Penyakit Kronis bagi
Pembangunan Pedesaan
(Penulis Drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 3 sumber
berbeda)
“Kehancuran
sebuah negeri adalah buah dari kefakiran, dan kefakiran disebabkan oleh
kerakusan para penguasa”. Begitulah nasihat yang diwasiatkan oleh Imam Ali bin
Abi Thalib kw, salah satu pemimpin Islam yang dicintai karena kezuhudannya,
yang lebih mengutamakan kesejahteraan ummatnya daripada dirinya sendiri.
Pemimpin
anti korupsi yang begitu taat beragama dan jujur dalam mengelola Baitul mal
sebagai kas negara yang digunakan untuk rakyatnya.
Hikmahnya
adalah, bahwa dalam suatu negara, kesejahteraan rakyat, masyarakat madani tidak
akan pernah tercipta apabila penguasa masih terobsesi untuk menimbun harta yang
seharusnya digunakan untuk rakyat. Di seluruh dunia, setiap tahun pada tanggal
9 desember diperingati sebagai hari anti korupsi.
Tujuannya
adalah agar setiap orang didunia ini dapat melek dalam melihat betapa korupsi
kini ibarat penyakit kronis yang akan membawa sebuah negara ke jurang
kemiskinan.
Betapa
tidak, korupsi divonis sebagai salah satu penyebab utama ketertinggalan banyak
negara, utamanya negara-negara yang dipredikat sebagai negara berkembang karena
pembangunannya yang tidak maksimal.
Saat ini,
perlu kita catat bahwa Indonesia masih menempati urutan-urutan teratas sebagai
negara terkorup yang diranking oleh berbagai sumber. Misalnya transparency.org
yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di dunia, dan
bertengger di urutan pertama di kawasan Asia pasifik.
Meski
pemerintah Indonesia telah memproklamirkan gerakan “jihad melawan korupsi”,
fakta yang cukup memiriskan kita adalah bahwa dalam kurun waktu 2004-2011
terdapat 1408 kasus yang merugikan negara hingga 39,3 triliun rupiah (Kompas, 5
Desember 2012).
Masalah
korupsi kini telah menjamah hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat, yang
oleh karenanya korupsi ini sudah sampai pada taraf extraordinary crime.
Hampir semua
bidang pembangunan, pada tiap tingkatan baik lokal maupun nasional, kasus-kasus
korupsi kerap kita temukan. Salah satu segmen yang terkena imbas dari
perampokan uang negara ini adalah masyarakat desa.
Di pedesaan,
tergerusnya uang-uang rakyat berdampak langsung pada pembangunan pedesaan.
Padahal
pembangunan desa merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan nasional.
Sebab,
meskipun sektor pertanian sebagai aktifitas utama masyarakat desa ‘hanya’
menyumbang sekitar 17,3 persen dari total PDB, terdapat sekitar 44,3%
masyarakat Indonesia yang memiliki aktifitas di sektor pertanian.
Saat ini
terdapat sekitar 76.000 desa di Indonesia (PNRI, 2012) dimana 36% diantaranya,
menurut Mendagri Gamawan Fauzi dikategorikan sebagai desa tertinggal.
Selain itu,
desa merupakan pemasok utama bahan baku pertanian ke kota. Dengan kata lain,
memiskinkan rakyat desa berarti membunuh rakyat kota, skak mat. Hal tersebut
mengindikasikan betapa bergantungnya kesejahteraan rakyat kita pada pembangunan
desa.
Untuk
pembangunan pedesaan, segi prasarana, bantuan dan pelayanan mungkin adalah
bukti-bukti yang paling kasat mata untuk melihat dampak dari korupsi di desa.
Banyaknya
pembangunan infrastruktur di desa seperti jalan, jembatan, dan irigasi akhirnya
menjadi terhambat akibat teralihkannya dana pembangunan dari pos umum ke
kantung pribadi.
Sejatinya,
pembangunan infrastruktur ditujukan untuk membantu masyarakat desa dalam
meningkatkan produksi pertanian.
Contohnya, irigasi sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh petani, apalagi yang berada di daerah dimana curah hujan lebih
rendah sehingga hanya mengandalkan air hujan dan menanam sekali setahun.
Dengan
irigasi, petani dapat memanfaatkan pengairan dan meningkatkan jumlah panen
dengan penggunaan air yang cukup sehingga bisa panen dua hingga tiga kali dalam
setahun.
Contoh lain
misalnya, minimnya prasarana jalan dan jembatan membuat operational cost
meningkat akibat biaya transportasi yang tinggi.
Hal yang
sama terjadi pada bantuan-bantuan untuk desa seperti beras untuk rakyat miskin
(raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dll yang akhirnya tidak sampai ke
tangan yang semestinya.
Akibatnya
sarana maupun pelayanan yang seharusnya diperuntukkan untuk pembangunan desa
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan masyarakat baik dalam hal
pengadaan infrastruktur maupun pelayanan jasa.
Untuk itulah
penulis berharap agar para pelaksana proyek yang saat mengerjakan proyek
infrastruktur Jalan di blora agar bekerja sesuai dengan standarnya dalam
kontrak.
Agar
nantinya proyek yang dikerjakan dapat bermanfaat untuk rakyat dan dikemudian
hari terlibat adanya dugaan korupsi pada proyek yang dikerjakanya.
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru