Topik
Komite Sekolah vs
Visi Misi Bupati
INFOKU, BLORA-
Sepertinya carut-marut dunia pendidikan di Indonesia sudahlah penyakit
menular yang sangat sulit untuk diberantas.
Setiap tahunnya ada saja persoalan
dan masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia ini, mulai dari
pungutan liar sekolah, ijazah yang ditahan pihak sekolah, sampai ada juga siswa
yang harus gantung diri karena takut tidak lulus UAN.
Dan cerita yang paling lama adalah
masih ada saja anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang
lebih tinggi karena terganjal biaya sekolah.
Adalah pemerintah sudah melakukan
upaya untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan semua proses yang berlangsung
di sekolah dengan telah dibentuknya Komite Sekolah berdasarkan SK Mendiknas No.
044/U/2002 yang berperan sebagai; pemberi pertimbangan, pendukung, dan pemberi
kontrol di suatu pendidikan.
Dimana anggota Komite Sekolah adalah
unsur masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, guru dan wali murid.
Sedangkan Komite Sekolah adalah lembaga non profit dan non politis yang
bertanggung jawab terhadap Peningkatan kualiatas proses dan hasil pendidikan.
Seiring perkembangannya Komite
Sekolah sepertinya belum menunjukkan fungsi dan perannya. Malahan
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Komite Sekolah terasa memberatkan bagi
wali murid yang kehidupan perekonomianya menengah ke bawah.
Dikabupaten Blora sendiri sampai
bulan ketiga tahun ajaran ini, belum nampak sama sekali aksinya terkait
penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolahnya.
Pantau INFOKU di berbagai sekolah
diwilayah Kabupatewn Blora belum ada yang menyelenggarakan rapat Komite
Sekolah.
Namun demikian khususnya SLTA
Sederajat sudah mengadakan tarikan uang sekolah, namun dikemas dalam wujud
titipan yang besarannya sukarela.
Menurut lebih dari 10 Guru dan
kepala sekolah yang ditemui Infoku, mengatakan Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga (Dindikpora) belum memberi ijin pelaksanaan Rapat Komite tersebut.
“Menunggu diselesaikanya RKS dulu
kemudian Dindikpora baru mengeluarkan petunjuk pelaksanaan rapat Komite
Sekolah,” kata mereka.
Terkait permasalahan ini beberapa
masyarakat menilai, keadaan ini dipicu dengan adanya visi dan misi Bupati Blora
yakni sekolah gratis.
Amin Faried Ketua Blora Critis
Center misalnya bahkan mensinyalemen adanya kucuran dana BOS untuk Siswa SLTA
sederajat sebesar Rp. 1 juta pertahun peranak, menjadi penyebab molornya rapat
Komite Sekolah.
Lanjut dia, padahal dengan adanya Komite Sekolah, diharapkan ada partisipasi
dari masyarakat dalam pengembangan satuan pendidikan. Salah satu partisipasi
dan yang paling diharapkan adalah dukungan dana yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Dengan segera diadakanya Rapat
Komite Sekolah sehingga dapat memunculkan keputusan yang sah secara hukum,
tentang perlu tidaknya pembebanan biaya bagi orang tua anak didik,” katanya.
Subsidi Silang
Sementara beberapa banyak kalangan
masyarakat Blora menyarankan Sekolah di Blora belajar dari pengelolaan yayasan
sekolah swasta atau Sekolah Negeri misalnya di SMAN 1 Solo.
Mengapa pungutan diberlakukan dan
diharuskan. Selain memupuk tanggung jawab siswa dan orang tua wali. Karena
membayar berarti melahirkan tanggung jawab rasa memiliki.
Berapa pun besarnya, pungutan
pendidikan sangat dibutuhkan demi mengikat tanggung jawab dan kesadaran
membangun kepedulian kemajuan pendidikan ditentukan melalui Rapat Komite yang
sangat terbuka sekali.
Di sekolah itu penerapan pungutan
yang dilakukan tidak hanya penarikan dana semata.
Tetapi ada usaha lain demi membantu
orang yang miskin, terlantar, terpinggirkan, lemah dan difabel.
Penerapan subsidi silang selalu
menjadi bagian kebijakan dari pungutan yang terjadi di sekolah swasta.
Budaya saling membantu, menolong
terhadap orang yang tidak mampu sudah menjadi habitus sebagian besar sekolah
Solo.
Besarnya pungutan tiap siswa satu
dengan lainya tidaklah sama tergantung kemampuan orang tua masing-masing siswa.
Banyak orang kaya yang ingin berbagi
rezeki namun kadang tidak tahu bagaimana cara untuk menyedekahkan/ memberikan
bantuan.
Oleh karena itu, demi asas keadilan
dan pemerataan kualitas pendidikan perlu konsistensi kebijakan.
“Saya juga yakin berapapun akan
dibayar orang tua siswa, bila ada kepastian hukum terkait pembebanan biaya yang
ditetapkan melalui rapat Komite Sekolah yang benar-benar terbuka dan
transparan,” ungkap Ateng Sutarno LSM Wong Cilik Blora.(Endah/Tanti/Agung)
Komari (Orang Tua
Siswa)
Orang tua siswa kurang
Dilibatkan dalam Kepengurusan Komite Sekolah
INFOKU, BLORA- Lain halnya Komari salah satu orang
tua siswa, justru menyoroti kinerja pengurus komite sekolah yang maksimal.
Menurut dia permasalahannya justru
sebagian besar sekolah di Blora, komposisi pengurus di Komite Sekolah belum dapat
memenuhi aturan yang ada di PP no 17 2010.
“Jelas sekali diatur pada PP no 17
tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Anggota komite sekolah/madrasah telah diatur jelas.
Sekarang coba anda koreksi apakah sekolah di Blora komposisinya sudah sesuai
itu,” Ungkap Komari kepada INFOKU.
Seperti diketahui PP
no 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, menegaskan
bahwa Anggota komite sekolah/madrasah
berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur: orang
tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen),
Selanjutnya tokoh
masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen); dan pakar pendidikan yang
relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen).
Disamping itu juga diatur Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
“Bilamana ini terpenuhi menurut saya
apa yang diputus oleh rapat Komite Sekolah akan dapat memenuhi keinginan
masyarakat dan dapat sejalan dengan misi dan visi Bupati Blora,” tandasnya.(Agung)
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru