Nasib
APBD Perubahan
(Penulis drs Ec
Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 6 sumber
berbeda)
Penyusunan
APBD telah menjadi ritual tahunan di pemerintahan daerah yang selalu menyedot
perhatian publik, menguras waktu dan energi.
Wajar saja, karena berbagai dimensi
hadir di dalamnya, politik, ekonomi, akuntansi dan dan administrasi.
Menurut Hyde (Dlm. Sutoro: 2008)
dari sisi politik, kebijakan anggaran adalah pengalokasian sumberdaya yang
langka kepada masyarakat dengan kepentingannya yang kompleks. Sisi ekonomi dan
fiskal, penganggaran menjadi instrumen utama untuk mengevaluasi distribusi
pendapatan, mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi inflasi, mempromosikan
lapangan pekerjaan maupun menjaga stabilitas ekonomi.
Sisi akuntansi, anggaran menjadi
pedoman dan pagu bagi belanja pemerintah. Terakhir manajerial dan
administratif, anggaran menjadi instrumen untuk mengarahkan penyediaan
pelayanan publik.
Dari sisi perundang-undangan,
gubernur, Bupati/Walikota dan DPRD merupakan institusi yang dibebani
tanggungjawab menyusun APBD. Satu tantangan besar yang harus dihadapi adalah
bagaimana melahirkan APBD yang berdiri seimbang diantara kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Kegagalan menciptakan keseimbangan
dimaksud bukan saja penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak efektif dan
efesien melainkan keadaan terburuk, defisit anggaran bisa saja terjadi.
Pada umumnya disinilah letak biang
permasalahannya. Kebutuhan dan kemampuan adalah dua konsep yang bersifat
dinamis.
Hanya selalu berinteraksi dengan
tantangan, tuntutan, permasalahan yang sama-sama berkarakter dinamis.
Maka, solusinya penyusunan anggaran
idealnya ditopang oleh perencanaan matang, studi ilmiah yang mampu memberikan
prediksi, asumsi, kontrol terhadap berbagai variable serta rekomendasi yang
akurat.
Akan tetapi, harus diakui,
sehebat-hebatnya perencanaan tetap saja hanyalah sebuah perencanaan. Selalu
menyediakan titik lemah atau kurang.
Keakurasian prediksinya terhenti
sebelum mencapai angka 100%. Disini lah tapal batas kemampun yang diberikan
oleh Allah SWT Sang penentu segalanya.
Kalau kita cermati secara seksama
kesadaran sekaligus pengakuan atas
keterbatasan tersebut tergambar secara nyata dalam pasal 81 PP 58 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
APBD yang telah ditetapkan selama 1
tahun dapat diubah dalam rangka merespon keadaan yang sulit untuk dikontrol/
diprediksi sebelumnya seperti, perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
kebijakan umum APBD; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antar jenis belanja; keadaan
yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
tahun berjalan; keadaan darurat; dan keadaan luar biasa.
Sebagaimana yang kita maklumi
bersama, beberapa perkembangan telah menyebabkan perubahan dari segi
pengeluaran dan penerimaan keuangan pemerintah daerah.
Sebagaimana disebutkan pasal 17 ayat
1 PP 58 2005 telah menggariskan “Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa
dianggarkan dalam APBD”.
Mengambil atau meminjam dari
anggaran lainnya bukan jawaban yang tepat. Karena hal demikian hanya dibenarkan
apabila dalam kondisi darurat (lihat pasal 81 ayat 2).
Kemudian pada ayat berikutnya
dinyatakan secara rinci apa yang dimaksud dengan keadaan darurat, yaitu: bukan
merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat
diprediksikan sebelumnya; tidak diharapkan terjadi secara berulang; berada di
luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan memiliki dampak yang
signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh
keadaan darurat.
Gaji, tunjangan pegawai termasuk
biaya operasional, pengadaan barang dan jasa adalah mata pengeluaran yang
sifatnya normal, terjadi secara rutin dan dapat diprediksi. Oleh karena itu jelas sekali, jauh dari kategoti keadaan
darurat sepertimana yang dimaksud dalam pasal diatas.
Potensi perubahan pengeluaran
lainnya mungkin banyak ditimbulkan. Adapun perubahan dari penerimaan adalah
masuknya SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp372 miliar dari APBD
2010 pun dimungkinkan muncul.
Hari ini hampir menginjak penghujung
bulan 9. APBDP jangankan sudah disetujui DPRD, walau sudah diajukan namun
jadwal pembahasanya pun masih belum jelas.
Padahal pasal 83 ayat 2 sudah
menetapkan Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
tahun anggaran.
Walau bagaimana pun lebih baik terlambat
daripada tidak sama sekali.
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru