades ataupun Kuntraktor  misalnya, sering menuturkan pada saya bahwa mereka kadang berhadapan dengan wartawan yang terkesan menyidik bak Polisi, menetapkan dakwaan bak seorang jaksa bahkan tidak ragu menjastifikasi (menfonis) bersalah bak seorang Hakim.
Keluhan seperti ini sebenarnya telah lama berlangsung sejak menjamurnya media cetak yang muncul hampir setiap bulan.
Dengan makin banyaknya media cetak maupun elektronik yang beredar di Blora yang tentunya jumlah itu akan berpengaruh pada personil yang semakin banyak.
Ironisnya ada perekrutan tenaga pewarta terkesan asal-asalan tanpa mengedepankan unsur kualitas dan SDM calon wartawan atau setidaknya memberikan pembekalan untuk mengedepankan kode etik jurnalisme indonesia yang bermartabat dan cerdas.
Buktinya, di lapangan tidak sulit menemukan oknum wartawan yang tidak hanya menggunakan kapasitasnya untuk mengintimidasi sumber bahkan juga menganggap dirinya sebagai super power yang dapat menentukan nasib setiap sumber, dengan berlaku seolah dirinya tak terjangkau hukum.
Dia tidak sadar bahwa bahasa hukum itu jelas didalamnya mengatakan (BARANG SIAPA), tidak disebut (KECUALI).
Hanya kemitraan yang menjadikan seorang wartawan menjadi kuat, bukan arogansinya... Kekuatan bermitra dengan menjunjung tinggi ETIKA Jurnalis akan membentuk kewibawaan seorang wartawan. Karena wartawan hanya penyaji informasi yang berimbang dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah. Karena wartawan adalah bakul (penjual) berita bukan HAKIM.
Artinya menulis adalah makanan sehari-hari jurnalis media cetak. Entah itu majalah, tabloid, atau koran.
Selain itu ada juga wartawan media online yang tetap harus ahli menyampaikan kata-kata secara terstruktur agar informasi dapat tersampaikan dengan jelas pada pembaca.
Kebanyakan wartawan memang fasih merangkai kata saat menuliskan reportase. Data dan fakta di lapangan, baik pandangan mata atau wawancara diramu dengan baik. Berpikir sebentar menentukan angle/sudut pandang berita, langsung tulis.
Kalau mingguan atau bulanan, mungkin waktu berpikirnya lebih panjang ketimbang wartawan harian.
Dari penulisan berita inilah. awal apakah media itu dapat diterima dimasyarakat atau tidak.
Artinya dari rangkaian kata sebuah berita yang ditulis seorang wartawan juga merupakan faktor daya tarik yang menyebabkan laku tidaknya media tersebut.
Atau dengan kata lain seorang wartawan hendaknya harius mampu menjual beritanya sehingga dapat menarik orang untuk membacanya.# 
 Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru